Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama, 27 Februari 2019, di Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Februari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 3.983 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para ulama,
Para kiai-kiai sepuh yang saya hormati, para habaib,
Yang saya hormati Ketua Umum PBNU Bapak Profesor Kiai Haji Said Aqil Siradj beserta seluruh jajaran Tanfidziyah,
Yang saya hormati Rais Aam PBNU beserta seluruh jajaran,
Yang saya hormati Bapak Kiai Haji Munawir Abdulrohim beserta seluruh keluarga besar Pondok Pesantren Miftahul Huda Al Azhar,
Yang saya hormati yang mulia tamu kita dari Syria dan dari Mesir yang siang hari ini hadir,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Wakil Ketua MPR RI,
Bapak-Ibu sekalian hadirin-hadirat tamu undangan yang berbahagia.

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Jam’iyah Nadhlatul Ulama karena NU sebagai jamiah diniah islamiah terbesar di Indonesia dan bahkan di dunia sudah memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perjuangan, dalam menjaga, dalam merawat negara besar kita Indonesia yang kita cintai bersama.

Sejarah telah membuktikan Jam’iyah Nadhlatul Ulama selalu berada di garis terdepan bukan saja dalam merebut kemerdekaan tetapi juga di dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, hubbul wathan minal iman. Nahdlatul Ulama juga selalu menjadi yang terdepan untuk mencegah siapapun yang ingin mengganti dasar negara kita Pancasila, yang mencoba mempertentangkan Pancasila dengan Islam. Karena bagi Nahdlatul Ulama Pancasila adalah solusi kebangsaan yang menjadi konsensus berbangsa dan bernegara sejak Indonesia merdeka. Dan Indonesia adalah negara kesepakatan yang membawa kita untuk mencapai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Maka saya menyambut dengan penuh gembira Musyawarah Nasional Alim Ulama (Munas) dan Konferensi Besar (Konbes) ke-2 tahun 2019 Nadhlatul Ulama pada siang hari ini. Saya juga menghargai, mengapresiasi setinggi-tingginya tema yang dipilih dalam Munas Konbes tahun ini yakni, “Memperkuat Ukhuwah Wathaniyah untuk Kedaulatan Rakyat”. Tema ini sangat penting karena menegaskan komitmen yang kuat dari NU untuk menguatkan ukhuwah wathaniyah kita demi kedaulatan bangsa Indonesia tercinta.

Sedikit saya ingin bercerita mengenai pertemuan saya dengan Ibu Rula Ghani, ini adalah istri dari Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Apa yang beliau ceritakan kepada saya, “Presiden Jokowi empat puluh tahun yang lalu negara kami adalah negara yang aman tenteram. Afghanistan itu negara kaya, memiliki deposit emas sebesar, termasuk terbesar di dunia, memiliki deposit minyak dan gas juga termasuk terbesar di dunia. Empat puluh tahun yang lalu saya menyetir mobil di Kota Kabul atau dari Kabul ke kota-kota yang lainnya itu aman, tenteram, tidak ada masalah.”

Problem dimulai saat dua suku bertikai, berkonflik. Di Afghanistan memiliki tujuh suku, tujuh suku, di Indonesia memiliki 714 suku, ini sebagai gambaran betapa sangat besarnya negara kita. Karena konflik dua suku itu, yang satu membawa kawan dari luar, yang satu lagi membawa kawan dari luar akhirnya perang dan empat puluh tahun tidak selesai, sulit, sangat sulit untuk dipertemukan kembali. Indonesia telah menyelenggarakan lebih dari sembilan kali pertemuan tapi juga belum ketemu-ketemu, yang satu mau yang satu enggak mau, yang satu mau yang lain enggak mau, bolak-balik, muter-muter seperti itu terus.

Apa yang ingin saya sampaikan dari pesan yang disampaikan Ibu Rula Ghani? Kalau sudah terjadi perang, mempersatukannya sangat sulit sekali, sudah sangat-sangat sulit sekali. Apa yang beliau sampaikan kepada saya? Saat perang yang dirugikan paling besar hanya dua, yang pertama wanita, yang kedua anak-anak. “Presiden Jokowi, sekarang…, dulu kita naik mobil muter-muter dari kota ke kota bisa, nyetir mobil sendiri berani, sekarang kita bisa naik sepeda saja sudah alhamdulillah. Anak-anak kita juga sulit dalam bersekolah.” Apa yang beliau pesankan kepada saya? “Indonesia negara besar, tadi Presiden menyampaikan bahwa suku di Indonesia ada 714, padahal kita ini hanya tujuh, Indonesia 714. Presiden Jokowi hati-hati, hati-hati, jangan sampai ada konflik sekecil apapun di negaramu. Cepat selesaikan, cepat rukunkan kembali, cepat dirampungkan. Ukhuwah, persaudaraan adalah hal yang sangat penting, baik itu ukhuwah islamiah, ukhuwah wathaniyah, ukhuwah insaniyah, penting semuanya,” dia sampaikan sambil menitikkan air mata.

Saya sangat berbahagia sekali di sini, bisa bertemu dengan organisasi-organisasi perempuan, bertemu muslimat, bertemu fatayat, dan bertemu organisasi-organisasi lainnya. Begitu sangat besarnya negara ini.

Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini saya titip, saya titip, jangan sampai karena urusan, yang paling bawah urusan pilihan bupati, naik lagi urusan pilihan gubernur, atau urusan wali kota, urusan pilihan gubernur, kemudian naik lagi urusan pilpres, kita ini tidak merasa sebagai saudara sebangsa dan setanah air. Hati-hati kalau sudah ada rasa seperti itu. Saya mengajak kepada kita semuanya untuk menjaga ukhuwah kita, ukhuwah islamiah kita, ukhuwah wathaniyah kita, sesuai dengan tema di Munas dan Konbes kali ini, “Menjaga Ukhuwah Wathaniyah Kita” Bayangkan tadi tujuh suku dan kita 714, sudah bayangannya seperti itu saja.

Yang kedua, tadi Pak Kiai menyampaikan mengenai telah datangnya Revolusi Industri 4.0, revolusi industri jilid ke-4. Itu sudah datang, sudah di depan kita, sudah berjalan, baik itu artificial intelligence, internet of things, big data, cryptocurrency, virtual reality, advanced robotic, semuanya sudah… Sering saya ceritakan, sekarang ini yang namanya membuat rumah itu hanya 24 jam, itu sudah berjalan, bukan akan, sudah. Membuat rumah hanya 24 jam. Terus nanti tukang batu seperti apa? Tukang kayunya seperti apa? Bekerja di mana? Inilah strategi besar yang kita rancang agar kita betul-betul siap dalam menghadapi revolusi industri jilid ke-4 ini.

Jangan sampai kita ketinggalan tapi juga jangan sampai kita pesimis. Kita harus optimis bahwa SDM-SDM Indonesia mampu berkompetisi, mampu bersaing dengan negara-negara lain. Oleh sebab itu, tahun ini segera akan dibangun seribu BLK komunitas di pondok-pondok pesantren. Saya sudah perintah juga kepada Menaker tahun depan minimal tiga ribu BLK-BLK komunitas di pondok-pondok pesantren juga harus terbangun. Tidak ada, tidak ada kesempatan lagi kita untuk berdiskusi atau merancang. Ini harus segera kita laksanakan, strategi besar pembangunan sumber daya manusia.

Kita harus siap dan harus menyiapkan diri sehingga nantinya SDM-SDM premium di negara kita itu semakin banyak, semakin banyak, dan semakin banyak. Baik nantinya dengan scaling, rescaling, maupun  upscaling. Semuanya harus dikerjakan, mulai dari saf yang paling bawah sampai saf yang paling depan. Tidak ada kesempatan lagi kita untuk berpikir, tetapi yang paling penting adalah bertindak.

Yang terakhir, yang berkaitan dengan hoaks, dengan fitnah-fitnah yang akhir-akhir ini, karena memang sebentar lagi adalah hajat besar pileg maupun pilpres di Bulan April. Saya titip ini harus betul-betul direspons dengan baik oleh NU, terutama kalau ada fitnah-fitnah, isu-isu yang dari pintu ke pintu. Sudah dari pintu ke pintu, dari rumah ke rumah. Kalau yang disampaikan kebaikan-kebaikan, ajakan kebaikan silakan tidak apa-apa, tapi kalau yang disampaikan adalah hal-hal yang meresahkan, yang mengkhawatirkan masyarakat, ini yang harus dicegah dan harus direspons. Kita harus berani merespons ini.

Misalnya pemerintah akan melarang azan, logikanya masuk atau enggak masuk. Enggak masuk tapi survei kita sembilan juta lebih masyarakat itu percaya. Ini survei ilmiah lho. Saya sudah berbisik-bisik pada Profesor Kiai Haji Ma’ruf Amin mengenai ini, bagaimana mencegah ini. Pemerintah juga akan melegalkan perkawinan sejenis, apa lagi ini, coba? Kalau hal-hal seperti ini tidak direspons dan kita diam, masyarakat akan termakan. Sekali lagi, survei kita mengatakan sembilan juta lebih masyarakat percaya mengenai itu. Sehingga saya juga harus bicara. Kalau yang percaya hanya 20-30 kita diamkan tidak apa-apa tapi kalau sudah jutaan seperti itu harus direspons dan dijelaskan kepada umat, kepada santri-santri kita, kepada lingkungan-lingkungan kita. Ini adalah sebuah kabar yang menyesatkan, yang berbahaya bagi keutuhan kita berbangsa dan bernegara.

Saya juga ingin menyampaikan, tadi saya lupa mengenai BLK komunitas. Selain BLK komunitas kita juga sedang menyiapkan KIP, Kartu Indonesia Pintar, yang selama ini hanya untuk SD, SMP, SMA, SMK. Kita telah rancang yang namanya KIP Kuliah, KIP tapi untuk kuliah. Nanti keterangan lebih lanjut akan saya jelaskan di lain waktu. Yang pentingkan bahannya dulu.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, siang hari ini saya secara resmi membuka Musyawarah Nasional Alim Ulama dan Konferensi Besar Ulama 2019.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru