Pemindahan Ibu Kota, 26 Agustus 2019, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera buat kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Pada siang hari yang berbahagia ini, saya ingin menyampaikan hal-hal yang berkaitan dengan perpindahan ibu kota negara.
Rencana untuk pindah ibu kota itu sudah digagas sejak lama, bahkan sejak era Presiden Pertama Republik Indonesia, Ir. Soekarno. Dan sebagai bangsa besar yang sudah 74 tahun merdeka, Indonesia belum pernah menentukan dan merancang sendiri ibu kotanya.
Banyak pertanyaan, kenapa harus pindah? Yang pertama, beban Jakarta saat ini sudah terlalu berat sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa, dan juga airport (bandar udara) dan pelabuhan laut yang terbesar di Indonesia. Yang kedua, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk sudah 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia dan 58 persen PDB ekonomi Indonesia itu ada di Pulau Jawa, dan Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan. Beban ini akan semakin berat bila ibu kota pemerintahan pindahnya tetap di Pulau Jawa.
Kemudian juga ada yang bertanya mengenai pendanaan. Perlu kami sampaikan bahwa total kebutuhan untuk ibu kota baru adalah kurang lebih Rp466T. Nantinya 19 persen itu akan berasal dari APBN. Itupun terutama berasal dari skema kerja sama pengelolaan aset di ibu kota baru dan di DKI Jakarta. Sisanya akan berasal dari KPBU (Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha) serta investasi langsung swasta dan BUMN.
Pertanyaan ketiga, kenapa urgent sekarang? Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan beban Jakarta dan beban Pulau Jawa yang semakin berat dalam hal kepadatan penduduk, kemacetan lalu lintas yang sudah terlanjur parah, dan polusi udara dan air yang harus segera kita tangani. Dan ini bukan kesalahan Pemprov DKI Jakarta, bukan, tetapi terlebih karena besarnya beban yang diberikan perekonomian Indonesia kepada Pulau Jawa dan kepada Jakarta. Kesenjangan ekonomi antara Jawa dan luar Jawa yang terus meningkat, meskipun sejak 2001 sudah dilakukan otonomi daerah.
Pemerintah telah melakukan kajian-kajian mendalam, dan kita intensifkan studinya dalam tiga tahun terakhir ini. Hasil kajian-kajian tersebut menyimpulkan bahwa lokasi ibu kota baru yang paling ideal adalah di sebagian Kabupaten Penajam Paser Utara dan sebagian di Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur.
Kenapa di Kaltim? Ada pertanyaan kenapa di Kaltim? Satu, risiko bencana minimal, baik bencana banjir, gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, gunung berapi, dan tanah longsor. Yang kedua, lokasinya yang strategis, berada di tengah-tengah Indonesia. Yang ketiga, berdekatan dengan wilayah perkotaan yang sudah berkembang, yaitu Balikpapan dan Samarinda. Yang keempat, telah memiliki infrastruktur yang relatif lengkap. Dan yang kelima, telah tersedia lahan yang dikuasai pemerintah seluas 180.000 hektare.
Pembangunan ibu kota baru ini bukan satu-satunya upaya-upaya pemerintah dalam mengurangi kesenjangan Pulau Jawa dan luar Jawa. Karena selain itu pemerintah juga akan membangun industrialisasi di luar Jawa berbasis hilirisasi sumber daya alam. Dan Jakarta akan tetap menjadi prioritas pembangunan dan terus dikembangkan menjadi kota bisnis, kota keuangan, pusat perdagangan, dan pusat jasa berskala regional dan global. Dan rencana Pemprov DKI Jakarta untuk melakukan urban regeneration yang dianggarkan sebesar Rp571 triliun tetap terus dijalankan dan pembahasannya sudah pada level teknis dan siap dieksekusi.
Saya paham bahwa pemindahan ibu kota negara ini, termasuk lokasinya, membutuhkan dukungan dan persetujuan DPR. Oleh sebab itu, tadi pagi saya sudah berkirim surat kepada Ketua DPR RI dengan dilampiri hasil-hasil kajian mengenai calon ibu kota baru tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah akan segera mempersiapkan rancangan undang-undangnya untuk selanjutnya disampaikan kepada DPR.
Demikian yang bisa saya sampaikan pada siang hari ini.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.