Menuju Indonesia sebagai Negara Poros Maritim

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 21 Oktober 2014
Kategori: Opini
Dibaca: 192.947 Kali

Oleh: Indrita Hardiana., S.H/Benedicta Trixie., S.IP

Kapal LautPotensi Indonesia Sebagai Negara Maritim

Luas lautan dibandingkan luas daratan di dunia mencapai kurang lebih 70 berbanding 30, sehingga menjadi tantangan tersendiri bagi negara-negara di dunia yang memiliki kepentingan laut untuk memajukan maritimnya. Seiring perkembangan lingkungan strategis, peran laut menjadi signifikan serta dominan dalam mengantar kemajuan suatu negara.

Alfred Thayer Mahan, seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Amerika Serikat, dalam bukunya “The Influence of Sea Power upon History” mengemukakan teori bahwa sea power merupakan unsur terpenting bagi kemajuan dan kejayaan suatu negara, yang mana jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diberdayakan, maka akan meningkatkan kesejahteraan dan keamanan suatu negara. Sebaliknya, jika kekuatan-kekuatan laut tersebut diabaikan akan berakibat kerugian bagi suatu negara atau bahkan meruntuhkan negara tersebut.

Indonesia secara geografis merupakan sebuah negara kepulauan dengan dua pertiga luas lautan lebih besar daripada daratan. Hal ini bisa terlihat dengan adanya garis pantai di hampir setiap pulau di Indonesia (± 81.000 km) yang menjadikan Indonesia menempati urutan kedua setelah Kanada sebagai negara yang memiliki garis pantai terpanjang di dunia. Kekuatan inilah yang merupakan potensi besar untuk memajukan perekonomian Indonesia.

Data Food and Agriculture Organization tahun 2012, Indonesia pada saat ini menempati peringkat ketiga terbesar dunia dalam produksi perikanan di bawah China dan India. Selain itu, perairan Indonesia menyimpan 70% potensi minyak karena terdapat kurang lebih 40 cekungan minyak yang berada di perairan Indonesia. Dari angka ini hanya sekitar 10% yang saat ini telah dieksplor dan dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum merasakan peran signifikan dari potensi maritim yang dimiliki yang ditandai dengan belum dikelolanya potensi maritim Indonesia secara maksimal. Dengan beragamnya potensi maritim Indonesia, antara lain industri bioteknologi kelautan, perairan dalam (deep ocean water), wisata bahari, energy kelautan, mineral laut, pelayaran, pertahanan, serta industri maritim, sebenarnya dapat memberikan kontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

Dalam UUD 1945 pasal 33 ayat (3) disebutkan, bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk kemakmuran rakyat. Meskipun begitu tidak dapat dipungkiri juga bahwa kekayaan alam khususnya laut di Indonesia masih banyak yang dikuasai oleh pihak asing, dan tidak sedikit yang sifatnya ilegal dan mementingkan kepentingan sendiri.

Dalam hal ini, peran Pemerintah (government will) dibutuhkan untuk bisa menjaga dan mempertahankan serta mengolah kekayaan dan potensi maritim di Indonesia. Untuk mengolah Sumber daya alam laut ini, diperlukan perbaikan infrastruktur, peningkatan SDM, modernisasi teknologi dan pendanaan yang berkesinambungan dalam APBN negara agar bisa memberi keuntungan ekonomi bagi negara dan juga bagi masyarakat. Sebagaimana halnya teori lain yang dikemukakan oleh Alfred Thayer Mahan mengenai persyaratan yang harus dipenuhi untuk membangun kekuatan maritim, yaitu posisi dan kondisi geografi, luas wilayah, jumlah dan karakter penduduk, serta yang paling penting adalah karakter pemerintahannya.

Selain perbaikan dan perhatian khusus yang diberikan dalam bidang teknologi untuk mengelola sumber daya alam di laut Indonesia, diperlukan juga sebuah pengembangan pelabuhan dan transportasi laut untuk mendorong kegiatan maritim Indonesia menjadi lebih modern dan mudah digunakan oleh masyarakat. Diharapkan juga peran swasta untuk mendukung jalannya pemberdayaan laut ini, supaya program-program ini tidak hanya bergantung pada dana APBN saja.

Dari sisi pertahanan, penguasaan laut berarti mampu menjamin penggunaan laut untuk kepentingan nasional dan mencegah lawan menggunakan potensi laut yang kita miliki. Pemerintah perlu segera menyelesaikan percepatan batas wilayah laut agar dapat memberikan memberikan kepastian atas batas wilayah negara dan dapat mempererat hubungan bilateral antara negara yang berbatasan, serta mendorong kerja sama kedua negara yang berbatasan di berbagai bidang termasuk dalam pengelolaan kawasan perbatasan, misal  terkait pelayaran, kelautan dan perikanan.

Selain itu dengan adanya kepastian batas wilayah laut dapat terpelihara kedaulatan suatu negara dan penegakkan hukum di wilayah perairan. Seperti yang diketahui, Indonesia memiliki perbatasan maritim dengan 10 (sepuluh) negara yaitu dengan India (Landas Kontinen, Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)), Thailand (Landas Kontinen, ZEE), Malaysia (Laut Wilayah, ZEE, Landas Kontinen), Singapura (Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen, ZEE), Filipina (ZEE, Landas Kontinen), Palau (ZEE, Landas Kontinen), Papua Nugini (ZEE , Landas Kontinen), Timor Leste (Laut Wilayah, Landas Kontinen, ZEE) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen). Dari sejumlah perbatasan itu, Indonesia telah menyelesaikan sebagian penetapan batas maritim dengan India (Landas Kontinen), Thailand (Landas Kontinen), Malaysia (sebagian Laut Wilayah, Landas Kontinen), Singapura (sebagian Laut Wilayah), Vietnam (Landas Kontinen), Filipina (ZEE), Papua Nugini (ZEE, Landas Kontinen) dan Australia (ZEE, Landas Kontinen).

Berbagai upaya lainnya perlu dilaksanakan untuk menuju Indonesia sebagai poros maritim dunia, antara lain penyempurnaan RUU Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung, penyelarasan sistem pendidikan dan pelatihan kemaritiman, penguasaan kapasitas industri pertahanan khususnya industri maritim, modernisasi armada perikanan, penguatan armada pelayaran rakyat dan pelayaran nasional, pemantapan pengelolaan pemanfaatan laut melalui penataan ruang wilayah laut, peningkatan litbang kemaritiman, dan diversifikasi sumber energi terbarukan di laut.

Urgensi Pembentukan Kementerian Maritim

Pada pada Sidang Paripurna DPR RI tanggal 29 September 2014 lalu, RUU Kelautan telah disahkan menjadi UU Kelautan. Hal tersebut merupakan langkah maju bangsa Indonesia sekaligus menandai dimulainya kebangkitan Indonesia sebagai bangsa bahari yang kini tengah bercita-cita menjadi Negara Maritim. UU Kelautan akan menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut Indonesia secara komprehensif dan terintegrasi.

Seiring dengan hal tersebut, Presiden terpilih Joko Widodo, yang baru saja dilantik secara resmi sebagai Presiden Republik Indonesia, memfokuskan pada pentingnya peran Maritim Indonesia dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Hal ini merupakan kebijakan strategis, mengingat memang Indonesia merupakan negara bahari yang dikelilingi oleh lautan. Seluruh alur pelayaran dunia akan melalui lautan Indonesia sebagai jalur strategis sehingga harusnya dapat dimanfaatkan oleh Indonesia sebagai pendekatan diplomasi dalam menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Untuk mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia, terdapat ide untuk membentuk sebuah kementerian maritim yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo.

Terdapat dua jenis wacana yang muncul terkait dengan ide pembentukkan kementerian maritim, yaitu pembentukkan Kementerian Maritim sebagai salah satu Kementerian di bawah Kabinet Presiden Terpilih Jokowi, dan pembentukkan Kementerian Koordinator Maritim yang membawahi kementerian-kementerian terkait dengan hal maritim guna memfokuskan kabinet pada pembangunan Indonesia sebagai poros maritim dunia.

Kompleksitas permasalahan serta banyaknya segi yang harus ditangani dalam pembangunan berbasis maritim menuntut kebijakan lintas sektoral yang efektif. Saat ini pengelolaan laut Indonesia melibatkan banyak lembaga, yaitu Kementerian Pertahanan, Kementerian Perhubungan, Kementerian ESDM, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Keuangan, Kementerian Lingkungan Hidup, TNI AL, dan Polri. Dengan begitu banyak lembaga yang berkecimpung di laut sebenarnya dapat menjadi peluang maupun hambatan dalam pembangunan maritim. Menjadi peluang apabila semua stakeholder maritim bisa bersinergi dan menjadi hambatan apabila yang terjadi sebaliknya.

Menanggapi hal tersebut, ide membentuk Kementerian Maritim sebanarnya dapat menjadi angin segar untuk mewujudkan cita-cita sebagai poros maritim dunia mengingat saat ini yang terjadi adalah K/L yang berkecimpung di dunia maritim Indonesia kurang bersinergi dan terkesan bekerja sendiri-sendiri sehingga tidak efektif dalam mengoptimalisasi potensi maritim Indonesia. Sebagai contoh, sekarang ini Indonesia memiliki Kementerian Kelautan dan Perikanan, namun tidak memiliki hak untuk melakukan penjagaan wilayah laut karena ada instansi lain yang mengklaim berhak menjaga wilayah laut. Namun yang terjadi kenyataannya adalah puluhan ribu nelayan asing masuk dan mencuri ikan di laut Indonesia.

Pentingnya eksistensi Kementerian Maritim ini lebih ditunjukkan pada beban-beban tugasnya di daerah pesisir. Kementerian Maritim mempunyai tugas untuk bisa mengintegrasikan persoalan-persoalan maritim serta solusinya dan mensosialisasikan kepada masyarakat di wilayah pesisir Indonesia sebagai pelaksana pertama terhadap hal-hal yang terjadi di lautan Indonesia.

Perlu dicermati juga kelemahan dari ide pembentukan Kementerian Maritim, yaitu dari sisi tugas dan fungsi yang dikhawatirkan akan tumpang tindih dengan tugas dan fungsi kementerian dan/atau lembaga terkait maritim lainnya. Dengan demikian, wacana pembentukan Kementerian Koordinator Bidang Maritim mulai marak muncul untuk menghindari terjadinya tumpang tindih tugas dan fungsi ini. Kementerian Koordinator Maritim itu sangat vital membawahi 18 kementerian yang saling terkait dengan dunia laut, keamanan, teritorial, serta ekonomi.

Secara umum, Kementerian Koordinator Bidang Maritim tidak hanya akan menangani persoalan perikanan dan sumber daya maritim, namun juga keamanan, batas wilayah laut, bea cukai, dan banyak hal lain yang selama ini menjadi tanggung jawab sejumlah kementerian lain. Namun, dari sisi keuangan negara, pembentukan Kementerian Koordinator Maritim tentu saja akan menambah beban keuangan negara, mulai dari infrastruktur dan belanja rutin.

Pilihan apapun yang akan diambil nantinya oleh pemerintahan yang baru, baik itu membentuk Kementerian Maritim, Kementerian Koordinator Maritim, atau hanya dengan penguatan dan efisiensi Kementerian Kelautan dan Perikanan, serta peningkatan sinergi dengan kementerian terkait maritim lainnya, dibutuhkan komitmen penuh dan kuat dari Pemerintah dan masyarakat Indonesia untuk melaksanakan kebijakan pembangunan berbasis kelautan sehingga dapat menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang kuat di dunia.

*) Bidang Pertahanan dan Keamanan, Asisten Deputi Bidang Pertahanan, Keamanan, dan Pertanahan Deputi Polhukam Setkab

 

Opini Terbaru