Menteri LHK: Kerja Sama Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca RI-Norwegia Dilanjutkan Sampai 2030

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 6 Juli 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.409 Kali

Menteri LHK saat memberikan keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Senin (6/7). (Foto: Humas/Agung).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar, menyampaikan bahwa sesuai arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kerja sama Indonesia dengan Norwegia mengenai penurunan emisi gas rumah kaca dilanjutkan sampai 2030.

Lebih lanjut, Menteri LHK menyampaikan bahwa pembayaran dari hasil kerja pemenuhan komitmen untuk penurunan emisi gas rumah kaca antara Indonesia dengan Norwegia dan juga rencana pengaturan nilai ekonomi karbon (carbon pricing) akan disusun dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres).

”Ada tiga hal letter of intent, kerja sama antara Indonesia dan Norway itu sudah dilakukan sejak tanggal 26 Mei tahun 2010. Dan tadi arahan yang telah disampaikan Bapak Presiden bahwa kita akan melanjutkan,” ujar Menteri LHK usai mengikuti Rapat Terbatas di Istana Merdeka, Provinsi DKI Jakarta, Senin (6/7).

Dalam melanjutkan ini sampai dengan tahun 2030, Menteri LHK sebutkan bahwa ada beberapa hal yang disesuaikan seperti misalnya keberadaan Paris Agreement.

”Di letter of intent tahun 2010 dikatakan bahwa komitmen Indonesia itu 26 persen pada tahun 2020. Dan di Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 tentang ratifikasi perubahan iklim, itu sudah kita sesuaikan,” imbuh Menteri LHK.

Jadi, Menteri LHK sampaikan angkanya adalah 29% penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 dan/atau 41% penurunan emisi gas rumah kaca pada tahun 2030 dengan dukungan kerja sama teknik luar negeri.

Menurut Menteri LHK, perjanjian atau letter of intent ini telah menjadi contoh bagi negara-negara lain di dunia dalam rangka reduksi emisi dari deforestasi dan degradasi hutan.

Redd++ itu, menurut Menteri LHK, adalah hal-hal seperti sampah, terkait partisipasi masyarakat hukum adat, dan lain-lain termasuk electromobility-nya.

Prestasi yang dicapai oleh Indonesia, menurut Menteri LHK, sangat banyak yakni di antaranya kebijakan-kebijakan Presiden seperti penanganan gambut dan Inpres Moratorium.

Inpres Moratorium, menurut Menteri LHK, pertama kali dikeluarkan tahun 2011 lalu diperpanjang setiap 2 tahun, 2013-2015-2017.

”Pada tahun 2019 Bapak Presiden setuju untuk ini dipermanenkan, artinya apa? Artinya mulai tahun 2019 kemarin tidak boleh lagi ada izin baru di hutan primer dan di lahan gambut,” jelas Siti Nurbaya.

Pemerintah, menurut Menteri LHK, juga bekerja keras untuk penanganan kebakaran hutan dan lahan, penurunan deforestasi, serta penegakan hukum juga terus dilakukan dan periode 2016 hingga sekarang yang lebih kencang dibandingkan sebelum-sebelumnya.

”Ada energi angin yang di Sulawesi, kemudian electromobility juga kita sudah mulai, kemudian juga biodiesel B30 yang akan menjadi B50. Tadi Bapak Presiden malah sudah mengarahkan akan ke B80 atau kalau mungkin ke B100,” ujarnya.

Prestasi lain, menurut Menteri LHK adalah telah men-develop sistem-sistem untuk mengontrol emisi gas rumah kaca, monitoring-nya dan lain-lain.

”Ini akan dilanjutkan dan atas prestasi itu kemarin tanggal 2 Juli sudah ada pertemuan joint consultation group antara Indonesia dan Norway yang dipimpin dari Indonesia Wamen LHK dan Wamenlu serta dari Norway-nya adalah Duta Besar Norway di Jakarta dan Staf Khusus Menteri Iklim dan Lingkungan Hidupnya Norway,” kata Menteri LHK.

Dari pertemuan itu, menurut Menteri LHK, disepakati 11 juta ton atau senilai dana kira-kira 56 juta USD atau 800 miliar lebih kurang. Ia menambahkan bahwa itu yang terkait dengan pembayaran prestasi dari komitmen Indonesia terhadap penurunan emisi gas rumah kaca.

Artinya, menurut Menteri LHK, Indonesia terus konsisten terhadap komitmennya. Konsistensi ini, menurut Menteri LHK, selain komitmen untuk kontribusi kepada penurunan emisi gas rumah kaca dunia, tetapi juga adanya Pasal 28 H Undang-Undang Dasar yang menegaskan bahwa warga negara mempunyai hak untuk memperoleh lingkungan yang baik.

Terkait dengan pengaturan perdagangan karbon, Menteri LHK sampaikan bahwa prosesnya sudah  disiapkan dan sekarang sudah dibahas di tingkat Setkab, Setneg, dan segera ke Kemenkumham untuk antar kementerian.

Mengenai yang diatur, Menteri LHK sampaikan bagaimana hal-hal ketentuan umum dan lain-lain seperti penyelenggaraan tentang perdagangan karbon dan perencanaannya.

”Tujuannya adalah untuk kita menjamin pencapaian kontribusi penurunan emisi gas rumah kaca atau disebut National Determined Contribution (NDC),” jelas Menteri LHK. (TGH/EN)

Berita Terbaru