Negara Rugi Rp 25 Triliun, Presiden Tugaskan Menko Perekonomian Tindak Lanjuti Temuan BPK

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Desember 2014
Kategori: Berita
Dibaca: 28.890 Kali
Pimpinan BPK seusai diterima Presiden Jokowi di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/12)

Pimpinan BPK seusai diterima Presiden Jokowi di kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/12)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menugaskan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil untuk menindallanjuti temuan yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Ketua BPK Harry Azhar Azis usai bertemu Presiden Jokowi di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (3/11), mengatakan bahwa presiden minta kasus diselesaikan secepat-cepatnya, dan mengharapkan temuan-temuan serupa tidak terjadi lagi setiap tahun.

“Presiden memerintahkan Menko Perekonomian jangan berulang-ualng tiap tahun rekomendasi itu timbul lagi,” kata Azhar Azis.

Menurut Azhar Azis, Presiden Jokowi akan menjadikan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan 2014 sebagai bahan penyusunan RPJMN 2015 – 2019.

Negara Rugi Rp25,74Triliun

Sebelumnya Ketua BPK Harry Azhar Azis mengatakan, BPK menemukan 4.900 kasus pengelolaan keuangan negara yang tidak patuh terhadap ketentuan perundang-undangan, dan mengakibatkan kerugian, potensi kerugian serta kekurangan penerimaan senilai Rp25,74 triliun.

“Rekomendasi BPK terhadap kasus kasus tersebut antara lain berupa penyerahan aset, dan atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan,” kata Ketua BPK Harry Azhar Azis di Gedung DPR di Jakarta, Selasa (2/12).

Harry memaparkan temuan kasus ketidak-patuhan lainnya adalah 2.802 kasus kelemahan administrasi dan 621 kasus senilai Rp5,13 triliun yang disebabkan ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sang entitas pengelola keuangan negara.

“Rekomendasi BPK atas kasus tersebut adalah perbaikan SPI (Sistem Pengendalian Intern) dan atau tindakan administratif dan atau korektif lainnya,” ujar Harry.

Adapun entitas terperiksa, menurut Harry, telah menindaklanjuti temuan ketidakpatuhan yang mengakibatkan kerugian, potensi kerugian, dan kekurangan penerimaan, dengan penyerahan aset, dan, atau penyetoran uang ke kas negara, pemerintah daerah atau perusahaan, senilai Rp6,34 triliun.

Total selama semester I 2014, BPK telah memeriksa 670 objek pemeriksaan, yang terdiri atas 559 objek pemeriksaan keuangan, 16 objek pemeriksaan kinerja, dan 95 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT).

Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa pengelolaan keuangan tahun 2013 atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP), ditambah 86 Laporan Keuangan Kementerian Negara dan Lembaga (KKNL), 456 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) dan 13 Laporan Keuangan (LK) badan lainnya.

Selain itu, ujar Harry, BPK juga melakukan pemeriksaan atas LKPD Kabupaten Kepulauan Aru Tahun Anggara 2012, Laporan Keuangan Perum Produksi Film Negara Than Anggaran 2011 dan 2012.

“Laporan keuangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah sudah mengalami banyak kemajuan yang ditandai dengan perolehan opini yang semakin baik,” katanya.

Pada semester I 2014, BPK juga memeriksa 86 Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL) yang termasuk Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara (LK BUN).

Dalam pemeriksaan itu, kata Harry, BPK memperikan 64 opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 64 LKKL, opini Wajar Dengan Pengecualian atas 19 LKKL, termasuk LK BUN dan opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) pada 3 LKKL.

“Secara umum, kualitas laporan keuangan pemerintah makin meningkat karena makin banyak yang mendapat WTP dari 44 entitas di 2009, menjadi 64 entitas di 2013,” katanya..

Mengenai, LKPD, BPK telah memeriksa 456 LKPD dari 524 pemerintah daerah. Dari pemeriksaan tersebut, perolehan opininya adalah WTP sebanyak 153 LKPD atau sebesar 33,55 persen), WDP sebanyak 276 LKPD (60,52 persen), Tidak Wajar (TW) sebanyak 9 LKPD (1,97 persen) dan TMP sebanyak 18 LKPD (3,94 persen).

Harry mengatakan pada semester I 2014, BPK memprioritaskan pemeriksaannya pada pemeriksaan keuangan karena bersifat “mandatory audit” atau pemeriksaan sesuai mandat konstitusi yang harus dilaksanakan BPK. Namun, kata Harry, BPK tetap tidak mengurangi program pemeriksaan kinerja dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT) yang telah direncanakan. (WID/Ram/ES)

Berita Terbaru