Pembukaan Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) Tahun 2019, 9 Mei 2019, di Shangri-La, Kota BNI, Jakarta Pusat

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 9 Mei 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 5.490 Kali

Bismillahirahmanirahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Haji Muhammad Jusuf Kalla,
Yang saya hormati para Pimpinan Lembaga Negara yang hadir; Ketua DPR RI, Ketua MPR RI, Ketua DPD RI, Ketua BPK RI,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja beserta seluruh Gubernur, Wakil Gubernur yang hadir,
Yang saya hormati para Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, Wakil Wali Kota dari seluruh tanah air yang hadir pada pagi hari ini,
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.

Kita memiliki peluang besar, tadi sudah disampaikan di awal, menjadi negara ekonomi terkuat, bisa masuk lima besar ekonomi terkuat dunia dan bisa masuk ke empat besar ekonomi terkuat dunia di 2045. Memiliki peluang besar untuk masuk ke sana.

Tetapi untuk masuk ke sana juga tidak mudah, banyak tantangan-tantangan yang harus kita selesaikan, banyak tantangan-tantangan yang harus kita hadapi, yang harus juga kita selesaikan. Jangan dipikir kita biasa-biasa saja, tahu-tahu masuk ke empat besar ekonomi terkuat dunia, lima  besar ekonomi terkuat dunia. Ndak ada seperti itu, rumus seperti itu enggak ada. Banyak negara-negara yang terjebak kepada middle income trap/negara dengan pendapatan menengah, terjebak di situ. Karena apa? Karena tidak bisa menyelesaikan persoalan-persoalan besar yang ada di negaranya.

Oleh sebab itu, saya sampaikan pagi hari ini, kita harus bisa menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, yang akan kita hadapi menuju 2045, seratus tahun Indonesia merdeka. Apa itu?

Yang pertama, infrastruktur. Pemerataan infrastruktur ini harus bisa kita selesaikan, tanpa ini jangan berpikir kita masuk ke lima, ke empat ekonomi terkuat dunia. Enggak mungkin. Oleh sebab itu, saya minta kepada Gubernur, Bupati, Wali Kota, setelah selesainya beberapa infrastruktur yang telah kita bangun, baik itu jalan, jalan tol, pelabuhan, airport, segera provinsi, kabupaten, dan kota itu mengoneksikan, menyambungkan dengan titik-titik produksi yang ada di daerah masing-masing. Artinya apa? Kalau jalan gedenya sudah, jalan tengah, jalan kecilnya disambungkan ke sana secepat-cepatnya. Karena tanpa itu, tidak akan daerah bisa menikmati yang namanya pertumbuhan ekonomi. Sambungkan dengan kawasan industri, sambungkan dengan kawasan-kawasan wisata, sambungkan dengan sentra-sentra industri kecil, sambungkan dengan pusat-pusat produksi baik pertanian maupun perkebunan. Itu tugasnya daerah. Tugas kita membuat yang gede, yang tengah dan yang kecil adalah tugasnya daerah. Kalau ini tidak bisa dikerjakan, jangan kita bermimpi masuk ke lima besar, empat besar ekonomi terkuat dunia.

Yang kedua, reformasi struktural. Reformasi birokrasi harus betul-betul kita jalankan. Kelembagaan harus disederhanakan. Urusan-urusan perizinan semua dari pusat sampai ke daerah harus berani kita potong, tanpa itu jangan juga bermimpi menjadi empat besar, lima besar ekonomi terkuat dunia. Jangan bermimpi.

Dan ini akan segera kita mulai, lembaga-lembaga yang tidak kita perlukan, yang tidak efisien, yang tidak memberikan kontribusi yang riil kepada negara, kalau saya, tutup, hapus. Banyak-banyakin biaya, banyak-banyakin anggaran, sudah. Daerah juga begitu, sama. Semakin simpel organisasi kita, semakin sederhana organisasi kita, akan semakin cepat kita berlari, akan semakin fleksibel kita memutuskan sebuah kebijakan, karena perubahan global sekarang hampir setiap hari berubah-ubah secara cepat.

Hati-hati, jangan rutinitas, jangan pola-pola lama, tradisi-tradisi lama diteruskan-teruskan. Setop. Kita harus berhenti. Lima tahun ke depan, mohon maaf, saya sudah tidak ada beban, saya sudah enggak bisa mencalonkan lagi. Jadi apapun yang paling baik, terbaik untuk negara, akan saya lakukan.

Jadi yang namanya penyederhanaan perizinan, saya sudah bolak-balik ngomong, kita ini lebih dari dua puluh tahun tidak bisa menyelesaikan yang namanya defisit transaksi berjalan, defisit neraca perdagangan, karena apa? Ekspor kita, yang kedua investasi kita. Dua hal ini yang tidak bisa kita selesaikan dengan baik.

Investasi, perizinan yang berbelit-belit baik di pusat maupun di daerah, baik di Jakarta, di provinsi, di kabupaten, di kota, belum ada penyelesaian yang betul-betul sangat drastis. Saya itu tiap hari lima tahun yang lalu, empat tahun yang lalu, berbondong-bondong investor datang, berbondong-bondong betul, berbondong-bondong ingin investasi tapi yang menetas, dapat saya katakan sangat kecil sekali. Orangnya datang, datang, datang, ingin, ingin, ingin, tapi tidak netas, karena kita tidak bisa mengeksekusi dan merealisasikan. Izin mbulet-mbulet kayak begini. Contoh saja pembangkit listrik, baik tenaga uap, angin, panas bumi, semuanya ruwet, ruwet, ruwet. Saya, lima tahun yang lalu saya cek betul berapa izin di situ, 259 izin. Apa enggak terengah-engah investornya mengurus izin, enggak mungkin yang namanya tiga tahun. 259 izin, siapa yang kuat? Kalau dimasukkan koper bisa sepuluh koper itu izinnya. Dulunya sebenarnya bukan izin, hanya merupakan syarat, tapi berubah jadi izin. Sebelumnya hanya rekomendasi dari kantor ini, berubah jadi izin.

Sudah kita potong menjadi 58 izin, dari 259 jadi 58. Tapi jangan ditepuk tangan, 58 itu juga kebanyakan juga, masih kebanyakan. Apa-apaan izin 58? Maksimal lima cukup. Izin apa? Kita kurang listrik, ada investasi yang mau membangun listrik, lha kok enggak bisa kita jemput dengan baik, kita eksekusi dengan baik. Masih 58 izin meskipun sudah kita potong. Nanti tepuk tangan Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara, kalau izinnya sudah di bawah lima.

Ini apa-apaan? Ini sama, di pusat, enggak di daerah sama. Ada satu, dua, tiga daerah ya sudah cepat tetapi belum 514 kabupaten/kota dan 34 provinsi, belum. Saya ngomong apa adanya, juga belum di semua kementerian belum, masih ruwet.

Saya selalu sampaikan, sekali lagi, problem kita kan di defisit neraca perdagangan, defisit transaksi perjalanan, problem. Artinya butuh ekspor, butuh investasi. Investasi terutama yang berorientasi pada ekspor, investasi yang berorientasi kepada substitusi barang-barang impor, dua ini yang penting. Investasi yang berorientasi pada ekspor, investasi yang berorientasi pada substitusi barang-barang impor. Kalau itu yang datang investornya, sudah, Saudara-saudara sekalian tutup mata, sudah besok bangun, izin berikan, besok suruh bangun, gitu lho. Itu baru bisa menyelesaikan. Ini kita sudah berpuluh tahun enggak bisa menyelesaikan gara-gara tadi, dan kita tahu masalahnya itu. Ini niat atau enggak niat, mau atau enggak mau, hanya itu. Kalau dua tadi bisa diselesaikan, sudah, rampung kita. Tutup mata sudah. Saya kemarin ngomong sama menteri-menteri, kalau investasi kayak itu, orientasi untuk ekspor, substitusi barang-barang impor, sudah, kalau perlu enggak pakai izin. Izinnya diberikan kemudian.

Jengkel saya, enggak bisa menyelesaikan yang sudah kelihatan. Kalau lingkup kota saya layani sendiri, masih sanggup saya melayani sendiri. Lingkup provinsi sanggup saya melayani sendiri, tetapi ini lingkup negara besar, Indonesia. Ini negara besar, 514 kabupaten/kota, 34 provinsi. Jadi harus ada kemauan kuat kalau kita tidak ingin terjebak pada middle income trap, harus ada kemauan kuat, sudah. Kalau biasa-biasa saja, jangan berharap, lupakan kita bisa masuk ke empat besar negara maju, lima besar negara maju. Maaf, itu baru urusan yang kedua reformasi birokrasi, reformasi struktural.

Yang ketiga, ini lebih sulit, pembangunan sumber daya manusia, ini harus bisa kita selesaikan. Data terakhir kemarin tenaga kerja kita 51 persen lulusan SD. Ini persoalan yang harus kita selesaikan, bagaimana mereka upscaling atau rescaling harus dilakukan besar-besaran. Enggak mungkin kita lakukan hanya sepuluh ribu, seratus ribu. Kemarin ada menteri yang menyampaikan, “Pak ini kita siap Pak dua ratus ribu.” Kita butuhnya jutaan yang kita upgrade itu, bukan ratusan ribu, bukan puluhan ribu, jutaan.

Oleh sebab itu, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, semuanya harus berbondong-bondong bersama-sama menyelesaikan ini. Training-training, pelatihan-pelatihan agar skill/keterampilan anak-anak kita, tenaga kerja kita menjadi lebih baik. Ini terus kita rapatkan agar betul-betul kita bisa memberikan beasiswa bukan hanya puluhan ribu atau ratusan ribu, jutaan kepada mahasiswa-mahasiswa, anak-anak kita untuk bisa sekolah, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Sebanyak-banyaknya sehingga di bidang sains, di bidang teknologi, matematika, semuanya kita bisa mengejar negara-negara lain.

Daerah juga bisa melakukan hal yang sama. Ada anggaran, beri beasiswa. Misalnya dari Provinsi Papua, beri beasiswa sebanyak-banyaknya untuk anak-anak Indonesia bagian timur, baik di dalam negeri maupun ke luar negeri. Provinsi-provinsi yang lain juga bisa melakukan hal yang sama, kabupaten dan kota juga bisa melakukan hal yang sama. Jangan rutinitas, jangan terjebak pada anggaran-anggaran rutinitas.

Di bidang kesehatan, jangan sampai kita masih mendengar lima tahun yang akan datang, stunting, gizi buruk, kematian ibu dan anak yang masih tinggi. Ini juga persoalan besar yang harus kita selesaikan bersama-sama.

Kembali lagi ke pendidikan. SMK, daerah ini agar di-link-an, link and match dengan industri-industri yang ada. Jangan biarkan SMK kita bergerak sendiri, link-an dengan industri sehingga sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan yang ada di lapangan. Jangan sekarang sudah masuk ke digital ekonomi, SMK kita masih jurusannya jurusan bangunan. Sudah lima puluh tahun lebih jurusan bangunan.

Siapkan SDM kita untuk hal-hal yang baru. Saya berikan contoh Filipina, itu mengembangkan yang namanya Business Process Outsourcing (BPO) sehingga jasa-jasa, baik yang berkaitan dengan keuangan dan lain-lain bisa dikerjakan di Filipina tetapi pemiliknya ada di banyak negara. Itu sekarang menjadi income terbesar di Filipina. Anak-anak kita juga pintar-pintar seperti itu, pintar-pintar. Business Process Outsourcing. Jangan sudah berpuluh-puluh tahun, lima puluh tahun lebih jurusan masih jurusan bangunan, jurusan mesin. Yang jelas dong, mesin mesin apa gitu. Jurusan dari dulu kayak gitu terus. Ya meskipun saya tahu beberapa SMK ini sudah mulai berubah tetapi kita ingin semuanya berubah. Dunia sudah perubahannya begitu sangat cepat seperti ini, artificial intelligence, big data, internet of things, virtual reality, 3D printing, kita masih jurusan bangunan, jurusan mesin, jurusan apa lagi?

Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian,
Sekali lagi, saya mengajak, problemnya itu sudah kelihatan, persoalannya sudah kelihatan, tantangan yang akan kita hadapi juga sudah kelihatan, sudah kelihatan, tinggal kita mau atau tidak mau menyelesaikan persoalan problem-problem dan tantangan-tantangan yang ada di depan kita. Kalau kita mau, niat kita betul-betul niat untuk 2045 ke empat besar, ke lima besar ekonomi dunia, ya jadi. Tetapi kalau kita terjebak pada rutinitas, tidak berani berubah, jangan bermimpi kita masuk ke lima besar, ke empat besar negara maju ekonomi terkuat dunia, jangan bermimpi. Kita akan terjebak pada yang namanya middle income trap.

Yang terakhir, alhamdulillah pemilu telah berjalan dengan lancar. Terima kasih kepada seluruh kepala daerah atas dukungannya. Atas nama bangsa dan negara dan seluruh rakyat Indonesia, saya juga ingin menyampaikan duka cita yang mendalam atas meninggalnya/wafatnya para petugas pemilu KPPS setelah menjalankan tugasnya. Semoga arwahnya diberikan tempat yang paling mulia di sisi Allah SWT. Amin ya rabbal alamin.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Maka dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, secara resmi saya buka Musrenbangnas Tahun 2019.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru