MoU Penanganan Perkara Pidana Diteken, Wapres: Ini Perjelas Negara Berdasar Hukum

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 28 Januari 2016
Kategori: Berita
Dibaca: 27.152 Kali
Wapres memberikan ucapan atas kesepakatan penanganan pidana di Istana Negara, Kamis (28/1) pagi. (Foto:Humas/Rahmat)

Wapres memberikan ucapan atas kesepakatan penanganan pidana di Istana Negara, Kamis (28/1) pagi. (Foto:Humas/Rahmat)

Guna mendorong komunikasi dan koordinasi yang baik antara instansi penegak hukum, yang sebelumnya dilakukan dalam forum komunikasi Mahkumjapol (Mahkamah Agung, Kementerian Hukum dan Ham, Kejaksaan Agung serta Kepolisian Republik Indonesia) baik di tingkat nasional maupun  daerah, sejumlah instansi pemerintah menandatangani Nota Kesepahaman atau Memorandum of Understanding (MoU) tentang Pengembangan Sistem Database, Penanganan Perkara Tindak Pidana Secara Terpadu berbasis Teknologi Informasi, di Istana Negara,  Kamis (28/1) pagi. Dalam acara ini juga dilakukan peresmian pembukaan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak) tahun 2016.

Instansi pemerintah yang menandatangani MoU itu adalah  Kemenko Bidang Polhukam, Polri, Mahkamah Agung, Kemenkominfo, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg), dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Polhukam) Luhut Binsar Pandjaitan dalam sambutannya mengakui bahwa komunikasi dan koordinasi yang telah dilakukan selama ini masih belum berjalan optimal.

“Permasalahan itu perlu dihilangkan, minimal diminimalisir. Dengan sistem database terpadu melalui bantuan teknologi informasi yang berbasis pada pendekatan business process, diharapkan mampu meminimalisir adanya permasalahan yang terkait komunikasi dan koordinasi antar instansi penegak hukum, sekaligus akan mempercepat dan mempermudah proses penanganan perkara,” kata Luhut.

Luhut menilai penandatanganan MoU tersebut merupakan bukti keseriusan bangsa Indonesia dalam memperbaiki dan meningkatkan kinerja aparat penegak hukum melalui sistem penanganan perkara secara terpadu (SPPT) yang berbasis teknologi informasi.

Luhut meyakini bahwa SPPT berbasis teknologi informasi itu akan mewujudkan terjadinya proses peradilan dari awal sampai akhir, penyidikan hingga eksekusi, sebagai satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Untuk itu, Luhut mengingatkan koordinasi aktif di antara penegak hukum merupakan satu keharusan. “Untuk mempercepat penyelesaian perkara sehingga pada gilirannya asas kepastian hukum dapat tercapai dengan baik,” ujarnya.

Ia menyebutkan, dasar MoU ini adalah Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 dan Instruksi Presiden Nomor 7 tahun 2015 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.

Sebagai langkah awal pelaksanaan sistem ini, ungkap Luhut, akan didorong pelaksanaan integrasi database penanganan perkara melalui  tukar-menukar data antar instansi  penegak hukum.

Apresiasi Wapres

Sementara itu Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla memberikan apresiasi atas penandatanganan nota Kesepahaman itu, yang dinilai merupakan MoU pertama kali di antara lembaga penegak hukum negara ini.

“Saya mengapresiasi peresmian dan penyuluhan ini. Menyambut baik, melaksanakannya yang harus karena membuat MoU tidak sulit,  hanya butuh waktu beberapa hari dalam menyusunnya namun melaksanakannya itu yang menjadi berat,” kata Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam arahannya pada penandatangan MoU tentang Pengembaangan Sistem Database Penanganan Perkara itu.

Oleh karena itu, Wakil Presiden mengharapkan untuk membuat sistem informasi yang ada dapat digunakan untuk hal- hal yang positif, terutama untuk membantu masyarakat.

Wapres menyatakan sudah sebuah keharusan dalam praktik pelaksanaan hukum dan HAM adalah untuk melindungi seluruh bangsa ini.  “Ini untuk memperjelas sebagaimana yang dijelaskan dalam undang-undang dasar bahwa negara kita adalah negara hukum dan semua yang dilakukan berdasarkan hukum,” ujarnya.

Wakil Presiden juga mengharapkan dengan penandatanganan MoU ini bagaimana hukum dari sisi proses dan administrasi berjalan dengan baik,  terbuka dan diketahui semua pihak.  Ia mengingatkan, keterbukaan itu penting agar hukum tidak dipermainkan, diketahui oleh semua pihak.

“Sehingga dengan kesepakatan ini diharapkan suatu proses diketahui dengan baik oleh semua pihak dan terhindar dari praktik negatif seperti pencaloan dan pemalsuan dalam pelaksanaan proses hukum,” tegas Wapres.

Sebelumnya, masing-masing komponen penegak hukum telah memiliki sitem informasi manajemen yang sedang dikembangkan oleh masing-masing lembaga penegak hukum. Seperti NCIC Polri (Pusat Informasi kriminal), SIMKARI (Sistem Informasi Manajemen Kejaksaan RI), SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara Mahkamah Agung), dan SDP (Sistem Database Pemasyarakatan).

Diharapkan dengan melalui inovasi pendekatan sistem ini akan tercipta komunikasi yang lebih baik sehingga pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana yang terpadu dapat segera terwujud, mulai dari penyidikan hingga fungsi pembinaan narapidana dapat berjalan dengan baik.

Penandatanganan pertama Nota Kesepahaman antara Kementerian Hukum dan HAM dengan Polri dan Kejaksaan Agung mengenai pemberian akses bantuan hukum terhadap orang miskin atau kelompok orang miskin. Kedua nota Kesepahaman antara Kemenkumham dengan Kemendagri dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi mengenai pelayanan dan pembinaan masyarakat sadar hukum dalam rangka mendukung tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan bersih serta mewujudkan desa sadar hukum dan akses bantuan hukum kepada orang miskin atau kelompok orang miskin.

Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Bidang Polhukam Luhut B. Pandjaitan, Menkumham Yasonna Laoly, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Jaksa Agung Prasetyo, Ketua DPR Ade Komarudin, Ketua MPR Zulkifli Hasan, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo, dan Kepala Lembaga Sandi Negara (Lemsaneg) Djoko Setiadi. (FID/ES)

Berita Terbaru