Pembukaan CEO Networking 2018, 3 Desember 2018, di The Ritz-Carlton Jakarta Pacific Place, Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 3 Desember 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.847 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja yang hadir,
Yang saya hormati Gubernur Bank Indonesia beserta seluruh Deputi Gubernur,
Yang saya hormati Ketua OJK dan seluruh anggota Komisioner OJK,
Yang saya hormati Direktur Utama, Direksi dan Komisaris PT BEI,
Yang saya hormati para CEO, para pelaku industri keuangan dan perbankan,
Hadirin dan undangan yang berbahagia.

Saya sangat berbahagia sekali bahwa sudah, mungkin satu tahun belakangan ini konsolidasi sektor fiskal, sektor moneter, dan pelaku-pelaku industri, pelaku usaha, pelaku pasar ini berjalan dengan baik. Konsolidasi seperti ini kalau terus  dilakukan, ini akan memberikan sebuah hasil yang semakin konkret dan kelihatan.

Kita tahu semuanya ini sudah berpuluh tahun bahwa problem besar yang kita hadapi adalah defisit transaksi berjalan/current account deficit.  Kita tahu masalahnya, kita tahu problemnya, tapi kita tidak pernah mengeksekusi dan menyelesaikan masalahnya. Sehingga dalam dua tahun ini saya terus berkonsentrasi di sini. Apa yang terjadi? Negara kita ini sumber daya alamnya melimpah, ada batu bara, mineral bauksit, ada kelapa sawit (CPO), ikan, dan masih banyak lagi.

Misalnya, mineral bauksit. Setiap tahun jutaan ton bauksit mentah kita ekspor, harga 35 dolar per ton. Tapi di sisi lain, ini kita mengerti semuanya, pabrik alumunium kita setiap tahunnya mengimpor ratusan ribu ton alumina yang merupakan produk hilir dari bauksit. Artinya menurut saya, kuncinya memang kita tahu dari dulu, industrialisasi dan hilirisasi. Kita tahu itu, tapi eksekusi lapangannya yang enggak pernah kita kejar. Ini yang saya kejar terus, mati-matian untuk mengejar yang namanya industrialisasi, hilirisasi. Karena di situlah kunci. Coba kalau kita sejak dulu membangun industri alumina, maka impor tidak perlu terjadi, beratus-ratus ribu ton. Dan tentu saja pengaruhnya terhadap defisit transaksi berjalan kita.

Kita lihat lagi sekarang, batu bara, ya memang paling enak itu ekspornya mentahan, cangkul hari ini, kirim hari ini, dapat duit hari ini. Batu bara. Setiap tahun, seingat saya kurang lebih 480 juta ton batu bara yang kita ekspor. 480 juta ton batu bara mentah kita ekspor. Coba kalau sejak dulu ada hilirisasi di situ, karena yang namanya batu bara yang kalori rendah itu bisa dipakai untuk LPG bisa, dan terakhir saya dengar bisa dipakai juga untuk avtur bisa, bisa dipakai untuk DME (Dimethyl Ether) bisa. Tapi kenapa tidak dilakukan hilirisasi itu? Karena kita keenakan yang namanya nyangkul, kirim, dapat uang. Seperti ini pun, ini harus segera dihentikan. Padahal kita tahu, kita impor yang namanya LPG itu 4 juta ton setiap tahunnya, 4 juta ton. Teknologi itu kalau kita belum siap ya beli saja teknologi. Atau kita enggak siap, cari saja partner. Sudah. Selalu saya dorong itu. Menyelesaikannya memang harus kembali lagi ke hilirisasi, enggak ada yang lain.

Coba, negara kita juga produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Produksi kita seingat saya terakhir 42 juta ton, 42 juta ton CPO per tahun. Ini yang sekarang sedang kita usahakan agar ada hilirisasi industri kelapa sawit yang menghasilkan solar B20, Biodiesel 20, dan kita wajibkan penggunaannya. Berapa juta ton impor solar yang bisa kita hemat apabila kita konsentrasi di sini.

