Pemerintah Siapkan ‘Exit Strategy’ agar Bencana Kesehatan Tak Merembet Sektor Lain

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 5 Mei 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 1.315 Kali

Menko Perekonomian menjawab pertanyaan wartawan usai Rapat Terbatas, Selasa (5/5). (Foto: Humas/Rahmat).

Pemerintah sedang mempersiapkan exit strategy dari pandemi Covid-19 agar masalah pada bencana kesehatan tidak merembet ke sektor-sektor yang lain.

Pernyataan tersebut disampaikan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, saat menjawab pertanyaan wartawan, Selasa (5/5), terkait pertumbuhan yang diprediksi terpengaruh akibat Covid-19 dari segi demand terjadi demand shock.

“Apalagi di kuartal kedua ini Pemerintah menerapkan PSBB untuk memotong penyebaran daripada Covid-19. Jadi dengan pemotongan ini diharapkan dari segi kesehatan, siklus yang terjadi tidak terjadi akselerasi, bahkan beberapa perkiraan mengatakan bahwa di bulan Mei nanti akan ada tapering off,” ungkap Menko Perekonomian.

Prediksi yang disampaikan oleh International Monetary Fund (IMF) misalnya, lanjut Menko Perekonomian, bahwa 3 negara dengan pertumbuhan masih positif yaitu Indonesia, China, dan India serta Pemerintah dalam APBNP 2020 mematok pertumbuhan 2,3 persen.

“Jadi ini terlihat bahwa dengan penurunan di kuartal pertama ini senada dengan apa yang terjadi di 213 negara di global dan kita masih dalam posisi positif,” imbuh Airlangga.

Lebih lanjut, Menko Perekonomian sampaikan analisis juga dapat dilihat melalui refleksi dari tingkat konsumsi rumah tangga dan kegiatan ekspor impor menurun karena memang banyak negara yang dalam tanda petik shutdown.

“Tentu ini kita mengharapkan ada program exit strategy dengan metode normal baru, di mana untuk pabrik misalnya harus menjalankan protokol Covid-19, kemudian nanti persiapan untuk relaksasi menggunakan masker dan yang lain sesuai dengan standar Covid-19 dan ini sedang disiapkan oleh BNPB,” terang Menko Perekonomian.

Terkait dengan mekanisme penyerapan beras, Menko Perekonomian sampaikan Badan Urusan Logistik (Bulog) akan menyerap beras 900 sampai 1,4 juta ton dan Bulog juga ada program untuk bansos sebanyak 450.000 ton.

“Dengan demikian, tentunya Bulog mempunyai kemampuan untuk penyerapan gabah kering giling dari petani yang lebih besar. Kemudian tentunya dari perincian stok sampai akhir tahun 2020, diperkirakan stok masih bisa 4,7 juta ton dan tentunya Bulog mempunyai tugas untuk menjaga stok yang lebih dari satu juta ton untuk cadangan beras pemerintah,” jelas Menko Perekonomian.

Soal gula, Menko Perekonomian sampaikan bahwa masih ada beberapa gula yang akan masuk ke pasar dan gula itu diharapkan dari Bulog sendiri ada lebih dari 25.000 ton yang akan masuk.

“Kemudian juga ada stok gula pasir 140.000 ton, yang direalokasi juga akan masuk dari rafinasi plus 9.000 ton yang rencana eksportir relokasi juga ke dalam negeri diharapkan jumlah stok ini akan meningkat di bulan April dan Mei ini. Di bulan Mei ke depan dan Mei dan Juni,” imbuhnya.

Menjawab komoditas yang masih juga memerlukan impor, Menko Perekonomian sampaikan dari 11 komoditas ini yang utama adalah terkait dengan gula, baik itu rafinasi dan juga bawang putih.

“Di bawang putih sendiri konsumsi dalam negerinya itu sekitar 50.000 ton dan bulan April kemarin diperkirakan masuk 94.000 ton dan Mei sekitar 78.000 ton sehingga untuk lebaran ini relatif, kecuali gula. Diharapkan yang lain sudah bisa masuk dan mempunyai stok yang cukup untuk di pasar,” ujarnya.

Mengenai ekstensifikasi, Menko Perekonomian sampaikan arahan Bapak Presiden karena dari laporan yang disampaikan oleh Menteri PUPR lahan gambut yang disiapkan bisa sepertiganya atau sekitar 200.000 hektare.

Arahan Presiden, menurut Menko Perekonomian, untuk ditinjau kembali, termasuk infrastrukturnya dan lahan yang 200.000 karena berada dalam satu hamparan dan tentunya dari segi yield berbeda dibandingkan yang di Pulau Jawa.

Menghadapi saran dari FAO dan juga BMKG terkait dengan akan adanya musim kering, Menko Perekonomian sampaikan di bulan Agustus pada tahun ini di daerah-daerah Jawa, Sulawesi Selatan dan juga NTB, bahkan NTB sudah mulai lebih dahulu.

“Maka, Kalimantan yang mempunyai curah hujan relatif masih cukup baik sampai bulan November, ini menjadi salah satu alternatif yang nanti juga akan dipelajari oleh Kementerian Pertanian dengan Kementerian PUPR dan juga beberapa BUMN,” pungkas Menko Perekonomian. (TGH/EN)

Berita Terbaru