Merdeka Belajar untuk Revitalisasi Bahasa Daerah yang Terancam

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 16 April 2023
Kategori: Opini
Dibaca: 13.422 Kali

Oleh: Hardyanto *)

Bahasa Dunia dan Indonesia
Menurut data pada laman World Atlas of Languages (WAL) dalam situs web UNESCO saat ini terdapat 8.324 bahasa tutur dan isyarat. Ribuan bahasa dimaksud didokumentasikan oleh pihak pemerintah, lembaga publik, dan komunitas akademik. Dari 8.324 bahasa, sekitar 7.000 masih digunakan.

Situs web Ethnologue, Languages of the World, salah satu situs yang otoritatif dan banyak dikutip oleh linguis, mencatat bahwa bahasa yang digunakan di dunia berjumlah 7.168. Namun demikian, 40 persen lebih bahasa dunia kini dalam keadaan terancam (endangered). Pengguna suatu bahasa kerap tinggal kurang dari 1.000 penutur.

Keterancaman keberadaan bahasa merupakan suatu masalah tersendiri dalam perkembangan dunia. Tidak terkecuali Indonesia. Mengingat Indonesia memiliki ratusan bahasa daerah (indigenous languages).

Menurut Ethnologue, Indonesia memiliki 715 bahasa daerah dan merupakan negara pemilik terbanyak kedua setelah Papua Nugini dengan 840 bahasa daerah. Sementara itu, menurut laman Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia pada situs web resmi Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa jumlah bahasa daerah (tidak termasuk dialek dan subdialek) di Indonesia yang telah diidentifikasi dan divalidasi sebanyak 718 bahasa.

Disrupsi dalam Perkembangan Bahasa
Editor Campbell dan Belew dalam bab pengantar pada buku Cataloguing the World’s Endangered Languages menyebutkan terdapat banyak penyebab keterancaman bahasa (languages endangerment). Mereka mengategorikannya ke dalam empat faktor. Keempat faktor penyebab masalah tersebut sejatinya lebih merupakan faktor-faktor nonlinguistik.

Pertama adalah faktor ekonomi. Hal ini mencakup antara lain tiadanya kesempatan ekonomi, perubahan ekonomi yang cepat, pergeseran dalam pola kerja, berkurangnya sumber daya, perubahan paksa dalam pola pencarian nafkah, komunikasi dengan kawasan luar, pemukiman kembali, perusakan habitat, globalisasi, dan seterusnya.

Kedua adalah faktor politik dan sosial. Hal ini meliputi di antaranya diskriminasi, represi, kebijakan bahasa resmi, tingkat pendidikan yang tersedia, pengusiran penduduk, dan lain-lain.

Ketiga adalah faktor sikap. Hal ini antara lain sikap para penutur terhadap bahasa-bahasa dalam ancaman dan terhadap bahasa nasional resmi dan bahasa dominan yang mengelilinginya, sikap anggota masyarakat arus utama terhadap minoritas dan bahasanya, gengsi dan stigma yang diasosiasikan dengan bahasa terancam dan bahasa dominan, dan seterusnya.

Terakhir adalah faktor tiadanya dukungan kelembagaan. Hal ini sebagaimana tergambarkan pada peran bahasa dalam pendidikan, pemerintahan, agama, dan media, atau bahkan kegiatan rekreasional seperti pertandingan olahraga, budaya populer, konser musik, dan lain-lain.

Dampak Buruk terhadap Bahasa Daerah
Disrupsi empat faktor nonlinguistik terhadap perkembangan bahasa mengakibatkan munculnya fenomena keterancaman bahasa. UNESCO telah menyusun sistem klasifikasi untuk menunjukkan tingkat keterancaman bahasa. Dalam publikasi bertajuk Atlas of the World’s Languages in Danger  susunan tersebut terbagi dalam enam kategori.

Bagan 1: Klasifikasi Tingkat Keterancaman Bahasa di Dunia oleh UNESCO

Tingkat Keterancaman Nilai Populasi Penutur
Aman / tidak terancam
(Safe, not endangered)
5 Bahasa ditutur oleh seluruh tingkat usia, dari anak-anak ke atas. Transmisi antargenerasi tidak ada gangguan.
Rawan
(Vulnarable)
4 Kebanyakan anak menutur suatu bahasa, tapi mungkin terbatas pada tempat tertentu.
Terancam
(Definitely endangered)
3 Anak-anak tidak lagi memelajari suatu bahasa sebagai bahasa ibu di rumah
Terancam parah
(Severely endangered)
2 Bahasa ditutur oleh kakek-nenek dan generasi yang lebih tua. Meski generasi orang tua mungkin memahaminya, mereka tidak menuturkannya pada anak-anak atau antara mereka sendiri
Kritis
(Critically endangered)
1 Penutur termuda adalah kakek-nenek dan yang lebih tua, dan mereka bertutur secara terpisah dan tidak sering.
Punah
(Extinct)
0 Tidak ada penutur suatu bahasa yang tersisa

Revitalisasi Bahasa Daerah di Indonesia
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Merdeka Belajar memberikan perhatian yang besar pada keterancaman bahasa daerah. Dalam rangkaian peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional (International Mother Language Day) 2022, pada program Merdeka Belajar Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) menyampaikan pidato dan paparan berupa siaran video dalam kanal media sosial YouTube bertajuk “Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah”.

Menurut Mendikbudristek di Indonesia masih terdapat sekitar 718 bahasa daerah. Namun, banyak bahasa daerah yang kondisinya terancam punah dan kritis. Penyebab utama kepunahan bahasa daerah adalah karena para penutur jatinya tidak lagi menggunakan dan mewariskan bahasanya kepada generasi berikutnya.

Kemendikbudrisktek menyusun tiga model revitalisasi bahasa daerah dan merancang upaya untuk melestarikan bahasa-bahasa daerah di Indonesia.

Bagan 2: Model Revitalisasi Bahasa Daerah oleh Kemendikbudristek

Model Karakteristik Contoh Pendekatan
Model A
  • Daya hidup bahasanya masih aman
  • Jumlah penutur masih banyak.
  • Masih digunakan sebagai bahasa yang dominan di dalam masyarakat tuturnya.
Bahasa Jawa, Sunda, dan Bali
  • Pewarisan dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah).
  • Pembelajaran dilakukan secara integratif, kontekstual, dan adaptif, baik melalui muatan lokal maupun ekstrakurikuler.
Model B
  • Daya hidup bahasa tergolong rentan.
  • Jumlah penutur relatif banyak.
  • Bahasa digunakan secara bersaing dengan bahasa-bahasa daerah lain.

 

Bahasa-bahasa di Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Barat.

 

  • Pewarisan dapat dilakukan secara terstruktur melalui pembelajaran di sekolah (berbasis sekolah) jika wilayah tutur bahasa itu memadai.
  • Pewarisan dalam wilayah tutur bahasa juga dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas.
Model C
  • Daya hidup bahasanya kategori mengalami kemunduran, terancam punah, atau kritis.
  • Jumlah penutur sedikit dan dengan sebaran terbatas.

 

Bahasa-bahasa di Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Timur, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

 

  • Pewarisan dapat dilakukan melalui pembelajaran berbasis komunitas untuk wilayah tutur bahasa yang terbatas dan khas.
  • Pembelajaran dilakukan dengan menunjuk dua atau lebih keluarga sebagai model tempat belajar atau dilakukan di pusat kegiatan masyarakat, seperti tempat ibadah, kantor desa, atau taman bacaan masyarakat.

Punahnya bahasa bukan hanya hilangnya unsur bahasa, tapi juga hilangnya unsur nonbahasa. Sebagaimana kata Mendikbudristek bahwa bahasa bukan sekadar sekumpulan kata atau seperangkat kaidah tata bahasa, tetapi sebagai khazanah kekayaan budaya, pemikiran, dan pengetahuan. Kepunahan bahasa berarti hilangnya kekayaan batin para penutur bahasa tersebut.

Program kegiatan Revitalisasi Bahasa Daerah yang diluncurkan oleh Kemendikbudristek telah memberikan kebermanfaatan dan praktik baik Merdeka Belajar dan Merdeka Berbudaya. Indonesia yang memiliki bahasa daerah terbanyak kedua di dunia kini mempunyai arah kegiatan yang jelas dan solutif. Merdeka Belajar melalui Revitalisasi Bahasa Daerah merupakan pendidikan nasional berkesinambungan yang hakiki.

Kepustakaan
Badan Pembinaan dan Pengembangan Bahasa. 2019. “Bahasa dan Peta Bahasa di Indonesia”. Versi daring: https://petabahasa.kemdikbud.go.id/index.php.

Campbell, Lyle and Anna Belew (eds.). 2018. Cataloguing the World’s Endangered Languages. London: Routledge.

Eberhard, David M., Gary F. Simons, and Charles D. Fennig (eds.). 2023. Ethnologue: Languages of the World. Twenty-sixth edition. Dallas, Texas: SIL International. Online version: http://www.ethnologue.com.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. 2022. Merdeka Belajar Episode Ketujuh Belas: Revitalisasi Bahasa Daerah. Jakarta: Kemendikbudristek.

UNESCO. Atlas of the World’s Languages in Danger. 1996, 2001, 2010. Paris: UNESCO Publishing.

UNESCO. “World Atlas of Languages”. 2023. Versi daring: https://en.wal.unesco.org/.

*) Linguis Terapan/Penerjemah Ahli Madya pada Asisten Deputi Bidang Naskah dan Penerjemahan, Deputi Bidang Dukungan Kerja Kabinet, Sekretariat Kabinet

Opini Terbaru