Pembangunan Kesehatan Berbasis Perdesaan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 29 November 2014
Kategori: Opini
Dibaca: 168.234 Kali

Oleh: Oktavio Nugrayasa, Staf Sekretariat Kabinet

Okta(1)Indonesia sebagai sebuah negara yang besar tentunya memiliki konsekuensi yang besar pula dalam berbagai masalahnya. Mulai dari masalah ekonomi, sosial-politik, pendidikan, kesehatan dan sebagainya.

Khusus mengenai masalah kesehatan, sampai saat ini status dan derajat kesehatan masyarakat yang diukur berdasarkan indikator dari Angka Kematian Ibu (AKI), Gizi Buruk serta Angka Harapan Hidup (AHH) di seluruh Indonesia terutama pada desa dan pemukiman transmigrasi secara umum masih sangat rendah. Terlebih lagi di daerah perbatasan dan kepulauan yang sarana kesehatannya masih tergolong sangat minim.

Kondisi inilah yang kemudian dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014 dimasukkan sebagai salah satu sasaran prioritas nasional ke-10 bagi pemerintah. Sehingga pada tahun 2014 melalui peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat terkoreksi antara lain, angka indeks pembangunan manusia (IPM) lebih meningkat sebesar 72,2 dibandingkan pada tahun 2013 sebesar 7,1 dan angka kemiskinan akan menurun sampai dengan 14,2% serta diharapkan berkurangya daerah tertinggal minimal sebesar 50 kabupaten dari 183 kabupaten pada tahun 2014.

IPM atau Human Development Index (HDI) adalah pengukuran perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup untuk semua negara di seluruh dunia. IPM digunakan untuk mengklasifikasikan apakah sebuah negara dikategorikan termasuk negara maju, negara berkembang ataupun negara terbelakang, dan juga untuk mengukur besarnya pengaruh kebijakan ekonomi terhadap kualitas hidup masyarakatnya.

Berdasarkan laporan IPM yang dikeluarkan oleh Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) 2013, untuk angka kematian ibu (AKI) di Indonesia angkanya masih sangat tinggi yaitu tercacat 220 per 100.000 kelahiran hidup, sementara di negara tetangga ASEAN, seperti Singapura mencatatkan angkanya sebesar 3, Brunai 24, Malaysia 29, Thailand 48, Vietnam 59, dan Filipina sebesar 99. Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja, Laos dan Timor Leste.

Terkait dengan permasalahan sanitasi, seperti yang dilansir dari data UNICEF 2013, Indonesia berada pada urutan ke-2 sebagai negara dengan sanitasi terendah di dunia. Posisi pertama yaitu India sekitar 626 juta masyarakatnya hidup tanpa sanitasi, sedangkan Indonesia sebanyak 63 juta orang tercatat belum memiliki toilet atau MCK sehingga tidak mengherankan wabah diare masih menjadi salah satu penyebab tingginya angka kematian bayi di Indonesia. Tercacat di seluruh dunia dari 600 ribu anak meninggal per tahun akibat penyakit diare dan Indonesia sendiri merupakan salah satu dari 11 negara yang tertinggi kematian balitanya akibat penyakit tersebut.

5 (Lima) Pilar Perdesaan Sehat

Keadaan inilah yang kemudian memunculkan analisis kebutuhan terhadap salah satu konsep percepatan pembangunan kesehatan yang berbasis perdesaan sehat, sehingga nantinya dapat mempercepat peningkatan keterjangkauan akses dan kualitas pelayanan dasar kesehatan bagi masyarakat desa menuju adanya peningkatan pemberdayaan masyarakat secara umum.

Sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam mempercepat pembangunan kesehatan, maka melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi telah ditetapkan suatu kebijakan pembangunan kesehatan berbasis perdesaan atau lebih populer disebut Program Perdesaan Sehat. Oleh karena itu, program ini sangatlah tepat untuk mempercepat pembangunan kesehatan di Indonesia, dimana proses awal harus dimulai dari perdesaan, mengingat desa merupakan  kekuatan dari negara dan desa pula sebagai mayoritas masyarakat Indonesia sehingga desa harus menjadi prioritas sesungguhnya dari rencana implementasi pembangunan nasional.

Program Perdesaan Sehat yang telah diluncurkan tersebut akan memiliki 5 (lima) fokus/ pilar sebagai bentuk intervensi pembangunan yang diarahkan pada; 1) Ketersediaan Dokter Puskesmas bagi setiap Puskesmas, 2) Ketersediaan Bidan Desa bagi setiap Desa, 3) Ketersediaan air bersih untuk setiap Rumah Tangga, 4) Ketersediaan sanitasi yang baik, serta 5) Pemenuhan Gizi seimbang terutama bagi Ibu Hamil, Menyusui dan Balita. Adapun jumlah desa yang disasar Program Perdesaan Sehat sebanyak 9.497 Desa di 84 Kabupaten di Daerah Tertinggal.

Hal ini sekaligus dalam mendukung pelaksanaan Kartu Indonesia Sehat (KIS) yaitu semacam jaminan sosial/asuransi kesehatan yang digunakan secara gratis, yang telah digulirkan oleh Presiden Jokowi beberapa dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang kurang beruntung yang sebagian besar berada di desa-desa. Tentunya ke depan program ini akan dapat menjadi suatu terobosan dalam mempercepat pembangunan kesehatan masyarakat Indonesia agar menjadi manusia yang sehat, sejahtera dan akan mampu melahirkan generasi-generasi yang sangat unggul.

Jambore Perdesaan Sehat 2014

Agar semua pihak mempunyai kesadaran akan pentingnya kesehatan serta kesehatan tersebut, maka Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi melaksanakan kegiatan Jambore Perdesaan Sehat (PS) 2014 dari tanggal 17 s/d 21 Nopember 2014 yang dipusatkan di Kota Makassar Propinsi Sulawesi Selatan.

Dalam acara tersebut, telah dilaksanakan berbagai kegiatan termasuk simposium dan Expo/Pameran Perdesaan Sehat, serta pemberian penghargaan kepada seluruh pihak terkait yang telah mendukung kebijakan pembangunan perdesaan sehat, antara lain para kepala daerah yang telah bersedia mengadaptasi pelaksanaan kebijakan tersebut; dokter teladan yang telah berkomitmen dan mengabdi untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di daerah tertinggal; bidan desa yang banyak memberikan konstribusi dalam penurunan angka AKI dan AKB; ketersediaan air bersih dan sanitasi yang baik; serta pemenuhan asupan gizi seimbang bagi Ibu hamil, menyusui, bayi dan balita.

Pada dasarnya Jambore (PS) 2014 ini merupakan kegiatan untuk melakukan sosialisasi terhadap perdesaan sehat, karena relatif masih baru sehingga perlu disuarakan melalui pendekatan promotif dan preventif dalam kegiatan kesehatan masyarakat di perdesaan. Salah satu capaian yang dinilai cukup menonjol adalah keberanian para kepala daerah di beberapa Kabupaten Daerah Tertinggal yang sudah mengadopsi pendekatan perdesaan sehat yang dituangkan dalam Peraturan Bupati dan Gubernur.

Dengan munculnya peraturan tersebut menunjukan tanggapan positif dan harapan yang tinggi akan terwujudnya cita-cita pembangunan kesehatan berbasis perdesaan. Ke depan dibutuhkan dukungan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pembangunan Perdesaan Sehat, karena hal ini sangat tepat dilakukan mengingat Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) telah mengamanatkan kepada Pemerintah untuk melakukan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.

Opini Terbaru