Pembukaan Rapat Koordinasi Nasional Investasi 2019, 12 Maret 2019, di Nusantara Hall ICE BSD, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 12 Maret 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.814 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja yang hadir, Kepala BKPM, Gubernur, para Bupati dan Wali Kota, khususnya Gubernur Provinsi Banten,
Yang saya hormati para anggota Dewan, Bapak-Ibu sekalian seluruh Kepala Dinas Penanaman Modal dan Kepala Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP),
Bapak-Ibu tamu undangan yang berbahagia.

Saya sudah berkali-kali menyampaikan, saya kira di dalam forum-forum ekonomi bahwa kunci pertumbuhan ekonomi kita, growth ekonomi kita, kuncinya hanya ada dua, yang pertama adalah investasi, yang kedua adalah ekspor.

Perlu saya sampaikan di sini, yang namanya investasi dan ekspor, kita ini sudah ditinggal oleh tetangga-tetangga kita. Kalah dengan Singapura, iya kalah. Kalah dengan Malaysia, iya kalah. Kalah dengan Thailand, iya kalah. Kalah dengan Filipina, iya kalah. Kalah dengan Vietnam, iya kalah. Kita tidak mau lagi ditinggal oleh yang namanya nanti Kamboja dan Laos. Enggak lah.

Kita ini mempunyai kekuatan besar, baik sumber daya manusia maupun sumber daya alam. Tapi kita ini sudah terlalu lama sekali senangnya ekspornya bahan mentah (raw material). Sudah berpuluh-puluh tahun kita tidak berani masuk ke hilirisasi, tidak berani masuk ke industrialisasi. Daerah-daerah harus mendorong ini, para gubernur, para bupati, para wali kota harus mendorong yang namanya industrialisasi dan hilirisasi. Kuncinya ada di situ.

Kita ekspor besar tapi raw material, hati-hati. Karet, yang kita kirim raw material. CPO kita kirim crude-nya, padahal turunannya banyak sekali kalau kita hilirisasi. Kopra, kita kirim raw material-nya. Batu bara kita kirim batu baranya. Padahal kalau kita mau sebetulnya tidak seperti sekarang. Waktu booming komoditas harga globalnya, harga internasionalnya tinggi, semua senang semua. Tapi lupa mendorong industrialisasi, lupa mendorong hilirisasi. Inilah kesalahan yang harus kita perbaiki.

Jadi sekali lagi, saya minta yang namanya PTSP, bupati, wali kota, gubernur, kalau ada investor yang berkaitan dengan industri apapun, tutup mata, beri izin. Yang berkaitan dengan bahan-bahan mentah (raw material) yang ada di daerah itu, di provinsi itu segera beri izin, tutup mata sudah, tidak usah banyak bertele-tele. Tutup mata, beri izin.

Karet, ada yang mau bikin ban misalnya yang banyak karetnya di Sumsel atau di Sumut atau di Riau, beri izin sudah, tutup mata. Mau buat industri ban atau industri sarung tangan karet, tutup mata sudah, tapi yang paling penting memang bukan hanya tutup matanya saja, kawal. Tutup mata, investornya hilang tidak mengerti kita. Dikawal, tunjukkan kalau mau membeli lahan tunjukkan lahannya di mana. Di sini ada, di sini ada, di sini ada. Itu yang namanya dikawal. Kelemahan kita ada di sini.

Kalau ada investor yang ingin mendirikan industri petrochemical, tutup mata sudah, pastikan mereka dapat izin satu hari selesai, nih. Gubernur harus berani seperti itu, izin ini, bupati, “nih, izin.” Jangan mereka tunggu-tunggu sampai berhari-hari, berminggu-minggu, sudah enggak musim sekarang. Jam urusannya sekarang ini. Kalau izin itu jam, kalau IMB okelah, tapi izinnya diberi dulu, IMB nanti.

Saya kemarin ke Lampung, saya cek beberapa PTSP dinas, berapa hari IMB, “bisa Pak, tiga hari.” “Bisa Pak, seminggu.” Oke, kalau untuk IMB karena harus ke lapangan, karena harus cek, oke. Tapi  SIUP sampai berhari-hari kebangetan. SIUP itu lima menit berikan sudah. Apa sih SIUP.

Hal-hal seperti ini yang harus kita perhatikan. Kembali lagi, kalau ada yang ingin investasi petrochemical, beri izin, karena impor kita di petrochemical itu gede banget. Substitusi barang impor ini harus diberikan prioritas, daripada kita impor lebih baik mereka mendirikan di sini. Artinya kita, neraca transaksi berjalan kita akan semakin baik, neraca perdagangan kita akan semakin baik. Kita harus mengerti ini. Ini kunci, ekspor dan investasi ini kunci.

Saya sudah sampaikan juga ke Menteri Keuangan kalau ada yang namanya petrochemical, sudah tutup mata, beri tax holiday, dan enggak usah pikir lama-lama. Daripada kita defisit, defisit neraca perdagangan, defisit transaksi berjalan kita yang membebani kita berpuluh-puluh tahun tidak diselesaikan, padahal kuncinya juga kita mengerti, investasi dan ekspor. Kuncinya di situ. Tahu kesalahan kita, tahu kekurangan kita, rupiahnya berapa defisit kita tahu, kok kita enggak selesaikan? Bodoh banget kita kalau seperti ini. Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya tahu semuanya ini.

Jadi sekali lagi, jangan sampai kita nanti kalah dengan Kamboja, kalah dengan Laos. Hati-hati. Negara ini negara besar. Kita dalam dua – tiga tahun ini sudah banyak kemajuan dalam mendorong investasi. Kalau kita lihat sekarang peringkat investasi kita, sovereign rating kita sejak 2017 kemarin, saya kira tahu semuanya, kita sudah masuk dalam negara yang layak investasi, peringkat layak investasi (investment grade). Ini sebuah poin yang sangat penting sekali, harus dimanfaatkan. Dari tiga lembaga pemeringkat internasional (S&P (Standard & Poor’s), Moody’s, dan Fitch). Ini modal besar kita sudah dapat, ini modal. Tapi kalau enggak kita manfaatkan ya percuma modal yang sudah kita dapat ini.

Kemudian 2018 tadi Pak Thom Lembong sudah menyampaikan, dari United Nations yang melakukan survei-survei untuk CEO-CEO multinational company, dari United Nations Conference on Trade and Development, mendudukkan Indonesia pada peringkat urutan keempat destinasi investasi yang paling menarik di dunia. Ini modal besar dua tadi, ratingnya kemudian survei untuk CEO-CEO perusahaan multinasional mengatakan Indonesia adalah nomor empat paling menarik bagi investasi.

Yang saya rasakan sehari-hari, investor itu berbondong-bondong ke kita. Wong saya sering nemuin kok, bukan kadang-kadang, sering sekali menemui, tapi kok enggak ada yang terealisasi. Ini yang salah di mana, di pusat, di provinsi, di kota, atau di kabupaten? Ada yang salah ini kita. Ini akan saya cek, akan saya kontrol betul ini yang salah di mana. Orang-orang investor datang, baik dalam negeri maupun dari luar datang, ingin investasi ini, itu, ini, itu, kok enggak netes, kok enggak menetas. Ini pasti ada problemnya, ada problemnya. Apakah kecepatan perizinan kita, apakah mungkin urusan pembebasan lahan yang yang bertele-tele sehingga mereka pergi, atau pelayanan kita yang tidak cepat dan tidak baik. Harus dicari ini, saya kira Pak Gub, ini urusan besar, Pak Bupati, Pak Wali, Bu Wali, ini urusan besar yang harus kita selesaikan, karena kunci pertumbuhan ekonomi kita, kuncinya itu ada di dua tadi, investasi dan ekspor.

