Peluang dan Tantangan dalam Pemanfaatan Keanggotaan Indonesia pada Organisasi Internasional
Oleh: Dr. Johar Arifin, S.IP., M.P.M. (Asisten Deputi Bidang Hubungan Internasional, Sekretariat Kabinet)
Kebijakan pemanfaatan keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional pada dasarnya diarahkan untuk mendukung pelaksanaan diplomasi Indonesia dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia. Selain itu, keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional merupakan salah satu perwujudan diplomasi multilateral dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif sebagaimana amanat Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri serta dapat ditujukan untuk meningkatkan peran kepemimpinan Indonesia di pentas global dalam melaksanakan ketertiban dunia untuk mendukung kepentingan nasional Indonesia.
Keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional dapat dimanfaatkan sebagai peluang kerja sama internasional di berbagai bidang. Di samping peluang tersebut, banyak juga tantangan yang harus dihadapi, apalagi setelah meningkatnya ketidakpastian global (global uncertainty). Dalam tulisan ini disampaikan deskripsi mengenai peluang dan tantangan pemanfaatan keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional serta strategi untuk mengoptimalkan pemanfaatannya dalam rangka mencapai kepentingan nasional Indonesia.
Peluang
Keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional membuka berbagai peluang, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Peluang yang bersifat internal dapat dimanfaatkan melalui implementasi agreement, kerja sama penguatan kapasitas teknis maupun manajerial, pembiayaan pembangunan menggunakan hibah dan pinjaman, termasuk mekanisme pendanaan program yang inovatif misalnya blended finance dalam pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Indonesia dapat memanfaatkan organisasi internasional, terutama yang dikategorikan sebagai Lembaga Keuangan Internasional (LKI), sebagai sarana bagi penempatan investasi pemerintah melalui pengalokasian sejumlah dana dan/atau barang dalam jangka panjang, serta investasi pembelian surat berharga dan investasi langsung guna memperoleh manfaat ekonomi, sosial, atau manfaat lainnya. Nilai Investasi Pemerintah pada LKI, berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sampai dengan 31 Desember 2020 secara akumulasi tercatat sebesar lebih dari Rp28,2 triliun.
Beberapa peluang dari LKI yang dapat dimanfaatkan Indonesia mencakup dukungan atau akses terhadap technical assistant, knowledge center, penempatan WNI di jabatan strategis LKI, dan pembiayaan, khususnya pada masa pandemi. Selama pandemi, dukungan untuk penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi di Indonesia senilai total 4,2 miliar Dolar Amerika Serikat (AS) yang disalurkan oleh Asian Development Bank (ADB), The World Bank Group, dan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB).
Keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional juga dapat menjadi sarana untuk mendukung transformasi ekonomi di dalam negeri dengan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada sektor potensial, meningkatkan struktur perekonomian berbasis nilai tambah tinggi, dan meningkatkan produktivitas perekonomian berbasis inovasi dan high-skilled.
Selain itu, keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional dapat memberikan pengaruh dan peluang yang bersifat eksternal, khususnya dalam menyuarakan kepentingan nasional dan memainkan peran sebagai: Agenda-setter untuk menyuarakan aspirasi dan mengarahkan isu; Norm-setter untuk mendorong tata kelola hubungan antarnegara berdasarkan aturan dan norma; Bridge-builder untuk menjembatani perbedaan antaranggota yang berbeda kepentingan dan budaya; dan Peace-maker untuk mengupayakan perdamaian antarnegara anggota maupun antarnegara dalam sistem internasional.
Peran tersebut juga dapat dimanfaatkan dan diarahkan untuk memperbaiki posisi Indonesia dalam pemeringkatan pembangunan secara global. Peringkat global Indonesia pada tahun 2020 antara lain: Global Democracy Index (peringkat 64 dari 167 negara), Sustainable Development Goals (SDGs) Index (posisi 101 dari 193 negara), Human Development Index /HDI (posisi 107 dari 189 negara), Commitment to Development Index/CDI (posisi 34 dari 40 negara) dan lain-lain.
