Naik Rp400/km, Pemerintah Usulkan Tarif Ojek ‘Online’ Jadi Rp2.000/km

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 29 Maret 2018
Kategori: Berita
Dibaca: 33.841 Kali
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko didampingi Menhub, Menkominfo dan Menaker memberikan keterangan usai rapat soal tarif ojek online, di kantor KSP, Jakarta, Rabu (28/3) sore. (Foto: KSP)

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko didampingi Menhub, Menkominfo dan Menaker memberikan keterangan usai rapat soal tarif ojek online, di kantor KSP, Jakarta, Rabu (28/3) sore. (Foto: KSP)

Pemerintah mengusulkan tarif ojek online adalah Rp. 2.000 per kilometer sudah termasuk dari keuntungan dan biaya jasa, atau naik dari tarif yang berlaku saat ini yaitu sebesar Rp1.600/km. Usulan ini disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi saat rapat Pembahasan Taksi Online dan Ojek Online, di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (28/3) sore.

Rapat Pembahasan Taksi Online dan Ojek Online yang dihadiri oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, Menkominfo Rudiantara, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri dan perwakilan Grab dan Gojek itu merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden Joko Widodo saat menerima perwakilan pengemudi ojek online, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (27/3) lalu.

“Kemenhub memiliki perhitungan harga tarif pokok ojek online sekitar Rp. 1.400-1.500. Dengan keuntungan dan jasanya sehingga tarifnya menjadi Rp. 2.000. Namun Rp. 2.000 itu harus bersih, jangan dipotong menjadi Rp. 1.600 atau berapa,” kata Menhub seraya berharap perusahaan jasa ojek online membahas masalah tersebut secara internal sehingga Senin (2/4) sudah ada keputusan.

Dijelaskan Menhub, dalam rapat tersebut disepakati, bahwa untuk besaran tarif ojek online, penentuan tarifnya adalah hak perusahaan untuk menentukan. Pemerintah tidak boleh menekan dan mengintervensi, karena perusahaan juga memiliki perhitungan tersendiri untuk mengeluarkan seberapa besar tarif per kilometernya.

Bukan Soal Naik Tarif

“Poinnya bukan naik atau tidaknya tarif, tapi yang diinginkan adalah pendapatan dari pengemudi itu dinaikkan. Itu sudah kami sampaikan pesan pengendara ojek ini kepada aplikator. Prinsipnya mereka akan menyesuaikan, besarannya itu mau menjadi berapa, nanti mereka yang akan menghitung lagi,” ujar Moeldoko, Kepala Staf Kepresidenan menambahkan.

Intinya , lanjut Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko,  adalah perusahaan jasa angkutan online siap untuk menaikkan yang diharapkan  proporsional karena mereka itu ingin juga mensejahterakan pengendara ojeknya.

“Besarannya nanti manajemen akan rembukan,” ujar Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.

Moeldoko melanjutkan bahwa usaha antara perusahaan aplikator dan driver ojek online adalah bersifat kemitraan. Sehingga dalam kemitraan itu mesti ada keseimbangan antara kedua belah pihak.

“Saya pikir ini sudah masuk ke dalam manajemen mereka. Karena namanya kemitraan, mesti ada kesepakatan antar mereka. Kita tidak bisa menentukan tarif per kilometernya harus berapa. Maka kesepakatan internal mereka itu harus ada, agar terjadi kepuasan antara sesama,” tambah Moeldoko.

Sementara itu Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri mengatakan akan mencoba mendalami hal ini sesegera mungkin, karena ini terkait dengan penerapan hubungan kerjanya. Bagaimana skema yang diterapkan, sebab menurutnya hal ini masuk kategori non standart form employement.

“Karena ini masuk jenis bisnis yang baru, jadi pada intinya kita ingin memastikan kedua belah pihak dalam posisi yang win-win. Jadi ada perlindungan terhadap tenaga kerjanya pada satu sisi, tetapi juga dari sisi industrinya tetap bisa tumbuh,” kata Hanif. (Humas Kemenhub/ES)

 

Berita Terbaru