Ini sudah 1,5 tahun sulit untuk mengajak ke sini, tapi kalau sudah kita incar terus, kita beri denda, enggak tahu sudah jurus apa lagi yang akan kita gunakan agar ini betul-betul terealisasi, B20. Dan kita akan menuju ke tahapan berikut, kalau B20 rampung ya B50, B80, dan B100. Kembali lagi, ini juga akan mengurangi yang namanya current account deficit kitadefisit transaksi berjalan. Karena apa? Impor solar bisa dikurangi atau dihilangkan.

Tahapan-tahapan ini yang saya lihat semakin baik karena komunikasi, sekali lagi komunikasi, konsolidasi antara sektor moneter, sektor fiskal, dan sektor pelaku usaha, pelaku pasar, pelaku industri betul-betul komunikasinya bisa berjalan dengan baik. Sekarang, dikit-dikit saja langsung bisa saling telepon. Kemarin misalnya, realisasi DNI, langsung telepon ke saya, saya cek masalahnya, oke, putusin.

Karena sekarang memang dibutuhkan pemimpin-pemimpin di semua sektor yang open mind, yang terbuka, pemimpin-pemimpin yang bisa merespons secara cepat dan memutuskan setiap perubahan-perubahan global yang ada. Kalau kita masih bertele-tele, saya sampaikan ke birokrasi, kalau kita masih bertele-tele, kita masih ruwet, ya ditinggal betul kita. Kecepatan sangat menentukan dalam setiap kepemimpinan di semua sektor, merespons secara cepat adanya perubahan-perubahan, dan terbuka.

Selanjutnya juga kita lihat coba, negara kita ini juga kaya akan nikel. Nikel. Sudah berapa tahun kita, jutaan ton nikel mentah kita ekspor dengan harga 30-an USD per ton nikel. Ini sudah berjalan, dengan hilirisasi nikel menjadi feronikel, nilai tambahnya empat kali, coba. Kita sudah tahu ada added value di situ, ada nilai tambah di situ empat kali, tapi tidak pernah kita lakukan karena enggak pernah pemerintah paksa untuk ini. Sekarang paksa. Coba kalau kita bangun hilirisasi industri nikel 100 persen dari dulu, hitungan kita GDP Indonesia dari nikel akan naik empat kali lipat, artinya 400 persen GDP kita dari sini. Gede sekali. Kembali lagi, hal ini sudah tidak bisa kita terus-teruskan.

Saya mengajak seluruh CEO sektor riil agar segera kita lakukan industrialisasi, kita lakukan hilirisasi. Setop ekspor bahan-bahan mentah, kurangi sebesar-besarnya ekspor bahan mentah kita. Memang saya tahu, saya juga orang bisnis, bahwa dagang itu lebih enak daripada industri. Pusing memang mengurus industri. Tapi inilah keperluan negara kita.

Yang kedua, yang ingin saya sampaikan mengenai pembangunan infrastruktur. Selama empat tahun terakhir ini kita melihat kita telah banyak membangun, baik airport, baik pelabuhan, baik jalan tol, pembangkit listrik. Airport, mungkin pembangunan airport baru ada lima belas, yang perpanjangan runway, pembangunan terminal, saya enggak bisa menghitung karena banyak sekali.

Untuk pelabuhan, kita lihat Kuala Tanjung mungkin akhir tahun ini  akan kita resmikan di Sumatra Utara, ini pelabuhan besar. Makassar New Port juga.

Kemudian jalan tol, akhir tahun ini saya sudah berikan target Jakarta sampai Surabaya harus sambung akhir tahun ini. Surabaya-Jakarta, Jakarta–Surabaya, Surabaya-Jakarta, Jakarta-Surabaya sama saja. Jadi Jakarta-Surabaya sambung. Saya mau coba naik mobil berapa jam sekarang. Nanti di akhir 2019 saya sudah hitung-hitung, antara Merak sampai Banyuwangi, ujung barat sampai ujung timur juga akan sambung. Kemudian mulai di Tol Trans Sumatra, akhir tahun ini Lampung-Palembang belum selesai, tapi Bakauheni sampai ke Terbanggi Besar, ini sepanjang 148 kilometer sudah akan tersambung. Bakauheni-Terbanggi Besar. Kemudian Bakauheni sampai Palembang akan tersambung, orang lapangan yang menyampaikan ke saya, akan tersambung kurang lebih bulan Juni 2019, Lampung-Palembang, Bakauheni-Palembang akan sambung. Itu Juni 2019. Kemarin saya tawar jangan Juni, April atau akhir Maret. Orang menghubungkan wah ini pasti untuk kepentingan pemilu. Padahal pikiran kita tidak seperti itu. Kalau April atau akhir Maret selesai, artinya bisa kita pakai untuk Lebaran dari Jakarta langsung bisa ke Palembang. Orang itu curiga melulu. Pekerjaan kita majukan, kita selesaikan, curiganya pemilu. Lho kalau ada pemilu juga apa sih? Apa hubungannya jalan tol dengan pemilu? Ya memang ada.

Jadi Bapak-Ibu sekalian, kalau hal-hal seperti itu bisa kita kerjakan, saya meyakini dengan fondasi-fondasi yang telah kita bangun, saya tahu mungkin ada satu-dua titik menjadi pahit karena pembangunan-pembangunan seperti ini, atau sakit karena pembangunan-pembangunan seperti ini. Tapi saya meyakini ini adalah fondasi, ini adalah pilar yang diperlukan oleh negara ini dalam rangka kompetisi, bersaing dengan negara-negara lain.

Tadi sudah disampaikan oleh Pak Menko, setelah tahapan besar infrastuktur kita kerjakan, kita akan masuk kepada pembangunan sumber daya manusia. Kita membutuhkan agen-agen transformasi, membutuhkan upgrading skill, kita membutuhkan sekolah-sekolah vokasi yang memiliki standar internasional, kita membutuhkan training-training vokasi untuk meng-upgrade keterampilan/skill dari anak-anak muda kita. Karena perubahan global sekarang begitu sangat cepatnya. Tanpa itu, baik di sisi pemerintah, swasta, BUMN, semuanya, saya sudah sampaikan bahwa ini harus dilakukan besar-besaran. Enggak mungkin kita hanya kecil-kecilan, 1.000-2.000, ndak. Bisa ratusan ribu, bisa jutaan yang kita upgrade. Memang kita harus melakukan pergeseran strategi, dari infrastruktur menuju ke pembangunan sumber daya manusia, kalau kita tidak ingin terjebak pada middle income trap. Besar-besaran. Orang berpikir bahwa ini hanya training-training biasa, ndak, harus besar-besaran. Sehingga perubahan itu tampak betul.

Sekali lagi, kita butuh agen-agen transformasi baik di tingkat desa,  di tingkat kecamatan, di tingkat kabupaten/kota, di tingkat provinsi, dan di tingkat nasional, baik di pemerintahan, baik di perusahaan, baik di BUMN, semuanya membutuhkan ini besar-besaran. Fondasi-fondasi seperti ini memang kadang-kadang, sekali lagi, kadang-kadang menyebabkan kita agak sakit. Tapi kalau saya melihat pertumbuhan ekonomi kita juga masih di atas lima, inflasi kita juga akhir tahun ini perkiraan kita tiga koma dua. Saya kira kondisi-kondisi seperti ini juga semakin baik. Defisit APBN kita tahun ini berapa Bu Menteri? Dua koma satu? Satu koma delapan? Nah, turun lagi. Karena pengelolaan fiskal kita yang sangat prudent, yang sangat hati-hati. Saya kira Bu Menteri Keuangan ini mengelola fiskal betul-betul sangat hati-hati, sangat prudent sekali, dan itu menambah trust, menambah kepercayaan internasional terhadap negara kita Indonesia. Apa sih yang ingin kita bangun sekarang ini? Yang kita bangun adalah trust, yang ingin kita bangun adalah kepercayaan, enggak ada yang lain. Bahwa kita mengelola fiskal, mengelola moneter kita itu secara hati-hati, sangat hati-hati.

Dan saya dengar sudah sekarang, (capital) inflow-nya sudah kembali lagi masuk, masuk, masuk. Jangan kaget nanti kalau dolar turun terus, enggak tahu sampai berapa. Tapi kita juga ingin turunnya jangan terlalu cepat dan drastis, karena kita juga masih membutuhkan untuk persaingan dalam ekspor produk-produk Indonesia.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru