Paparan di Depan Komisi II DPR RI, Kanwil BPN Kepri Sepanjang 2017 Selesaikan Prona 12.237

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 30 Oktober 2017
Kategori: Nusantara
Dibaca: 9.171 Kali
Wakil Ketua Komisi II DPR RI sedang memimpin kunker bertemu dengan Kanwil BPN Provinsi Kepri, di i Hotel Baloi, Kota Batam, Senin (30/10) pagi. (Foto: Edi N/Humas)

Wakil Ketua Komisi II DPR RI sedang memimpin kunker bertemu dengan Kanwil BPN Provinsi Kepri, di i Hotel Baloi, Kota Batam, Senin (30/10) pagi. (Foto: Edi N/Humas)

Mengawali kunjungan kerja (kunker) masa persidangan I tahun 2017-2018 ke Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) melaksanakan pertemuan dengan jajaran pegawai dan pimpinan Kantor Wilayah (kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Hotel Baloi, Kota Batam, Senin (30/10) pagi.

Ahmad Riza Patria, selaku Wakil Ketua Komisi II dan Ketua Tim Kunker Komisi II, dalam kesempatan ini mempertanyakan  bahwapenyelesaian masalah sengketa tanah dan berbagai permasalahan yang dihadapi dengan perubahan nomenklatur struktur kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/BPN serta solusi yang telah dilakukan oleh Kanwil BPN Kepri.

Kepala Bagian Tata Usaha Kanwil BPN Provinsi Kepri, Muhammad Ramzil, mewakili Kepala Kanwil menyampaikan, bahwa pegawai di Kanwil BPN Kepri berjumlah 211 orang, dan untuk membantu pekerjaan maka ditambah pegawai tidak tetap sebanyak 192 orang.

Terkait Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), lanjut Ramzil, mencapai Rp22.204.870.000 miliar dari target sebanyak Rp24.227.700.000 miliar atau sekitar 91,65% pada tahun 2015. Sebelumnya, pada tahun 2016, target sebanyak dari target PNBP sebanyak Rp21.547.530.000 miliar tercapai Rp21.153.300.000 miliar atau sebesar 98,17 persen. Sedangkan, tahun 2017 baru tercapai 64,11% dari target sebesar 24.903.480.000 miliar dan baru tercapai 15.964.920.000 miliar.

“Biasanya masyarakat melakukan pembayaran pembiayaan tanah namun karena kebijakan tahun ini berbeda maka ada penurunan PNBP,” tambah Ramzil.

Soal sengketa tanah, Ramzil menyampaikan adanya sengketa di Tanjung Pinang yang hingga hari ini belum selesai karena masih banyak masyarakat yang menduduki. Ia juga menambahkan, adanya sengketa di Natuna terkait tanah transmigrasi karena banyak yang pergi dan tanahnya diperjualbelikan di bawah tangan.

“Di Natuna ada lahan garapan masyarakat mencapai 100 hektar dan di dalamnya juga ada alokasi untuk pengelolaan perusahaan termasuk kelapa sawit. Ini juga menjadi beban bagi pemda di sana,” tambah Ramzil.

Untuk kegiatan PRONA tahun 2017 di Kepri, lanjut Ramzil, target fisik sebanyak 44.000 dengan anggaran Rp24.926.000.000 dan yang dapat diselesaikan sebanyak 12.237 dengan serapan anggaran Rp5.086.681.200 berdasarkan data per 24 Oktober 2017.

Albiferi, Kepala Kantor BPN Tanjung Pinang, menyampaikan bahwa masalah tanah di Tanjung Pinang paling tinggi. Ia menambahkan bahwa hak sertifikat paling banyak ada di Tanjung Pinang.

“Permasalahan tanah di Dompak tidak ada gugatan secara peradilan perdata. Sudah ada solusi yang ada memberikan langkah penyelesaian namun belum seluruhnya clean and clear,” lanjut Albiferi.

Hal kedua, lanjut Albiferi, masalah yang ada adalah sertifikasi dan tumpang tindih yang mesti diselesaikan secara menyeluruh. Ia sampaikan masalah tanah di Tanjung Pinang belum sampai tingkat konflik yang tinggi.

Adapun Kepala Kantor BPN Kota Batam menyampaikan hak penguasaan lahan ini ada yang diberikan kepada pengusaha, instansi pemerintah dan pemukiman. Ia menambahkan kesulitannya adalah penguasaan lahan bagi pemukiman yang sering bergantian kepemilikan.

“Penguasaan lahan harus dibagi 3 agar tidak disamakan yang untuk jasa industri perdagangan dan instansi pemerintah serta permukiman,” tambah Kepala BPN Kota Batam.

Untuk kapling 68 ribu bidang, menurut Kepala BPN Kota Batam, agar diambil langkah pemutihan dan dicatat hak-hak agar tidak ada pengalihan di bawah tanah.

Diskusi tentang Pertanahan 

Sementara itu, Chairul Anwar dari FPKS menyampaikan bahwa beban masyarakat di Kota Batam terkait pajak dan investasi bagi pengusaha. Ia juga menanyakan mengenai Natuna dengan tanah yang ditinggalkan para transmigran.

Sedangkan, Rambe Kamarul Zaman dari FPG menyampaikan permasalahan kota Batam sejak tahun 2002 dan mengatur lebih lanjut kendala tersebut. Untuk itu, Rambe mengusulkan bahwa adanya jawaban tertulis yang jelas agar setelah pertemuan kali ini Komisi II dapat menyurati kementerian terkait agar penyelesaian sengketa pertanahan dapat segera selesai.

Mengenai permasalahan tanah, Henry Yosodiningrat (FPDIP) menyampaikan bahwa ketika ada masalah pertanahan yang berkaitan dengan politik harus jelas siapa yang melakukan.  Siti Sarwindah (FPAN) sampaikan bahwa penyelesaian masalah tanah ini perlu dilakukan dengan otonomi khusus dengan peraturan perundangan.

Tabrani Maamun (FPG) menyampaikan jika ada penambahan tambahan anggaran untuk sertifikasi tanah khawatir tidak tercapai.

Saat memberikan jawaban, Kepala Kantor BPN Kota menyampaikan bahwa salah satu solusi yang ditawarkan adalah meng-enclave tanah tersebut. Ia menambahkan untuk hunian sudah ditawarkan dengan pendekatan perumahan sehingga dapat dimiliki masyarakat.

Dalam kunjungan kali ini hadir dari Komisi II DPR RI diantaranya Ahmad Riza Patria (F-Gerindra), Henry Yosodiningrat (FPDIP), Agus Susanto (FPDIP), Tabrani Maamun (FPG), Rambe Kamarul Zaman (FPG), Chairul Anwar (FPKS), Ahmad Baidowi (FPPP), Agus Susanto (PDIP), dan Siti Sarwindah (FPAN).

Pertemuan tersebut turut dihadiri oleh La Ode Ida Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Asdep Bidang ESDM Setkab Hamidi Rahmat, Asdep Humas dan Protokol Setkab Al Furkon Setiawan, dan Indra Asdep Hubungan Kelembagaan dan Daerah Setneg serta perwakilan mitra kerja Komisi II DPR RI lainnya. (EN/AS/ES)

Nusantara Terbaru