Menteri PPN: Bappenas Hitung R0 dan Rt Untuk Dasar Pengambilan Kebijakan Provinsi serta Kota/Kab

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 Mei 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.530 Kali

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, saat menjawab pertanyaan usai mengikuti Rapat (Ratas), Rabu (27/5). (Foto: Humas/Rahmat).

Otoritas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) hanya menghitung R0 dan Rt untuk menjadi dasar pengambilan kebijakan untuk daerah provinsi serta kabupaten/kota.

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Bappenas, Suharso Monoarfa, saat menjawab pertanyaan usai mengikuti Rapat (Ratas), Rabu (27/5).

“Sekarang memang kita berusaha untuk mendapatkan 10 ribu per hari. Kalau kita bisa mendapatkan 10 ribu per hari artinya 1 bulan baru 300 ribu. 300 ribu itu sebenarnya dengan keadaan yang sekarang, sekarang kita sudah mencapai 264 ribu, berarti baru 564 ribu,” ujar Kepala Bappenas.

Kalau ini tanggal 27 Mei, lanjut Menteri PPN, berarti nanti tanggal 27 Juni jika semuanya berjalan dengan baik itu baru mencapai 564 ribu.

“Tapi tes ini harus berjalan terus 564 ribu dan itu masih jauh dari jumlah yang disyaratkan. Seperti kita ketahui kalau berdasarkan data terakhir jumlah penduduk Indonesia itu sudah 273 juta, tapi kira-kira kita ambil dengan angka 270 juta nanti bisa dihitung sendiri,” imbuh Kepala Bappenas.

Menurut Kepala Bappenas, India juga masih tertinggal, hanya 20% dari standar yang diharapkan oleh WHO.

“Tapi Rusia itu sudah kira-kira 5 kali lipat lebih dari standar, jadi mereka yang dites sudah 9.160.360, sementara pada 12 minggu harusnya mereka mencapai 1,7 juta, 1.741.000, jadi target tes mereka memang mencapai di atas 200 ribu setiap minggu,” jelas Kepala Bappenas.

Indonesia, menurut Menteri PPN, sekarang berusaha sesuai arahan Presiden minimal 10 ribu, bahkan kalau ingin mengejar harus didobel sehingga bisa sampai dengan 20 ribu per hari.

Definisi ODP dan PDP pada waktu itu, menurut Kepala Bappenas, adalah terkait dengan soal tracing dan tes, tetapi kalau kapasitas tes sudah bagus, sebenarnya yang PDP dengan sendirinya bisa langsung tes, yang ODP juga akan dites.

“Jadi dengan demikian mudah-mudahan jumlah PDP dan ODP itu tidak lagi… Ini WHO sebenarnya tidak menggunakan istilah ODP dan PDP, jadi WHO itu untuk epidemiologi itu indikator yang dipakai itu adalah penurunan 50% dalam 3 minggu sejak puncak terakhir,” jelas Suharso.

Kemudian, menurut Suharso, 5% lebih kecil sampel positif minimum untuk 2 pekan terakhir, asumsi surveillance kasus suspek komprehensif, kemudian lebih kecil 5% sampel positif minimum untuk 2 pekan terakhir, minimum 80% kasus berasal dari data kontak dan dapat dikaitkan dengan klaster yang diketahui jadi klasternya ketahuan.

Ia menambahkan yang terkait epidemiologi yakni penurunan jumlah kematian pada kasus konfirmasi dan kemungkinan di 3 pekan terakhir, kemudian penurunan jumlah perawatan di rumah sakit dan IGD, kasus konfirmasi dan kemungkinan minimum dalam 2 pekan terakhir, penurunan angka kematian.

Kalau untuk surveillance itu sendiri, menurut Kepala Bappenas, ada tiga hal yang ditekankan oleh WHO, adalah sistem surveillance-nya sendiri, investigasi kasus, dan ketiga adalah pelacakan kontak.

“Ketiga ini semua dilakukan oleh Gugus Tugas di bawah kepemimpinan Pak Doni, jadi saya kira ini berjalan sampai sekarang,” ujarnya.

Berdasarkan data sistem kesehatan nasional, menurut Suharso, adalah jumlah rumah sakit di seluruh Indonesia ada 2.869 rumah sakit, terdiri dari 311.894 tempat tidur.

“Rasio tempat tidur dengan populasi nasional kalau angka tahun 2018 adalah 1,17 per 1.000 penduduk, rasio standar WHO itu adalah 2,7 per 1.000 penduduk,” terang Kepala Bappenas.

Kenaikannya, lanjut Menteri PPN, sangat kecil sekali di Indonesia itu kira-kira sekitar 3-4% setiap tahunnya, jadi kalau dinaikkan itu kira-kira hanya 30-40an tempat tidur.

“Ini kami sedang menghitung terus untuk mendapatkan data, tapi data terbaru itu yang kami peroleh adalah ini,” ungkap Kepala Bappenas.

Kalau dilihat sebarannya, menurut Kepala Bappenas, kelihatan bahwa kalau birunya biru sangat terang sekali maka itu di atas 100, jadi di atas 100%, kemudian 60-100 yang sedang yang biru, kemudian yang biru gelap itu adalah di bawah 60.

“Jadi jumlah fasilitas tempat tidur pasien di setiap rumah sakit per provinsi, kelihatan jumlahnya sangat timpang,” ungkapnya.

Pada kesempatan itu, Menteri PPN menegaskan kembali bahwa tugas Bappenas adalah bagian yang men-support gugus tugas yang ditugaskan untuk menghitung R0 dan Rt, setelah data itu di-cleansing di Kementerian Kesehatan.

Soal new normal, Kepala Bappenas sampaikan terkait dengan diagram tingkat kesiapan provinsi berdasarkan analisis Rt maupun R0 dan kapasitas.

Jadi kalau dengan kapasitas uji, Kepala Bappenas, DKI itu sudah bagus, sudah masuk, dalam hitungan threshold-nya.

Kemudian Jawa Barat, menurut Suharso, tetapi bukan Jawa Barat dalam pengertian provinsi semuanya, tetapi Jawa Barat dalam pengertian berapa kabupaten/kota di sekitar Jakarta.

“Kemudian yang mendekati juga Jawa Tengah dan Jawa Tengah memang juga tidak seluruhnya,” jelas Kepala Bappenas. (MAY/HIM/EN)

Berita Terbaru