Menunggak Rp 3,32 Triliun, Menteri Keuangan Cekal 487 Penunggak Pajak

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 18 Desember 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 22.320 Kali
Wakil Menkeu Mardiasmo saat mengumumkan pencekalan penunggak pajak, di Kemenkeu, Jakarta, Rabu (17/12)

Wakil Menkeu Mardiasmo saat mengumumkan pencekalan penunggak pajak, di Kemenkeu, Jakarta, Rabu (17/12)

Sebagai upaya penegakan hukum (law enforcement) terhadap Wajib Pajak yang tidak mematuhi kewajiban perpajakan dan tidak melunasi utang pajaknya, Menteri Keuangan (Menkeu) telah memproses usulan Dirjen Pajak untuk melakukan pencegahan terhadap 487 Wajib Pajak yang memiliki tunggakan pembayaran pajak di atas Rp 100 juta.

Wakil Menteri Keuangan, sekaligus Plt. Direktur Jenderal Pajak, Mardiasmo, mengatakan ke-487 penunggak pajak yang sedang diproses usulan pencegahannya untuk bepergian ke luar negeri itu, terdiri dari 402 Wajib Pajak Badan, dan 85 Wajib Pajak Orang Pribadi, dengan total tagihan pajak sebesar Rp 3,32 triliun.

“Pencegahan dilakukan terhadap Penanggung Pajak Wajib Pajak Badan dan Orang Pribadi yang terdiri dari 65 Warga Negara Asing (WNA) dan 422 Warga Negara Indonesia (WNI),” Mardiasmo kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/12).

Menurut Mardiasmo, telah diterbitkan Keputusan Menteri Keuangan tentang pencegahan yang terdiri dari 147 Wajib Pajak Badan dan 21 Wajib Pajak Orang Pribadi. Penanggung Pajak WNA yang diajukan pencegahan, terdiri dari WNA yang berasal dari Asia, Amerika, Australia dan Eropa sebanyak 40 Penanggung Pajak, dengan nilai tagihan pajak sebesar Rp 57,2 miliar. Selebihnya adalah WNI sebanyak 128 Penanggung Pajak dengan nilai tagihan pajak sebesar Rp 541,6 miliar.

Wakil Menteri Keuangan itu menegaskan, bahwa pencegahan merupakan larangan yang bersifat sementara kepada penanggung pajak untuk keluar dari wilayah Indonesia. Sesuai UU nomor 19 tahun 2000, pencegahan dilakukan secara selektif kepada penanggung pajak yang memiliki utang pajak sebesar Rp100 juta atau lebih dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.

Adapun jangka waktu pencegahan sesuai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000, paling lama 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang untuk paling lama 6 (enam) bulan.

Penyanderaan

Jika upaya pencegahan tidak berhasil atau masih belum ada itikad baik untuk membayar tunggakan pajak, menurut Mardiasmo, Dirjen Pajak dapat melakukan penyanderaan (gijzeling) terhadap penanggung pajak. “Sampai 17 Desember 2014, Dirjen Pajak sedang melakukan penelitian terhadap 31 penanggung pajak untuk dilakukan penyanderaan,” ungkap Mardiasmo.

Terkait upaya penyanderaan itu, menurut Mardiasmo, Dirjen Pajak telah bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk penangkapannya, dan Kementerian Hukum dan HAM, untuk pencekalan imigrasinya. “Ini untuk memastikan penyanderaan terhadap penanggung pajak dapat berjalan efektif,” pungkasnya

Mardiasmo menegaskan,  secara prinsip, Ditjen Pajak menerapkan penagihan pajak dengan memperhatikan itikad baik Wajib Pajak dalam melunasi utang pajaknya. Semakin baik dan nyata itikad Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya maka tindakan penagihan pajak secara aktif (hard collection) dengan pencegahan ataupun penyanderaan tentu dapat dihindari oleh Wajib Pajak.

“Pesan yang harus dipahami bagi Wajib Pajak yang memiliki utang pajak dan bagi Penanggung Pajak adalah segera melakukan komunikasi dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) setempat dalam rangka menyelesaikan utang pajaknya dan kooperatif dalam proses penagihan pajak tersebut,” pungkas Mardiasmo. (Humas Kemenkeu/ES)

 

Berita Terbaru