Pemerintah Siapkan Langkah Percepatan Penurunan Stunting di NTT
Akselerasi penurunan stunting adalah salah satu program prioritas pemerintah di sektor kesehatan. Saat memimpin Rapat Terbatas mengenai Percepatan Penurunan Stunting pada Agustus lalu, Presiden Joko Widodo mengungkapkan adanya perbaikan dalam prevalensi stunting dari 37 persen di 2013 menjadi 27,6 persen di 2019. Presiden meminta agar angka tersebut terus diturunkan hingga mencapai 14 persen di tahun 2024.
Presiden memerintahkan agar upaya ini difokuskan pada 10 provinsi yang memiliki prevalensi stunting tertinggi, yaitu Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Barat, Gorontalo, Aceh, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Barat, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah.
Menindaklanjuti arahan Presiden tersebut, Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) segera melakukan langkah-langkah untuk mengakselerasi penurunan stunting di provinsi-provinsi tersebut. Kamis (15/10), Kemenko PMK menggelar rapat koordinasi (rakor) yang membahas upaya percepatan penanganan stunting di NTT, khususnya Kabupaten Sumba Barat Daya, Rapat yang digelar secara virtual ini dihadiri oleh perwakilan kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah.
Kabupaten Sumba Barat Daya termasuk ke dalam 100 kabupaten prioritas penanganan stunting. Pada daerah ini masih banyak bayi dan balita yang mengalami gizi kurang hingga stunting.
“Karena itu, pemerintah berusaha mempercepat penanganan stunting di Kabupaten Sumba Barat Daya, NTT. Kita akan ‘keroyok’ nanti NTT, khususnya Sumba Barat Daya, untuk mengentaskan stunting dan meningkatkan tingkat kesejahteraannya,” ujar Menko PMK Muhadjir Effendy dalam rakor tersebut.
Ia mengatakan, permasalahan sanitasi, imunisasi, dan pemenuhan sumber air adalah masalah utama mengapa stunting mengakar di Sumba Barat Daya. Karena itu, diperlukan sinergitas antarkementerian dan lembaga dalam penanganan stunting ini.
“Untuk penanganan stunting, perlu difokuskan di bidang sanitasi, imunisasi dasar, keluarga berencana, pemenuhan air layak, dan lain-lain. Sehingga diperlukan koordinasi dan sinergi antarkementerian dan lembaga terkait dalam pelaksanaan program dan efisiensi anggaran,” jelasnya.
Selain itu, Muhadjir mengungkapkan, permasalahan stunting juga sangat erat kaitannya dengan permasalahan di ranah keluarga. Karena itu, edukasi dan sosialisasi kepada keluarga terkait gizi anak juga penting dilakukan. Ia mengatakan, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) yang menjadi lead untuk melakukan hal tersebut. Selain itu, dalam sosialisasi dan edukasi ini juga diperlukan keterlibatan tokoh masyarakat agar sosialisasi bisa dilakukan dengan maksimal.
“BKKBN akan menjadi lead dalam penanganan stunting dan sebagai integrator di ranah keluarga sesuai dengan arahan Pak Presiden. Selain itu pelibatan tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh agama juga diperlukan untuk mengedukasi masyarakat tentang penanganan stunting ini di wilayah sasaran,” ujarnya.
Muhadjir berharap, intervensi penanganan stunting yang dilakukan pemerintah pusat di Kabupaten Sumba Barat Daya akan berhasil dan akan menjadi contoh untuk penanganan di daerah lainnnya.
“Sehingga target kita untuk penanganan gizi buruk dan stunting bisa kita laksanakan dengan baik, dan kemudian kita rumuskan sebagai model yang bisa kita replikasikan di kabupaten lain,” pungkas Menko PMK. (HUMAS KEMENKO PMK/UN)