Pemanfaatan Teknologi Dalam Dunia Perundang-Undangan
Oleh: Purnomo Sucipto, S.H., LL.M*)
Kita ketahui bersama bahwa teknologi telah banyak membantu memudahkan kehidupan manusia. Hampir semua aspek kehidupan memanfaatkan bantuan teknologi, termasuk aspek hukum dan perundang-undangan. Namun, tentu saja di samping bermanfaat, teknologi juga memiliki dampak negatif yang merugikan penggunanya. Manusia menyikapinya dengan mencari manfaat maksimal dan meminimalkan kerugian yang ditimbulkan.
Pemanfaatan teknologi dalam dunia perundang-undangan bisa dalam proses penyusunannya dan bisa juga terkait dokumennya. Ihwal pemanfaatan dimaksud, diuraikan dalam penjelasan berikut, yang terbagi ke dalam beberapa bagian: (i) bentuk pemanfaatan teknologi; (ii) keuntungan dan kerugian: (iii) dukungan pemerintah dalam digitalisasi perundang-undangan; dan (iv) dasar hukum penggunaan dokumen dan tanda tangan digital dalam perundang-undangan.
I. Bentuk Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Penyusunan Perundang-Undangan
1. Pertemuan Daring dalam Penyusunan Perundang-undangan
Dulu, pertemuan dalam rangka menyusun dan membahas perundang-undangan selalu dilakukan secara fisik atau luring. Bentuk-bentuk pertemuan tersebut dapat berupa rapat, uji publik, konsultasi publik, diskusi, seminar, dan pertemuan lainnya. Rapat yang membahas perundang-undangan secara intensif, dalam waktu beberapa hari di suatu tempat khusus, sering disebut dengan rapat konsinyasi atau rapat konsinyering.
Pertemuan Perumusan dan pembahasan perundang-undangan dilaksanakan di lingkungan pemerintah dan di lingkungan DPR/DPD. Di lingkungan pemerintah, perumusan dan pembahasan perundang-undangan dikoordinasikan oleh Kementerian Hukum dan HAM melalui forum harmonisasi perundang-undangan. Di lingkungan DPR/DPD, perumusan dan pembahasan perundang-undangan dikoordinasikan oleh Badan Legislasi yang selanjutnya dibahas dalam pembahasan tingkat pertama dan kedua sebelum sebuah rancangan undang-undang disahkan menjadi undang-undang.
Sejak meluasnya wabah COVID-19, pertemuan fisik masyarakat, termasuk pertemuan dalam rangka penyusunan perundang-undangan menjadi terbatas. Penggunaan video conference atau virtual meeting menjadi lazim digunakan untuk berbagai kebutuhan komunikasi. Penyusun perundang-undangan menjadi akrab dengan aplikasi atau software Zoom, Google Meet, Microsoft Teams, Cisco Webex, dan CloudX. Sebelumnya, sejak tahun 2000an awal, mereka mengenal Yahoo Messenger atau Skype yang digunakan secara terbatas karena jaringan komunikasi pendukungnya belum dapat diandalkan.
2. Masukan Masyarakat dengan Cara Online
Partisipasi masyarakat, berupa masukan atas substansi perundang-undangan, saat ini dapat disampaikan secara lisan atau tulisan. Kesempatan partisipasi tersebut lebih dibuka sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan beserta peraturan pelaksanaannya.
Secara lisan, partisipasi berupa masukan, pendapat, atau kritik disampaikan melalui penyampaian langsung, diskusi, seminar dan bentuk pertemuan lainnya. Secara tertulis, berbeda dengan sebelum ada jaringan internet yang disampaikan dengan surat, saat ini masukan dapat disampaikan melalui website (secara online). Namun demikian, sampai saat ini belum banyak website kementerian dan lembaga yang menyediakan fitur khusus yang secara mudah dapat diakses masyarakat untuk menyampaikan masukannya.
Sebagai informasi, di Korea, masyarakat didorong secara penuh untuk menyampaikan aspirasi dan masukan atas suatu rancangan peraturan. Saking terbukanya, masyarakat yang menyampaikan aspirasi dan masukan terbaik diberi hadiah dari pemerintah.
3. Bentuk Perundang-undangan Digital (paperless)
Dulu, produk perundang-undangan dibuat dalam bentuk hardcopy, diketik di atas kertas. Pada waktu itu, perundang-undangan dibuat dengan cara diketik secara manual. Selanjutnya mesin ketik manual yang bunyinya “cetak-cetok” itu diperbaiki teknologinya dengan mesin tik elektrik yang berbunyi lebih lembut. Dokumen perundang-undangan yang dikeluarkan dapat berbentuk undang-undang, peraturan pemerintah, peraturan presiden, keputusan presiden, instruksi presiden, peraturan daerah, peraturan menteri, dan dokumen peraturan lainnya.
Saat ini, produk perundang-undangan selain dibuat dalam bentuk hardcopy, juga tersedia dalam bentuk digital. Bahkan masyarakat tampaknya sudah merasa cukup apabila sudah mendapatkan bentuk digital dari internet, dan tidak terlalu peduli dengan bentuk hardcopynya. Mereka yakin, yang beredar dalam bentuk digital sudah otentik, sebagaimana aslinya.
Sekadar pengetahuan, bentuk otentik seharusnya adalah yang dalam bentuk hasil foto/scan dari dokumen asli dan bukan dokumen word yang dibuat dalam bentuk pdf. Hal ini karena file dalam bentuk dokumen word masih memungkinkan tidak sama dengan bentuk otentiknya.
4. Database Digital dan Penyebarluasan Perundang-undangan Online
Dulu, database perundang-undangan yang sudah jadi disimpan dalam bentuk arsip kertas di Kementerian Sekretariat Negara dan di Kementerian Hukum dan HAM, sebelum diserahkan kepada ANRI. Masyarakat yang memerlukan peraturan seringkali harus datang langsung untuk mendapatkan salinan/fotokopi perundang-undangan yang dikehendaki. Perusahaan penerbitan berinisiatif membantu masyarakat mendapatkan dokumen perundang-undangan ini dengan membuat dan menjual dalam bentuk buku himpunan peraturan.
Sekarang, database perundang-undangan telah tersedia dalam bentuk digital dan ditampilkan secara online di internet, di samping adanya database dalam bentuk offline.
Penyediaan perundang-undangan dilakukan baik oleh pemerintah maupun swasta. Dari instansi pemerintah, penyediaan dilakukan oleh hampir semua kementerian dan lembaga pada masing-masing website mereka. Di antara instansi pemerintah, BPHN Kementerian Hukum dan HAM ditunjuk menjadi hub dari keseluruhan jaringan dokumentasi informasi hukum (JDIH). Sementara untuk swasta, ada beberapa perusahaan penyedia jasa perundang-undangan dalam bentuk digital.
5. Penggunaan Program dan Aplikasi
Penggunaan program dan aplikasi dalam penyusunan perundang-undangan di Indonesia belum berkembang secara memadai. Di berbagai negara, sudah digunakan program dan aplikasi yang mendukung penyusunan perundang-undangan seperti Legislative Drafting Software Solution. Selain itu, terdapat aplikasi readability index di Amerika Serikat untuk mengukur mudah tidaknya suatu rumusan perundang-undangan dimengerti oleh masyarakat.
Belakangan ada beberapa kementerian yang telah menginisiasi penggunaan program dan aplikasi semacam itu dalam penyusunan produk perundangan-undangan mereka.
6. Tanda Tangan Elektronik dalam Dokumen Perundang-undangan
Sampai saat ini tanda tangan elektronik belum digunakan oleh perundang-undangan yang ditandatangani Presiden. Demikian juga dengan dokumen perundang-undangan lainnya, belum ada data yang menunjukkan tanda tangan elektronik digunakan pada dokumen perundang-undangan. Berdasarkan pengkajian kami, dasar hukum bagi penggunaan tanda tangan elektronik ini telah tersedia dan cukup memadai.
II. Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan yang didapat dari pemanfaatan teknologi untuk proses penyusunan dan dokumen perundang-undangan adalah efisien, akurat, cepat, tidak memerlukan banyak kertas dan ruangan. Efisien karena akan mengurangi konsumsi waktu untuk bertemu langsung dan untuk melakukan kegiatan fisik lainnya.
Kerugian yang diderita akibat pemanfaatan teknologi tersebut dalam hal perumusan dan pembahasan perundang-undangan adalah kurang bebasnya menyampaikan ide dan pendapat karena keterbatasan menampilkan gesture dan body language. Selain itu, kecepatan yang menjadi prioritas berakibat berkurangnya waktu untuk analisis dan meresapi substansi pengaturan yang dirumuskan karena dilakukan secara terburu-buru. Selain itu kerugian lainnya adalah akan selalu ada ancaman hack, virus, dan malfungsi peralatan berteknologi.
III. Upaya Pemerintah dalam Mendukung Transformasi Digital
Indonesia tampaknya tidak mau ketinggalan dari negara lain dalam memanfaatkan teknologi untuk mempercepat kemajuan rakyatnya. Pemerintah Indonesia telah berupaya mengembangkan teknologi informasi dengan kebijakan transformasi digital dalam berbagai aspek kegiatan masyarakat, termasuk digitalisasi perundang-undangan.
Hal itu terlihat pada RPJMN 2020-2024, beberapa arahan Presiden, dan program pelaksanaan transformasi digital. Dalam RPJMN 2020-2024 dinyatakan “transformasi digital mutlak diperlukan karena merupakan salah satu infrastruktur dasar dalam pelaksanaan misi Nawacita dan pencapaian sasaran visi Indonesia 2045 (berdaulat, maju, adil, dan makmur)…”
Arahan Presiden terkait dengan dorongan atas pelaksanaan transformasi digital disampaikan antara lain pada acara Economic Talkshow: “Ekonomi Baru di Era Digital” dan pembukaan Indonesia Business and Development Expo, tanggal 20 September 2017 dan dalam acara Pidato Presiden mengenai Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU tentang APBN TA 2021 beserta Nota Keuangannya tanggal, 14 Agustus 2020.
Pemerintah juga membuat program-program transformasi digital dalam rangka pemanfaatan teknologi antara lain (i) pengembangan infrastruktur digital; (ii) penguatan transformasi di sektor strategis melalui pengembangan peta Jalan Indonesia Digital 2021-2024; (iii) pembangunan Pusat Data Nasional; (iv) pengembangan SDM/talenta digital; dan (v) penyusunan legislasi/regulasi sebagai dasar hukum pelaksanaan transformasi digital di Indonesia.
IV. Dasar Hukum Penggunaan Dokumen Digital Perundang-undangan
Dasar Hukum penggunaan pemanfaatan teknologi informasi terkait perundang-undangan dapat dilihat dari ketentuan-ketentuan berikut ini:
1. UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan
Penjelasan Pasal 88 ayat (1): Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan tersebut dilakukan, misalnya, melalui media elektronik dan/atau media cetak.
2. UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika jo UU Nomor 19 Tahun 2016
Pasal 5 ayat (1)
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
Pasal 11 ayat (1)
Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3. UU Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik
Pasal 7 ayat (6)
Dalam rangka memenuhi kewajiban menyediakan, memberikan dan/atau menerbitkan Informasi Publik yang berada di bawah kewenangannya kepada Pemohon Informasi Publik, Badan Publik dapat memanfaatkan sarana dan/atau media elektronik dan nonelektronik.
*) Penulis adalah Deputi Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Sekretariat Kabinet