Tantangan
Keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional juga menghadapi berbagai tantangan dalam memaksimalkan pemanfaatannya. Secara internal, tantangan pemanfaatan keanggotaan masih berputar pada permasalahan kerja sama dan koordinasi antar kementerian/lembaga terkait, terutama yang berhubungan dengan hambatan struktural dan proses birokrasi serta pemenuhan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019 tentang Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional.
Pemerintah Indonesia juga masih menghadapi tantangan dalam pemenuhan kewajiban kontribusi keanggotaan Indonesia. Di masa pandemi, fokus terhadap kewajiban tersebut menjadi terbatas sehingga ruang pemberian komitmen kontribusi pun semakin mengecil. Aspek penganggaran bagi pembayaran kontribusi diperkirakan akan terus menjadi isu penting dalam beberapa tahun mendatang. Kementerian/lembaga perlu mengantisipasi sekiranya terjadinya penundaan pembayaraan dan meminimalisir dampak kerugian atau kehilangan sebagian hak-hak keanggotaan pada organisasi internasional.
Sementara itu, pemanfaatan keanggotaan pada organisasi internasional juga menghadapi tantangan bersifat eksternal yakni adanya berbagai faktor seperti perubahan politik regional dan global, kondisi makro ekonomi, termasuk krisis ekonomi regional dan global yang mengarah pada tingginya ketidakpastian global (global uncertainty), serta kompleksitas ketidakseimbangan posisi dan kekuasaan negara-negara dalam sistem internasional.
Penguatan posisi Indonesia dalam menghadapi persaingan kepentingan dimaksud menjadi sangat penting dalam upaya memaksimalkan manfaat organisasi internasional dalam pencapaian kepentingan nasional.
Strategi Pemanfaatan Organisasi Internasional
Secara umum, Indonesia perlu terus mempertahankan keterlibatannya dalam berbagai organisasi internasional sebagai bagian dari perwujudan diplomasi multilateral dan pelaksanaan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Namun demikian dalam mengoptimalkan pemanfaatannya, Pemerintah perlu merumuskan suatu strategi dan/atau blueprint dalam memanfaatkan keanggotaan Indonesia, termasuk perumusan peran Indonesia pada organisasi internasional, melalui penggunaan pendekatan terintegrasi, sehingga di masa mendatang dapat menjadi acuan arah kebijakan bagi keterlibatan kementerian/lembaga dalam organisasi internasional.
Pada tataran teknis pelaksanaan, pemerintah juga perlu melakukan, antara lain:
1. Perbaikan dan peningkatan kualitas koordinasi antar kementerian/lembaga mengingat isu-isu yang dibahas pada suatu organisasi internasional seringkali bersifat lintas sektor.
2. Penajaman prioritas, target, dan strategi dengan menempatkan kepentingan nasional sebagai dasar kebijakan keterlibatan Instansi Penjuru pada organisasi internasional.
3. Penguatan kapasitas diplomasi, substansi dan teknis para aparatur Indonesia sehingga dapat mendikte ide-ide dan regulasi-regulasi pada organisasi internasional agar selaras dengan kepentingan Indonesia.
4. Pembangunan jejaring atau networking pada tingkat teknis dengan negara-negara yang berpandangan sama untuk meningkatkan daya tawar dalam menghadapi persaingan kepentingan antara negara besar.
5. Pengembangan alternatif strategi untuk menyikapi tantangan dalam aspek anggaran, terutama untuk pembayaran kontribusi keanggotaan, mengingat penundaan atau penghentian pembayaran yang dapat berpengaruh pada kehilangan hak suara, hak pemanfaatan program, dan sebagainya.
Hal-hal strategis yang perlu menjadi fokus perhatian pemerintah dalam memanfaatkan organisasi internasional di masa mendatang, antara lain:
1. Penempatan perwakilan Indonesia pada posisi pimpinan dan manajemen dalam struktur organisasi internasional sehingga Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih kuat dalam mempengaruhi proses rule-making, rule-adjudication, dan rule-supervision. Saat ini tercatat hanya ada 24 posisi strategis pada organisasi internasional yang diisi oleh warga negara Indonesia (WNI), dengan total hanya sekitar 600 WNI yang tercatat bekerja pada organisasi internasional, persentase ini sangat sedikit dan perlu ditingkatkan.
2. Peningkatan kapasitas leadership, kemampuan negosiasi, dan penguasaan substansi, serta pembentukan epistemic community dan think tank pada tingkat kementerian/lembaga agar dapat mengoptimalkan potensi knowledge sharing, financial assistance, capacity building, dan technical assistance and cooperation.
3. Penjajakan ketuanrumahan Indonesia pada pertemuan-pertemuan dan lokasi kesekretariatan organisasi internasional.
4. Penjajakan pemanfaatan peluang kerja sama terkait pengadaan barang dan jasa pada organisasi internasional, khususnya yang ada pada sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengingat potensi nilai sektor pengadaan barang dan jasa di PBB tahun 2020 terhitung sangat besar, mencapai 22,3 miliar Dolar AS.
Kementerian/lembaga perlu memanfaatkan organisasi internasional untuk mendorong terwujudnya peningkatan peran Indonesia dalam pergaulan dunia internasional. Peran Indonesia tersebut dapat dilakukan melalui: penguatan dan promosi identitas nasional; penguatan posisi Indonesia sebagai negara demokratis besar; peningkatan kepemimpinan dan kontribusi Indonesia dalam mewujudkan tatanan dunia yang lebih adil dan damai; menjaga kemandirian nasional dalam konstelasi politik global; dan peningkatan investasi di luar negeri.
Kementerian/lembaga juga diharapkan tidak terlampau fokus pada pemanfaatan yang bersifat teknis saja, namun perlu cermat memanfaatkan potensi multiplier effect yang ada serta mengedepankan semangat kebersamaan dengan mensinergikan kepentingan dan menurunkan ego sektoral untuk mengoptimalkan peran Indonesia pada organisasi internasional dan memastikan Indonesia tidak kalah dalam persaingan global yang semakin kompetitif.
Sementara itu, peran Kelompok Kerja Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional (Pokja KKOI) yang dikoordinasikan Kementerian Luar Negeri juga perlu diarahkan untuk menghindari praktik business as usual agar amanat efisiensi anggaran dan optimalisasi manfaat dari Peraturan Presiden Nomor 30 Tahun 2019 tentang Keanggotaan dan Kontribusi Indonesia pada Organisasi Internasional, dapat dijalankan. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan penyelarasan mindset melalui koordinasi yang berkelanjutan antara tim Pokja KKOI dan unit pengelolaan organisasi internasional di masing-masing Instansi Penjuru, termasuk melalui pelaporan rutin kinerja Indonesia pada organisasi internasional.
Pokja KKOI juga perlu untuk melakukan kegiatan evaluasi menyeluruh terhadap keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional secara lebih terkoordinir dengan melibatkan seluruh kementerian/lembaga, baik yang menjadi Instansi Penjuru keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional induk maupun Instansi Penjuru yang mengelola badan subsider dibawah organisasi internasional tersebut. Dengan evaluasi menyeluruh, pemanfaatannya dapat termonitor dengan baik dan sinergi dalam implementasi program-programnya dapat berjalan optimal. Dengan demikian, diharapkan upaya efisiensi anggaran kontribusi pada organisasi internasional dapat berjalan sebagaimana arahan Presiden.
Sesuai Arahan Presiden pada Rapat Terbatas tanggal 22 Desember 2016, pemerintah harus tegas melihat dan mempertimbangkan hasil evaluasi dimaksud, apabila dirasakan tidak bermanfaat, perlu adanya penarikan keikutsertaan Indonesia pada organisasi internasional.
Menyikapi hal tersebut, pemerintah dan kementerian/lembaga yang berperan selaku instansi penjuru keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional hendaknya dapat memanfaatkan peluang dengan sebaik-baiknya dan cermat menghadapi tantangan dengan melakukan langkah-langkah yang konkret, strategis, terintegrasi dan berkelanjutan untuk mengoptimalkan pemanfaatan keanggotaan Indonesia pada organisasi internasional menuju terwujudnya kepentingan nasional Indonesia.
—oOo—