Meski Setuju Pencabutan, Wapres: Hati-Hati Hilangkan Subsidi BBM

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 17 September 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 143.210 Kali

lemhanasWakil Presiden (Wapres) Boediono setuju pada pandangan, bahwa pada akhirnya seharusnya tidak ada subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM). Namun Wapres menyarankan, agar pencabutan subsidi BBM dilakukan secara bertahap dan hati-hati.

Saat memberikan kuliah umum kepada peserta Program Pendidikan Reguler (PPRA) Angkatan LI dan LII Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) di Istana Wakil Presiden, Selasa (16/9), Wapres Boediono mengatakan, subsidi seharusnya hanya untuk kelompok yang memerlukan subsidi.

“Tetapi caranya tidak harus BBM-nya disubsidi kepada   semua orang. Bukan dengan membeli dengan harga yang sama,” tuturnya.

Subsidi yang baik, lanjut Wapres, adalah subsidi yang langsung dalam bentuk barang atau uang. Ia menilai, yang paling tepat adalah konsumen kurang mampu harus dinaikkan kemampuan daya belinya, bukan harga BBM yang ditekan menjadi rendah.

“Jadi prinsipnya BBM harus dapat mendekati harga yang wajar di perekonomian, dan tidak harus persis. Tidak boleh terlalu jauh seperti sekarang,” ucap Wapres.

Namun demikian,  Wapres mengingatkan bahwa penghapusan subsidi BBM harus berhati-hati. “Proses mencapai hal itu harus seimbang, jika tiba-tiba subsidi BBM dihilangkan jelas akan kacau, semuanya harus bertahap terencana sesuai kemampuan menanggung beban,” tuturnya.

Dalam bahasa yang lebih akademis Wapres mengingatkan, jika ingin melakukan perubahan harus turut menjaga stabilitasnya.“Suatu proses perubahan di negara dan bangsa manapun, harus disertai dengan keseimbangan antara kecepatan perubahan dan kemampuan mempertahankan tatanan. Menjaga keseimbangan antara changes  dan  order,” ujar Wapres.

Saran Untuk Pejabat Publik

Sebelumnya saat mengawali kuliah umumnya, Wapres Boediono mengemukakan, keadilan publik hanya dapat dicapai dengan sistem hukum yang adil dan berdaulat. Namun di sisi lain pejabat publik pun perlu sangat berhati-hati karena kewenangan yang dimilikinya bukanlah kewenangan pribadi atau kelompok.

Wapres memberikan contoh fragmen akan perbedaan revolusi kemerdekaan Amerika Serikat dan revolusi Perancis di abad 18, yang sama-sama sama-sama bertujuan membebaskan diri dari otoritas kerajaan yang tunggal. Namun keduanya memberi hasil yang sangat berbeda akibat cara pencapaiannya yang berbeda.

Revolusi di Amerika Serikat, menurut Wapres, tidak meninggalkan sistem hukum walaupun sistem itu berasal dari negara penjajahnya. Revolusi itu berhasil menemui titik temu dengan adanya konsolidasi pemerintahan yang berujung pada terbentuknya suatu negara Amerika Serikat yang lengkap dengan pemerintahan dan kongres federal.

Sebaliknya, lanjut Wapres, revolusi Perancis mengalami krisis ekonomi, sosial, dan politik yang berujung pada teror dan kekerasan akibat kekosongan hukum.

“Karena itu, bila tujuannya baik, namun cara pemecahannya tidak baik, maka hasil yang dicapai juga tidak akan berhasil. Opini publik atau public support tidak dapat kita pegang selamanya. Harus ada landasan hukum yang mutlak mengatur itu semua,” tutur Wapres.

Gubernur Lemhannas Prof. Dr. Ir. Budi Susilo Soepandji melaporkan, pada tahun 2014 ini, Lemhannas menyelenggarakan 2 kali Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) yaitu PPRA LI dan PPRA LII, yang berlangsung selama 7,5 bulan.

“PPRA LI dimulai sejak tanggal 25 Februari 2014 dan berakhir pada 9 Oktober 2014. Untuk PPRA LII di mulai sejak 1 April 2014 dan akan berakhir pada 20 November 2014,” ujar Gubernur Lemhannas.

Adapun jumlah peserta PPRA LI sebanyak 94 orang dan jumlah peserta PPRA LII sebanyak 89 orang yang berasal dari TNI; POLRI; Kementerian/ LPNK; Kejaksaan Agung RI; Mahkamah Agung RI; Kadin Pusat, Pemda Provinsi; Kopertis; Partai Politik; Lembaga Penyiaran RRI, Persatuan Wartawan Nasional; Organisasi Masyarakat; dan negara sahabat.

(SetwapresRI/ES)

Berita Terbaru