Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia, di Rumoh Geudong, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, 27 Juni 2023
Sambutan Presiden Joko Widodo pada Peluncuran Program Pelaksanaan Rekomendasi Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia, 27 Juni 2023
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati Menko Polhukam beserta seluruh Menteri Kabinet Indonesia Maju serta seluruh ketua dan kepala lembaga, Panglima TNI, Kapolri, Gubernur Aceh beserta seluruh Forkopimda Aceh, bupati dan wali kota yang hadir dari Pidie, Aceh Utara, Aceh Selatan.
Bapak-Ibu hadirin dan undangan yang hadir secara fisik maupun virtual, khususnya para korban dan atau ahli waris korban yang saya hormati.
Pada hari ini kita berkumpul secara langsung maupun virtual di Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh ini untuk memulihkan luka bangsa akibat pelanggaran HAM berat masa lalu yang meninggalkan beban yang berat bagi para korban dan keluarga korban. Karena itu, luka ini harus segera dipulihkan agar kita mampu bergerak maju. Dan pada awal bulan Januari yang lalu, saya telah memutuskan bahwa pemerintah menempuh penyelesaian non-yudisial yang fokus pada pemulihan hak-hak korban tanpa menegasikan mekanisme yudisial.
Dan hari ini kita bersyukur, alhamdulillah bisa mulai direalisasikan pemulihan hak-hak korban pelanggaran HAM yang berat di 12 peristiwa, yang sekaligus menandai komitmen bersama untuk melakukan upaya-upaya pencegahan agar hal serupa tidak akan pernah terulang kembali di masa-masa yang akan datang.
Saya mendapatkan laporan dari Bapak Menko Polhukam bahwa korban dan keluarga korban di Aceh telah mulai mendapatkan pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan keterampilan kerja, jaminan hak untuk kesehatan, jaminan keluarga harapan dan perbaikan tempat tinggal, serta pembangunan fasilitas-fasilitas lainnya.
Untuk itu, saya minta maju ke depan tadi yang mendapatkan beasiswa.
Dekat-dekat sini, enggak usah takut. Ya dikenalkan nama.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Perkenalkan saya Akbar Maulana.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Akbar Maulana, panggilannya Maulana atau Akbar?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Akbar.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Panggilannya Akbar. Akbar sekarang kelas berapa?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Kelas 2 SMK.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kelas 2 SMA?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
SMK.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dua SMK, kelas 2 SMK di Pidie?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Di Nisam, Aceh Utara, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh di Nisam, Aceh Utara. Oh di Nisam, Aceh Utara. Bisa menceritakan sedikit peristiwa yang ada? Entah dari cerita orang tua atau cerita dari tetangga.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Cerita tentang di Simpang KKA?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Iya, cerita mengenai peristiwa di Simpang KKA. Oh ini peristiwanya yang Simpang KKA. Ya silakan sedikit saja apa yang Akbar tahu.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ya waktu itu ayah saya lagi pulang sekolah.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ayah baru pulang sekolah.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Baru masa sekolah, masih muda.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh masih muda, masih sekolah. Terus, kelas berapa itu?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Enggak tahu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke, terus? Pulang sekolah, SMA/SMK atau masih…?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
SMA.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pulang sekolah, terus?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ada ramai-ramai di depan pintu masuk Simpang KKA.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ada ramai-ramai di pintu masuk Simpang KKA, iya.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ayah saya..
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pergi ayah Akbar ke… Ngapain pergi ke sana?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Kan ramai-ramai, ikut.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ramai-ramai ikut, gitu aja?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Penasaran, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Penasaran, gitu, terus? Ini yang cerita seperti ini siapa yang memberitahu?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Bapak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke, terus?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ya ditembak dia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ketembak di situ?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Iya, terus? Akbar lahir? Gimana, ceritanya gimana?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Tiarap Bapak saya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tiarap, terus?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Enggak tahu lagi.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Terus?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Kan enggak semua dicerita, gimana tahu saya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tidak semua diceritakan sehingga enggak tahu.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Berarti peristiwa ini sudah berapa tahun? Akbar saat itu?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Belum lahir.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh belum lahir. Sebentar-sebentar, yang ikut dalam peristiwa itu Bapaknya Akbar?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya, bapak. Waktu masa sekolahnya bapak, bukan saya, waktu bapak masih muda.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Masih muda.
