Pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah, 19 September 2024

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 19 September 2024
Kategori: Sambutan
Dibaca: 487 Kali

Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pembukaan Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional, 19 September 2024

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamuálaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat siang,
Salam Sejahtera bagi kita semuanya.
Om swastiastu,
Namo buddhaya.
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati Menteri Sekretaris Negara, Wamen BUMN;
Yang saya hormati Bapak Kapolri yang juga hadir pada siang hari ini;
Yang saya hormati Gubernur Bank Indonesia sekaligus Ketua ISEI;
Yang saya hormati Gubernur Jawa Tengah, Wali Kota Solo;
Bapak-Ibu sekalian seluruh keluarga besar ISEI yang saya hormati.

Saya melihat ISEI ini uangnya banyak karena tadi cabang yang teraktif saja diberi hadiah Rp200 juta. Saya melihat tadi dari sisi itu saja, waduh kaya ini kaya.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Dunia sekarang ini menghadapi sebuah gejolak, ketidakpastian, tantangan yang tidak mudah. Semua negara mengalami, termasuk kita. Bahkan, negara-negara maju kalau kita lihat sudah masuk, banyak yang masuk ke jurang resesi. Yang terakhir Inggris misalnya, sudah masuk ke jurang resesi. Dan yang terakhir kita tahu 96 negara sudah menjadi pasiennya IMF. Ini juga sebuah angka yang menurut saya sangat mengerikan. Oleh sebab itu, kita harus fokus dalam bekerja mengelola ekonomi kita.

Kalau Bapak-Ibu bertanya pada saya fokus ke mana, kalau saya sekarang maupun ke depan, kita harus fokus kepada pasar kerja. Karena ke depan terlalu sedikit peluang kerja untuk sangat banyak tenaga kerja yang membutuhkan. Too few jobs for too many people. Ini yang harus kita hindari. Sehingga menurut saya jangan sampai kita terlalu larut dengan situasi global, meskipun kita ikuti. Jangan terlalu kita terbawa oleh skenario ekonomi global, meskipun kita juga harus selalu melihat angka-angka dan mengkalkulasi dengan perhitungan-perhitungan yang cermat.

Karena kita tahu, nanti 2030-an kita akan mendapatkan bonus demografi. Bisa menjadi sebuah kekuatan, tapi bisa menjadi beban. Inilah tantangan paling besar yang akan melompatkan kita menjadi negara maju atau tidak. Sehingga sekali lagi, bonus demografi ini membutuhkan pembukaan kesempatan kerja yang sebesar-besarnya.

Padahal saat ini untuk membuka lapangan kerja itu kita menghadapi tantangan yang sangat-sangat berat. Semua negara mengalami tantangan ini. Yang pertama, tantangan yang pertama, perlambatan ekonomi global. Kita tahu 2023 dari World Bank ini global hanya tumbuh 2,7 [persen]. Kemudian 2024 ini diperkirakan hanya muncul angka 2,6 [persen]. Tahun depan dari World Bank muncul angka 2 naik sedikit 2,7 [persen]. Tapi masih jauh dari yang diharapkan oleh semua negara. Dan kita tadi seperti itu sampaikan oleh Bapak Ketua Umum bisa tumbuh di kurang lebih 5,1 [persen]. Ini sebuah hal yang patut kita syukuri karena ekonomi global hanya tumbuh 2,6-2,7 [persen].

Dan kalau kita lihat juga Bank Sentral hampir semua negara memperketat kebijakan moneternya karena mengerem agar inflasi tidak semakin naik. Artinya apa? Kalau moneter direm, artinya industri pasti akan turun produksinya, otomatis. Perdagangan global juga akan turun kapasitasnya. Jadi yang pertama perlambatan ekonomi global, tantangan kita di situ.

Yang kedua, peningkatan otomasi di berbagai sektor kerja. Semua sekarang ini mulai masuk ke sana semuanya, ke otomasi semuanya. Awal kita hanya otomasi mekanik, kemudian sekarang muncul AI, muncul otomasi analitik, setiap hari muncul hal-hal yang baru. Dan kalau kita baca, 2025 pekerjaan yang akan hilang itu ada 85 juta, pekerjaan akan hilang 85 juta, sebuah jumlah yang tidak kecil. Kita dituntut untuk membuka lapangan kerja, justru di 2025, 85 juta pekerjaan akan hilang, karena tadi, adanya peningkatan otomasi di berbagai sektor.

Yang ketiga, tadi yang pertama perlambatan ekonomi global, yang kedua peningkatan otomasi, yang ketiga gig economy. Hati-hati dengan ini, ekonomi serabutan, ekonomi paruh waktu. Ini kalau tidak dikelola dengan baik, ini akan menjadi tren, perusahaan lebih memilih pekerja independen, perusahaan lebih memilih pekerja yang freelancer, perusahaan lebih memilih kontrak-kontrak jangka pendek untuk mengurangi risiko ketidakpastian global yang sedang terjadi. Ini trennya kita lihat menuju ke sana. Dan yang bekerja itu bisa bekerja di sini, bisa bekerja di negara lain. Sehingga sekali lagi, kesempatan kerja semakin sempit dan semakin berkurang.

Oleh sebab itu, saya berharap dari ISEI, tadi sudah menyampaikan kajiannya, ada sebuah desain tapi desain taktis, rencana tapi rencana taktis, strategi tapi strategi yang taktis dan detail. Kalau ada ini kita harus belok ke mana, kalau dicegat di sini kita harus menuju ke mana. Itu hal-hal yang taktis seperti ini yang kita perlukan. Bukan rencana makro yang sulit diimplementasikan dalam situasi yang sangat-sangat sulit. Dan menurut saya, tadi sudah disampaikan oleh Pak Gubernur BI, hilirisasi menjadi kunci.

Coba kita lihat satu, urusan nikel. Urusan nikel yang sering saya ceritakan karena ini memang sebuah keberhasilan kita meningkatkan nilai tambah nikel. Dari bahan mentah (nikel ore) masuk ke NPI (nickel pig iron), masuk lagi ke nikel matte, kemudian masuk ke stainless steel. Dan kemudian masuk ke turunan-turunan, baik garpu, sendok, jarum suntik, dan ratusan turunan lainnya yang ini masih dalam proses semuanya, tetapi paling tidak sekarang kita sudah sampai ke stainless steel. Kemudian yang nikel ore ada lagi nikel ore ke smelter, HPAL, ke prekursor, ke cathode, kemudian masuk lagi ke baterai sel. Sudah kejadian dan kita sudah punya industrinya. Untuk nanti kalau kapasitas baterai selnya mencukupi, sekarang ini baru kira-kira 180 ribu mobil yang bisa diproduksi dengan baterai sel produksi kita sendiri. Kalau nanti bisa meningkat menjadi juta, itu kita baru memiliki daya saing yang kuat dengan negara-negara lain.

Kemudian tembaga, nikelnya sudah, masuk ke tembaga. Setelah nikel kita setop tahun 2020, tembaga dua tahun yang lalu juga kita setop, minggu depan akan ada dua smelter besar yang investasinya kurang lebih Rp50-60 triliun sudah beroperasi, yaitu di [PT] Amman di Sumbawa, kemudian [PT] Freeport di Gresik. Hati-hati kalau kita bicara Freeport sekarang bukan miliknya Amerika, karena orang masih wah Freeport, Freeport itu sudah milik Indonesia, itu sudah dimiliki oleh MIND ID 51 persen. Dulu kita hanya punya 9 persen, dan sekarang sudah kita miliki 51 persen, dan sebentar lagi akan menjadi 61 persen. Pokoknya kita terus ambil. Dari tembaga yang saya lihat di lapangan, tembaga menjadi barang-barang yang sudah jadi, copper foil, kabel, rangka mobil.

Dan yang ketiga bauksit. Hilirisasi di bauksit sudah jadi, yang satu di Bintan, kemudian minggu depan saya juga akan resmikan di Mempawah, di Kalimantan Barat, jadi lagi satu, berarti ada dua. Dari sini nanti akan jadi, yang di Mempawah ini miliknya BUMN, akan jadi aluminium, velg mobil, bodi pesawat, semuanya.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Pada posisi normal, pada posisi dunia normal, kita tidak mungkin melakukan ini. Pasti akan dicegat oleh negara-negara maju, pasti itu. Bahkan, waktu akan mengambil Freeport saja banyak yang membisiki kepada saya, “Pak, hati-hati Papua bisa lepas” “Pak, hati-hati, Bapak bisa digulingkan” “Pak, hati-hati”. Jadi hilirisasi ini bukan barang yang gampang, karena Freeport sendiri sudah 55 tahun beroperasi enggak pernah mau membangun yang namanya smelter. Karena yang di sana itu bukan hanya tembaga, ada barang yang lain yang harganya lebih tinggi, yaitu emas. Dan nanti kita punya smelter sendiri di Gresik, tahu kita berapa ton emas setiap tahun yang hilang dari tanah air Indonesia selama 50-an tahun. Perkiraan saya per tahun mungkin 40 sampai 50 ton, baru perkiraan, nebak-nebak. Tapi nanti kalau sudah berproduksi baru kita tahu betul, oh ternyata ada emasnya sekian ton per tahun. Jadi kalau tadi bisikan ke saya tadi, ya karena barang yang tadi saya sampaikan.

Tetapi Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, tolong ini betul betul ISEI bisa mendesain rencana dan strateginya. Yang saya ingin adalah hilirisasi yang padat karya, yaitu rumput laut (seaweed) yang belum disentuh secara manajemen yang baik. Karena dari sinilah nanti bisa turunannya, baik ke pupuk organik, baik ke agar, baik untuk kosmetik, baik untuk tepung, dan juga untuk minyak pesawat terbang sekarang ini bisa dari rumput laut. Kita tahu Indonesia memiliki pesisir yang paling panjang nomor dua di dunia 81 ribu kilometer. Ini sebuah potensi besar tapi memang harus didesain, harus direncanakan, harus dibuat strategi yang benar, sehingga nanti hasilnya bisa ketemu.

Pangan yang lainnya, menurut saya yang juga harus dihilirisasikan adalah kopi. Kopi ini saya cek kita punya berapa hektare sih kopi, 1,2 juta hektare. Saya cek di lapangan berapa sih produksi per hektare kita, hanya kurang lebih 2 ton per hektare, 2 lebih sedikit, 2,3-2,5 per hektare. Padahal Vietnam 1 hektare bisa memproduksi 8 sampai menghasilkan 8 sampai 9 ton per hektare. Jauh sekali. Masa kita kalah dengan Vietnam padahal duluan kita. Permintaan semakin naik, harga semakin naik setiap tahun, tapi tidak pernah kita urus. RnD kita, riset kita lemah di sini.

Dan juga kakao, kakao kita memiliki 1,4 juta hektare. Industrinya ada tapi bahan mentahnya kakaonya kurang, sehingga kita justru impor, salah besar lagi. Dan yang lain-lainnya masih banyak, lada, nilam, yang ini turunannya akan memberikan nilai tambah yang sangat besar.

Saya hanya ingin memberikan sebuah ilustrasi kembali ke nikel tadi. Nikel di tahun 2015 ekspor kita USD3 billion dalam satu tahun, artinya Rp45 triliun, Rp45 triliun. Kemudian setelah kita setop 2021, muncul angka dari Rp45 triliun muncul Rp340 triliun. [Tahun] 2022 muncul Rp520 triliun dan 2023 muncul angka Rp520 triliun, lompatannya coba. Ada yang menyampaikan pada saya, “Pak, itu yang untung kan perusahaan Pak, rakyat dapat apa”. Jangan keliru, kita pungut pajak dari sana; pajak perusahaan, pajak karyawan, bea ekspor, pajak ekspor, bea keluar, belum PNBP-nya, penerimaan negara bukan pajak, sangat besar sekali.

Saya berikan ilustrasi saja untuk minerba, tidak hanya nikel, tapi minerba. Di 2015 penerimaan negara bukan pajak kita memperoleh Rp29 triliun, 2023 kita mendapatkan PNBP-nya Rp172 triliun, dari Rp29 [triliun] melompat ke Rp172 triliun. Untuk pajaknya saya belum mendapatkan secara detail, tapi saya  yakin juga akan melompat berkali-kali.

Saya rasa penting sekali masukan, input, desain, rencana, dan strategi yang dirumuskan oleh ISEI dalam kongres ini dan menjadi pegangan bagi pemerintah ke depan, bukan pemerintah saya lagi, pemerintah ke depan, karena sebulan lagi saya sudah pensiun. Sehingga betul-betul arah menuju ke Indonesia Emas itu betul-betul bisa kita raih dengan lebih cepat.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, pada siang hari ini secara resmi saya buka Kongres Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) XXII dan Seminar Nasional 2024.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru