Panen Raya Jagung, 1 Maret 2019, di Botuwombato, Kwandang, Kabupaten Gorontalo Utara, dan Di Motilango, Tibawa, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo
Bismillahirahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Bapak Gubernur beserta Ibu, Bapak Wali Kota, Pak Bupati,
Yang saya hormati Pak Wakil Gubernur, seluruh Forkopimda yang hadir,
Serta Bapak-Ibu sekalian para petani di Provinsi Gorontalo yang saya cintai, yang saya banggakan.
Tadi sebetulnya saya mau bercerita mengenai program tapi sudah diceritakan semua sama Pak Gubernur, jadi sudah habis. Ya, itu tadi yang sudah disampaikan Pak Gubernur itu kira-kira.
Tapi yang ingin saya angkat adalah, yang pertama pembangunan Waduk Bulango Ulu. Ini sebuah waduk yang besar yang kita harapkan nanti airnya bisa mengairi sawah dan kebun-kebun yang ada di provinsi ini. Sudah dilelang Rp2,2 triliun rupiah, bukan juta lho, bukan miliar, trilliun. 2,2 triliun itu kalau dimiliarkan berarti 2.200 miliar. Kalau dijutakan berapa itu, sudah enggak usah dihitung, enggak usah dihitung, pusing kita nanti. Yang paling penting waduknya nanti segera dikerjakan dan bisa diselesaikan.
Kemudian yang paling penting, ini urusan jagung tadi, Pak Gubernur sudah menyampaikan sebelumnya produksi jagung di Provinsi Gorontalo sebesar 650.000 ton, sekarang sudah mencapai 1,7 juta ton, jadi 1.700.000 ton, banyak sekali. Apa yang terjadi kalau produksinya ini semakin banyak? Suplainya akan semakin banyak, produksinya semakin banyak, harganya pasti turun. Ya, itu sudah hukum ekonomi. Tadi ada petani yang menyampaikan ke saya, “Pak, sekarang harganya Rp3.100.” “Terus maunya berapa?” “Maunya yang tinggi, Pak.” Ya, semua petani mintanya yang tinggi kan.
Tapi kalau, sekali lagi, kalau produksinya melimpah, suplainya banyak, pasti harganya turun, itu teori ekonomi seperti itu. Ada permintaan, ada suplai, kalau suplainya banyak, permintaannya tetap, berarti harganya turun otomatis. Kalau permintaannya banyak ya kan, suplainya sedikit pasti harganya naik tinggi. Itu sudah teori ekonomi, teori ekonominya seperti itu.
Yang paling penting, menurut saya, per hektarnya ini produksinya harus tambah. Kalau sekarang per hektar berapa ton? Delapan sampai sembilan ton ya kan, ya bisa dinaikkan lagi menjadi sepuluh, lha keuntungannya di situ, memang seperti itu.
Ini ada petani jagung tunjuk jari! Siapa yang petani jagung tunjuk jari? Petani jagung tunjuk jari! Ya, tahu ini berarti petani semua. Sebentar, petani tunjuk jari! Ada yang ingin maju tunjuk jari! Tapi jangan minta sepeda, maju tapi jangan minta sepeda. Coba tunjuk jari! Pak, silakan maju, Bapak. Ya, maju Pak. Tadi tunjuk jari kok. Ini, iya, belakangnya, belakangnya, iya maju, iya.
Ada Ibu-ibu? Yang petani jagung Ibu-ibu? Ada? Mana? Petani jagung Ibu-ibu? Benar? Ya, boleh maju sini. Ya, maju. Ya yang ini, ini, ini. Ya, yang itu yang mau maju itu. Ya, oke. Sini, sini, sini, sini. Sudah. Ya, maju.
Siapa lagi yang petani jagung? Siapa lagi yang petani jagung? Tunjuk jari yang petani jagung! Sebentar, sebentar, sebentar. Petani milenial, sudah maju. Ya, sudah.
Ya, sekarang Bapak dulu dikenalkan namanya. Nama?
(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Petani Jagung)
Mang Jone (Petani Jagung)
(Jone memiliki lahan jagung seluas satu hektare.)
Femi Hasan (Petani Jagung)
(Femi memiliki lahan jagung seluas satu hektare dengan kapasitas produksi tujuh ton. Jagung tersebut dijual ke pengumpul seharga Rp2.700 per kilogram untuk jagung basah atau Rp3.100 untuk jagung kering). Biaya produksi yang dikeluarkan Femi untuk satu hektare lahan sekitar Rp6.500.000. Femi membeli bibit jagung di Desa Motilango.)
Presiden Republik Indonesia
Enam juta setengah, enam juta setengah, enam juta setengah. Kalau satu hektare berapa tadi, tujuh ton? Tujuh ton kali tiga ribu berarti 21 juta, berarti untungnya gede dong? Iya dong, untungnya gede. 21 juta iya kan, ongkos produksinya hanya enam juta, iya kan? Enam juta. Berarti untungnya 15 juta, gede banget.
Ilyas Lamato (Petani Jagung)
(Ilyas memiliki lahan jagung seluas satu hektare dengan kapasitas produksi 8,5-9 ton. Ilyas menggunakan bibit komoditas Bisi dan ia berharap agar Gorontalo hanya diberikan bibit tersebut karena bibit tersebut sangat cocok dengan daerah Gorontalo. Ilyas juga menyampaikan keberhasilan panen di Gorontalo selain ditopang dengan bibit juga karena adanya pendampingan dari penyuluh dan Babinsa. Selain itu, Ilyas juga meminta agar pupuk untuk para petani dapat disalurkan melalui BUMDes, sehingga dapat memperpendek pelayanan dan bisa diperoleh dengan cara berutang.)
Presiden Republik Indonesia
Begitu, oke. Enggak ini biar dicatat oleh Pak Menteri Pertanian. Urusan pertanian ada menterinya Pak Amran Sulaiman. Nih Pak Menteri, oke, tadi urusan benih yang Bisi tadi sama urusan pupuk tolong dicatat. Penting sekali karena kita ingin meningkatkan produksi per hektare dari jagung-jagung yang kita tanam. Iya.
Ada lagi yang disampaikan Pak? Ada yang mau disampaikan? Enggak? Enggak, enggak apa-apa. Enggak? Enggak apa-apa. Ibu mau disampaikan? Ada yang mau disampaikan? Ndak? Saya kira tadi jelas sekali yang disampaikan Pak Ilyas, sudah jelas. Sudah saya tangkap semuanya keinginan-keinginan itu. Oke.
Oke. Sebentar, karena biasanya kalau saya ajak maju ini biasanya kan biasa saya beri sepeda, benar ndak? Tapi ini karena mau pilpres tidak boleh ngasih sepeda, dilarang oleh KPU sama Bawaslu. Sudah, sekarang saya beri foto saja. Ini. Kelihatannya kok enggak senang gitu dikasih foto. Ini Bu. Ini ya, foto ini kalau ditukar sepeda bisa dapat sepuluh sepeda lebih itu, karena bukan fotonya tapi ini ada tulisannya, albumnya ada tulisannya ‘Istana Presiden Republik Indonesia’, ini. Ini Pak Ilyas, sudah terima. Sudah. Terima kasih. Terima kasih. Ya, silakan kembali, ya. Tadi enggak jawab tapi dapat foto album. Sudah.
Baiklah Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, kita ingin produksi ini semakin banyak tetapi juga ingin membuat harga itu jangan sampai drop, turun. Oleh sebab itu, saya setuju tadi Pak Gubernur menyampaikan bahwa kalau ada kelebihan produksi itu jangan semuanya masuk ke pasar di dalam negeri tapi juga ada sebagian yang harus kita ekspor. Untuk apa? Agar harga ini stabil pada posisi yang baik dan menguntungkan. Kalau produksinya nanti semakin banyak dan kita tidak bisa menjualnya ke luar, harganya akan jatuh, rata-rata seperti itu.
Contoh menanam cabai, harga cabai tinggi, semua petani menanam cabai semua, menanam semua. Begitu panen membludak produksinya, banyak cabai, harganya jatuh. Jatuh bareng-bareng, rugi bareng-bareng. Ini yang harus kita jaga, ini yang harus kita jaga. Karena kalau harga tinggi, misalnya cabai harga tinggi, Ibu-ibu pasti semuanya mengeluh harga tinggi. Tetapi kalau harga jatuh, murah, petaninya juga yang teriak-teriak. Pemerintah menjaga ini tidak gampang, tidak mudah.
Termasuk jagung, jagung saya ingat 2014 akhir, harga jagung saat itu saya ke Dompu di NTB, saya ke NTB panen jagung di sana. Banyak petani marah-marah kepada saya. Saya baru jadi Presiden tiga bulan dimarahi sama petani. Ini ada apa ini, saya kan masih, ada apa? “Pak harga jagung Pak, sekarang 1.400-1.600 Pak, kami rugi semuanya.” Di Dompu, di NTB, di tengah kebun jagung, pertemuan seperti ini juga, saya dimarah-marahi. Enggak apa-apa, saya dengarkan, kemudian saya lihat apa ini penyebabnya. Kemudian kita buat yang namanya perpres, peraturan presiden, sehingga harga terdongkrak menjadi di atas 2.700 saat itu, langsung bisa naik.
Tapi, juga sekali lagi, kalau suplainya terlalu banyak dan kita tidak bisa membuang sebagian produksi itu keluar, ya harga bisa jatuh lagi. Inilah sulitnya karena yang berproduksi itu tidak hanya di Gorontalo, ada di Gorontalo, ada di Nusa Tenggara Barat, ada di Jawa Timur, ada di Jawa Tengah, ada di Jawa Barat, ada di Sumatra, semuanya menanam jagung. Pemerintah ini mengendalikannya juga tidak mudah, tidak gampang.
Dan, kita patut bersyukur bahwa empat tahun yang lalu kita impor jagung, impor jagung kita tiga setengah juta ton, impor kita dulu tiga setengah juta ton, sekarang ini kita impor kita hanya kecil sekali. Di 2018 kemarin 180.000 ton, kecil sekali, karena sudah bisa disuplai dari produksi para petani jagung. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang baik ini saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya karena Indonesia kita tidak tergantung lagi kepada jagung-jagung impor dari luar negeri. Dulu impor kita tiga setengah juta ton, gede sekali. Sekarang sudah bisa disuplai hampir semuanya dari dalam negeri yaitu dari produksi jagung Bapak-Ibu sekalian, utamanya di Provinsi Gorontalo ini.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Nanti akan kita koreksi apa yang harus kita kerjakan, apa yang kita lakukan dalam rangka memperbaiki produktivitas jagung kita sehingga kesejahteraan petani akan semakin meningkat.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.