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kok belum lahir?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Belum.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bapaknya belum nikah?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Belum.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke, oke, sudah. Terus ini dapat beasiswa apa ini?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Beasiswa sama jaminan Kartu Indonesia Sehat.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Iya, beasiswa untuk sekolah di SMK plus universitas?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Universitas juga?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ya, masuk.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Iya?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Saya kan belum ngecek ini apa dapatnya apa, beasiswa SMK dan universitas. Karena Pak Menterinya enggak ada, jadi enggak bisa tanya. Pak Menko betul? Betul? Iya clear. Apa yang ingin Akbar sampaikan di majelis ini? enggak ada?
Akbar Maulana (Keluarga Korban Pelanggaran Berat HAM)
Enggak tahu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Enggak tahu, ya sudah. Selamat ya, sudah. Makasih Akbar, makasih, makasih. Saya masih belum nangkap.
Kemudian pada siang hari ini juga hadir dua orang dari Rusia dan juga dari Ceko, yaitu Bapak Suryo Martono ini dari Ceko dan juga Bapak Sudaryanto Priyono dari Rusia. Boleh naik ke panggung, Pak. Beliau ini datang jauh dari Ceko dan dari Rusia. Yang saya tangkap, saya belum berbicara dengan beliau-beliau ini banyak, baru ketemu di sini, yang saya tangkap saat itu ada beasiswa untuk para mahasiswa, betul Pak?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya betul.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dan dikirimkan dari Indonesia ke Rusia maupun ke Ceko, kemudian ada peristiwa ‘65, beliau-beliau ini tidak bisa kembali ke Indonesia. Bayangkan, masih mahasiswa. Mungkin Pak Suryo Martono bisa bercerita pendek.
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya pada waktu 30 September ‘65 terjadi sesuatu peristiwa di Indonesia yang menyangkut adanya kudeta di Indonesia dan apa yang kita terima adalah bahwa kudeta itu didalangi oleh Bung Karno. Dan buat saya pribadi itu sangat tidak masuk akal, sebab Bung Karno waktu itu sudah menjadi presiden dan dengan kedudukan yang kuat.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Suryo saat itu umur berapa?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Waktu itu umur 22 [tahun].
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Umur 22 menjadi mahasiswa di mana?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Di Ceko.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Universitas di Ceko.
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya, itu sekolah tinggi ekonomi.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sekolah tinggi ekonomi di Ceko atas beasiswa dari negara?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Dari negara lewat Kementerian PTIP (Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan).
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dikirim oleh negara lewat PTIP atas semuanya biaya negara.
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya, dengan perjanjian bahwa nanti setelah kita lulus harus bekerja untuk negara paling tidak selama tiga tahun.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh memakai ikatan dinas, harus bekerja untuk negara selama tiga tahun, tetapi karena peristiwa ‘65 Bapak tidak bisa kembali?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya tidak bisa kembali.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tidak bisa kembali atau takut kembali?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Tidak bisa kembali karena saya dicabut paspor, saya dan 16 teman-teman di PPI Cekoslowakia waktu itu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dicabut semua paspornya?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Dicabut semua karena tidak mau menandatangani persetujuan atas terbentuknya pemerintahan yang baru.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kemudian Pak Suryo Martono sekarang umur berapa? Dulu umur 22 sekarang umur berapa?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
80 [tahun].
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
80?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ya, bulan Desember.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kelihatan masih 40 [tahun].
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Terima kasih. Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Sudaryanto dulu juga sama dikirim oleh negara dari beasiswa?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Saya dikirim oleh Departemen Koperasi dan Transmigrasi Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dikirim oleh Departemen Koperasi.
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Kemudian menjadi mahasiswa di Institut Koperasi Moskow.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sekolah di Institut Koperasi Moskow.
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya, atas beasiswa Pemerintah Uni Soviet.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh yang memberikan beasiswa Pemerintah Soviet?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke, terus?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Terus setelah terjadi peristiwa ‘65 karena saya juga tidak memenuhi syarat screening, waktu itu dilakukan, karena di sana ada poin bahwa harus mengutuk Bung Karno. Jadi langsung tidak saya terima. Dan akhirnya dalam seminggu sesudahnya saya menerima surat pemberitahuan bahwa paspor saya sudah dicabut dan saya kehilangan kewarganegaraan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kemudian Bapak sekarang sampai sekarang tinggal di Rusia?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Di Moskow?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Iya. Sesudah itu saya mendapat jaminan dari Pemerintah Uni Soviet untuk tetap belajar dan menyelesaikan pelajaran di sana, nah, kemudian dikasih pekerjaan sampai sekarang. Tapi sekarang saya sudah pensiun, jadi sudah meninggalkan. Dan saya sempat menjadi dosen di Universitas Koperasi Rusia, menjadi dekan dan telah mengadakan beberapa kunjungan ke Indonesia, mengadakan beberapa pembicaraan dengan universitas-universitas di Indonesia, membaca sedikit informasi. Jadi hubungan dengan Indonesia sesudah tahun 2000 kembali normal. Kemudian pemerintah Indonesia memberikan kesempatan untuk bisa mengunjungi Indonesia di mana diperlukan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Daryanto bersama Pak Suryo ingin jadi Warga Negara Indonesia lagi enggak?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Sudah direncanakan Pak, soalnya saya sudah bukan sendirian, jadi sudah punya tiga cucu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh sudah punya keluarga besar. Istri dari?
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Rusia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Wah dibawa ke Indonesia kan belum tentu mau, gitu ya.
Sudaryanto Priyono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Ya belum tentu, tapi kalau diyakinkan saya kira bisa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kalau Pak Suryo pengin kembali?
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Saya belum punya rencana karena situasi yang semacam ini, ini buat saya kejutan. Saya tidak mengira bahwa bisa terjadi langkah-langkah di dalam saya masih hidup. Terus terang saja ini adalah suatu saat yang bersejarah, bukan saja buat saya. Saya sih sudah tidak bukan apa-apa lagi, terutama yang dari buat generasi muda.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Jika ingin kembali jadi WNI saya gembira dan kita semua saya kira gembira. Untuk menunjukkan bahwa memang negara ini melindungi warganya.
Suryo Martono (Korban Pelanggaran Berat HAM)
Terima kasih, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Suryo, Pak Daryanto terima kasih. Silakan kembali. Terima kasih, terima kasih.
Ya negara kita Indonesia ini memang negara besar. Jadi ada peristiwa-peristiwa yang mengikuti, juga kadang-kadang peristiwanya baik, tetapi juga ada yang tidak baik. Dan saya kira normal, di negara-negara lain juga pasti memiliki sejarah-sejarah seperti itu.
Oleh sebab itu, sekali lagi pemerintah memiliki niat yang tulus atas rekomendasi dari PP HAM untuk menyelesaikan pelanggaran hak asasi manusia berat di negara kita Indonesia. Dan kepada para korban atau ahli waris korban, saya mengucapkan terima kasih atas kebesaran hati Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian untuk menerima proses ini setelah melalui penantian yang sangat panjang.
Saya yakin tidak ada proses yang sia-sia, semoga awal dari proses yang baik ini menjadi pembuka jalan bagi upaya-upaya untuk menyembuhkan luka-luka yang ada. Awal bagi terbangunnya kehidupan yang adil, damai, dan sejahtera di atas fondasi perlindungan dan penghormatan pada hak-hak asasi manusia dan kemanusiaan.
Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang hari ini secara resmi saya luncurkan Program Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak-Hak Asasi Manusia (HAM) Berat di Indonesia.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.