Menteri LHK: Program Perhutanan Sosial Tidak Cukup Hanya Pemberian SK
Program perhutanan sosial tidak cukup hanya dengan pemberian surat keputusan (SK) perizinan kepada masyarakat, tetapi juga harus disertai dengan pendampingan hingga masyarakat mampu mengelola SK yang dimiliki tersebut.
“Yang lebih penting lagi adalah pendampingan sampai masyarakat punya kemampuan manajemen dari SK yang dimilikinya. Aspek bisnis itu menjadi sangat penting, misalnya bukan hanya agroforestri tetapi juga ekowisata, bioenergi, hasil hutan bukan kayu (HHBK), industri kayu rakyat, dan lain-lain,” ujar Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Menteri LHK) Siti Nurbaya saat memberikan keterangan pers usai Rapat Terbatas mengenai Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Berbasis Perhutanan Sosial, Selasa (3/11) siang.
Upaya pendampingan tersebut, imbuhnya, harus dilakukan dengan terintegrasi melibatkan berbagai pemangku kepentingan. “Yang paling penting dilihat soal hutan sosial ini dari hulu sampai ke hilir. Oleh karena itu, tadi saya melaporkan kepada Bapak Presiden kiranya Menteri Koperasi dan UKM bersama-sama Menteri Desa nanti dikoordinir oleh Bapak Menko, itu akan memberikan dukungan konsolidasi untuk manajemen usaha rakyat yang kira-kira sistematis dan sekelas korporat,” ujar Menteri LHK.
Tak Akan Menimbulkan Eksplorasi
Terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, Menteri LHK meyakini bahwa keberadaan Undang-Undang tersebut tidak akan menimbulkan eksplorasi. Prinsip kehati-hatian di dalam lingkungan tertuang dalam Undang-Undang tersebut dan akan dituangkan juga di dalam peraturan pemerintah atau PP. “Prinsip-prinsip dari Undang-Undang Lingkungan yang ada itu tidak diganggu, yang dibetulin adalah prosedurnya,” ujarnya.
Secara praktik, imbuhnya, untuk tidak menimbulkan overeksploitasi ataupun kerawanan lingkungan, terdapat beberapa instrumen kontrol, salah satunya adalah instrumen KHLS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis). “Kita akan terapkan teknisnya nanti di PP, yaitu batasan ataupun instrumen kontrol daya dukung dan daya tampung. Jadi setiap ekosistem, setiap lanskap itu punya daya dukung dan daya tampung, dan itu ada cara untuk mengukurnya,” terang Menteri LHK.
Ditambahkannya, pendekatan dari konsep perizinan berusaha adalah terutama di standar, maka penerapan norma, standar, pedoman, dan kriteria itu juga dipakai sebagai instrumen.
Selain itu, lanjut Siti, juga ada penegakan hukum atau law enforcement. “Kami di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan men-develop kelembagaan untuk pengawasan dan pembinaan pengawasan yang berlapis,” paparnya. Ditambahkannya, yang paling penting adalah bagaimana pelaksanaannya secara teknis. (FID/UN)