Juga sering saya sampaikan, kalau ada orang mau investasi yang orientasinya ekspor, untuk ekspor, sudah jangan lama-lama, jangan menunggu satu jam, “ini saya beri izin,” langsung begitu. Harus menunjukkan kita ini cepat. “Bapak mau mendirikan apa?” “Oh, industri ban Pak, untuk ekspor, industri ban untuk pesawat, seratus persen ekspor.” Sudah, nama perusahaan, nama pemilik sini, syarat, langsung beri izin. Nih! Gitu lho. Jangan ditanya macam-macam, balik badan enggak pergi ke kita, pergi ke Vietnam. Mereka sangat atraktif sekali, lahan dibebasin enggak beli. Coba.

Saya sebetulnya mau coba juga, ada salah satu provinsi yang kita siapkan lahan, yang investor datang enggak usah beli lahan, enggak usah sewa lahan, sudah langsung dirikan silakan, asal orientasinya ekspor atau barang substitusi impor. Harus berani seperti itu, gubernur harus berani seperti itu, bupati/wali kota harus berani seperti itu, terutama yang di luar Jawa, saya kira lahan masih gede. Jangan kita biarkan terus-menerus, sekali lagi, ekspor kita dalam bentuk raw material.

Batu bara, ini perlu saya ingatkan, batu bara itu sekarang bisa, karena teknologi, diubah menjadi gas LPG. Bisa. Ya kenapa kita ekspor raw material batu bara? Dirikan saja, kalau ada orang yang datang ingin mendirikan pembuatan batu bara yang kalori rendah untuk pembuatan gas. Daripada kita impor gas, impor LPG, ngapain? Lebih baik industri datang ke sini, sudah. Izin kalau yang gini-gini sudah tutup mata, tutup mata, tutup mata, sudah. Jangan lama-lama kalau barang substitusi impor atau untuk orientasi ekspor. Supaya kita mengerti semuanya.

Jadi yang paling penting, tolong kalau ada investor itu dikawal, ditemani agar bisa menetas betul-betul realisasi, itu yang kita inginkan. Sehingga investor merasa dilayani, merasa diperhatikan. Banyak sekali sebetulnya, peluang kita ini banyak sekali.

Saya senang sekarang ini ada online single submission ya, tapi enggak tahu sambungannya ke daerah sudah jalan belum. Kembali lagi, memang harus platform online yang mengawal sehingga kita tahu proses ini sampai di mana. Sampai mereka betul-betul membangun, itu harus ada platform online yang bisa mengikuti proses berjalannya ini sampai di mana. Itu tugasnya Pak Thom Lembong ini, harus disiapkan, sehingga betul-betul nanti investor yang datang itu tidak hanya pegang izin, tapi merealisasikan investasinya di provinsi, di kabupaten, dan di kota-kota yang ada. Karena kalau kita lihat sebetulnya indikator ekonomi kita ini semuanya baik. Posisi fiskal kita stabil baik, kita sekarang ini sangat pruden sekali. Keseimbangan primer kita juga sudah baik, yang sudah lama kita agak goyang di keseimbangan primer, tahun ini sudah baik. Kebijakan moneter kita juga sekarang ini sangat responsif sekali, ada perubahan apa, besok sudah memberikan kebijakan. Saya kira kecepatan-kecepatan seperti itu yang dibutuhkan sekarang ini. Infrastruktur juga semakin baik dan akan terus kita perbaiki terus, sehingga biaya logistik, biaya transportasi, mobilitas orang menjadi semakin cepat.

Jadi sekali lagi, cari sebetulnya ada apa kita ini. Kok investor datang berbondong-bondong tapi realisasi enggak ada sepuluh persen ini ada apa. Harus menjadi koreksi kita. Kita harus mengoreksi, mengevaluasi ini. Harus berani evaluasi, berani mengoreksi. Kalau kita rutinitas, enggak berani mengoreksi diri kita, enggak berani mengevaluasi kita, ya enggak akan ada lompatan. Enggak akan ada yang namanya lompatan.

Sebetulnya perang dagang antara Tiongkok dan Amerika Serikat ini bisa kita manfaatkan karena investor, investasi yang ada di Tiongkok itu sudah mulai goyang, ingin mencari tempat baru, lokasi baru untuk investasinya. Ini dimanfaatkan, disambungkan. Duta besarnya bisa menyambungkan, mungkin ITPC-nya bisa menyambungkan, dan BKPM bisa menjemput bola ke sana. Banyak sekali.

Kita sangat lucu banget kita ini. Contoh, saya berikan contoh yang saya mengerti, sebetulnya yang ingin berbondong-bondong keluar dari Tiongkok itu industri mebel. Saya lihat industri produk-produk kayu dari Dongguan dekat Guangzhou, tapi kenapa datangnya ke Vietnam? Berbondong-bondongnya ke Vietnam, padahal kayunya ada di kita, raw material-nya ada di kita, rotannya ada di kita, bambunya ada di kita. Apa yang salah dari Indonesia? Apa yang keliru dari Indonesia?

Saya ingat tujuh belas tahun yang lalu waktu kita pameran yang namanya Koelnmesse, itu di Koln, di Jerman. Kita sudah punya empat belas stan, mereka baru dua stan. Sampai sekarang kita empat belas stan, mereka sudah beratus stan. Apa yang salah dari kita? Ada yang salah yang harus kita koreksi dan kita evaluasi dan kita perbaiki.

Kembali lagi ke sini, ke mebel lagi. Coba, kita kayu, rotan, bambu, semuanya punya. Ekspor kita, ekspor kita ke Amerika itu hanya menguasai kurang lebih tiga persen, hanya tiga persen menguasai, Vietnam enam belas persen. Coba? Kita memiliki raw material yang melimpah. Ini koreksi untuk kita semuanya, ini harus dikoreksi. Ini baru satu produk, satu barang yang kita cerita. Cerita produk yang lain kurang lebih ya sama. Coba, kita tiga persen, Vietnam enam belas persen, masuk ke pasar Amerika. Artinya apa? Kita kalah rebutan, kalah merebut investasi, kalah merebut pasar. Saya rasa ini tanggung jawab kita semuanya.

Saya sudah sampaikan baru seminggu yang lalu dalam forum rapat kabinet, apakah perlu, saya bertanya apakah perlu kalau situasinya seperti ini, yang namanya Menteri Investasi dan Menteri Ekspor, sudah, khusus sudah. Wong penyakit kita ada di situ. Negara lain saya lihat juga sama, di UE juga ada Menteri Investasi, ada menteri khusus ekspor. Negara lain saya lihat juga sama. Mungkin dari sisi kelembagaan memang kita harus memiliki, Menteri Investasi dan Menteri Ekspor, dua menteri mungkin perlu. Tapi nanti kalau ada menteri itu juga enggak nendang lagi ya yang salah kita semuanya, sudah. Saya itu paling geregetan, kita mengerti kesalahan kita, kita mengerti kekurangan kita, kita mengerti jalan keluarnya, tapi kita tidak bisa menuntaskan masalah yang ada.

Tapi ini saya akan mulai lihat, akan mulai lihat, alur cerita ini akan saya lihat, ini pasti ada yang enggak benar di titik-titik tertentu. Akan saya lihat dan saya pastikan saya akan pasti menemukan, insyaallah akan menemukan ini. Dan jangan sampai nanti saya cek di PTSP, ngomongnya SIUP sehari, ternyata dua minggu, nah, ketemu satu. IMB ngomongnya tiga hari – seminggu, saya cek ternyata masih delapan bulan, masih enam bulan ketemu berarti di situ. Bisa di pusat, bisa di daerah.

Sara rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru