Pemerintah Optimistis Dapat Turunkan Angka Stunting Hingga di Bawah 20 Persen
Pemerintah optimistis akan bisa menurunkan stunting hingga berada di bawah angka 20 persen pada 2024. Untuk itu, pemerintah melakukan upaya serius melalui berbagai program dan kegiatan yang lebih tepat dan cepat.
Strategi yang diambil adalah dengan mendorong dan memperkuat usaha konvergensi intervensi terhadap penyebab langsung (intervensi gizi spesifik) maupun terhadap penyebab tidak langsung (intervensi gizi sensitif), kata Deputi Bidang Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan kantor Wakil Presiden RI, Bambang Widianto, dalam Rapat Koordinasi Teknis (Rakornis) Percepatan Pencegahan 2019, di Hotel Grand Sahid, Jakarta, Rabu (3/7).
Untuk itu, lanjut Bambang, diperlukan kemampuan teknis dari bupati/walikota di seluruh tanah air untuk menangani ini. Kalau sekarang 30 persen, mudah-mudahan 5 tahun ke depan tinggal 20 persen, ujar Bambang.
Bambang merujuk pada banyak kisah sukses di tingkat kabupaten dan kota terkait pelaksanaan percepatan pencegahan stunting di daerah yang dapat dijadikan model oleh berbagai daerah. Dua di antaranya adalah Kabupaten Sumenep (Jatim) dan Kabupaten Banggali (Sulawesi Tengah) yang terbukti berhasil melompat dalam menurunkan angka prevaleni anak stunting.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak karena kurang gizi dan infeksi penyakit yang berulang. Penyebabnya adalah karena rendahnya asupan gizi dalam waktu cukup lama, terutama periode emas seribu hari pertama kehidupan (HPK) yang dihitung sejak anak dalam kandungan hingga usia 2 tahun.
Jika stunting dibiarkan, maka Indonesia berpotensi kehilangan potensi sumber daya manusia yang berkualitas karena anak stunting perkembangan otaknya tidak akan seperti anak yang tumbuh sehat. Kecerdasannya tidak optimal, dan jika dewasa rentan menderita penyakit degeneratif, seperti jantung, diabetes, dan lainnya.
Berdasarkan kajian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), angka stunting yang tinggi menyebabkan negara kehilangan potensi pendapatan sekitar Rp250-300 triliun atau 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) per tahun. Hal ini karena berkurangnya produktivitas anak yang mengalami stunting , sehingga berisiko kehilangan penghasilan 20 persen ketika dewasa. (Setwapres/ES)