Pemerintah Susun RPP Relaksasi Pembayaran Iuran Jamsostek

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 30 April 2020
Kategori: Berita
Dibaca: 2.680 Kali

Menaker saat memberikan keterangan pers usai Ratas, Kamis (30/4). (Foto: Humas/Ibrahim).

Izin prakarsa penyusunan Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) terkait relaksasi pembayaran iuran Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek) sudah diberikan.

Hal tersebut diungkapkan Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, Kamis (30/4), saat memberikan keterangan pers usai mengikuti Rapat Terbatas melalui daring.

Tahap berikutnya, Menaker sampaikan akan menuntaskan bersama dengan kementerian dan lembaga yang lain.

“Kami akan melakukan rapat panitia antarkementerian dan selanjutnya adalah proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM. Mudah-mudahan tidak dalam waktu yang lama bisa kami selesaikan,” ujar Menaker.

Substansi yang diatur dalam RPP adalah sebagai berikut:

Pertama, penyesuaian iuran dilakukan terhadap program JKK (Jaminan Kecelakaan Kerja) kemudian JKm (Jaminan Kematian) dan Jaminan Pensiunanan (JP).

“Untuk keringanan iuran untuk program JKK dan JKm, kemudian untuk program Jaminan Pensiunan berupa penundaan pembayaran. Kemudian program JHT (Jaminan Hari Tua) tidak termasuk di dalam relaksasi,” imbuh Ida.

Kedua, besaran iuran.

Menurut Menaker, untuk besaran iurannya, iuran JKK bagi peserta penerima upah, iuran JKK akan dibayarkan sekitar 10 persen dari iuran normal.

“Kemudian iuran peserta bukan penerima upah, iuran JKK-nya juga sebesar 10 persen dari nilai nominal tertentu dari penghasilan peserta sebagaimana ini tercantum dalam PP Nomor 44 Tahun 2015. Kemudian bagi pekerja pada perusahaan sektor konstruksi, iuran JKK sebesar 10 persen dan sisa iuran yang belum dibayarkan,” jelas Ida.

Ketiga, iuran JKM bagi peserta penerima upah, iuran JKM hanya akan dibayarkan 10 persen dari iuran normal.

“Kemudian bagi peserta bukan penerima upah, iuran JKM sebesar Rp600.000 setiap bulannya. Kemudian bagi pekerja pada perusahaan sektor jasa konstruksi, iuran JKM sebesar 10 persen dari sisa iuran yang belum dibayarkan,” terang Menaker.

Keempat, mengenai iuran JP (Jaminan Pensiun) relaksasi berupa penundaan pembayaran.

“Jadi, sebagian iuran jaminan pensiun ini tetap dibayarkan sebesar 30 persen dari kewajiban iuran, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya. Kemudian sisa iuran JP-nya sebesar 70 persen dapat dibayarkan sekaligus atau bertahap sampai bulan Oktober 2020,” ujarnya.

Kelima, RPP (Peraturan Pemerintah)  juga mengatur tentang penyesuaian iuran untuk pertama kali dimulai pada bulan April dapat diperpanjang selama 3 bulan.

“Sebelum perpanjangan 3 bulan kami akan melakukan evaluasi terlebih dahulu dengan berkoordinasi dengan Menteri Keuangan, DJSN (Dewan Jaminan Sosial Nasional), dan BPJS Ketenagakerjaan,” sambung Menaker.

Harapan Pemerintah, menurut Menaker, dengan memberikan relaksasi pembayaran iuran Jamsostek ini, pengusaha dapat memenuhi kewajibannya untuk membayar Tunjangan Hari Raya (THR).

“Yang surat edaran tentang ketentuan pembayaran THR ini segera akan kami keluarkan,” tegas Menaker.

Menambahkan pernyataan Menaker, Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa dalam situasi saat sekarang, ada 15.747 perusahaan industri tetap bekerja, dengan total karyawannya adalah 4,7 juta.

“Dalam keadaan normal jumlah industri ini yang beroperasi lebih dari 40.000 dan tenaga kerjanya sekitar 17 juta. Dan tentunya nanti akan diharapkan pada saat situasi normal kembali perusahaan-perusahaan tersebut akan beroperasi kembali,” ujar Menko Perekonomian.

Catatannya, menurut Menko Perekonomian, bahwa seluruh stimulus maupun insentif itu diberikan dengan catatan tidak melakukan PHK.

“Dengan demikian, tentu ini diharapkan seluruh stimulus insentif bisa menjadi bantalan untuk menjaga tenaga kerja kita,” terang Menko Perekonomian.

Lebih lanjut, Menko Perekonomian sampaikan bahwa Presiden juga menambahkan terkait dengan sektor pertanian diminta untuk didalami terkait dengan keputusan sebelumnya 2,7 juta petani yang diberikan bansos.

“Dalam bentuk Rp300.000 dalam bentuk cash dan Rp300.000 lagi dalam bentuk saprodi dan tentu ini akan kami dalami kembali,” jelas Menko Perekonomian. (TGH/EN)

Berita Terbaru