Pengantar Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas mengenai Lanjutan Pembahasan Holdingisasi BUMN, 12 Agustus 2016 Pukul 15.00 WIB, di Kantor Presiden, Jakarta
Bismillahirrahmannirrahim,
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Rapat Terbatas sore hari ini merupakan lanjutan dari pembahasan rencana holdingisasi BUMN yang saya kira kita pernah membahasnya pada bulan Febuari yang lalu. Saya ingatkan kembali bahwa BUMN harus dapat mengambil peran sebagai lokomotif penggerak roda perekonomian nasional. Peta jalan yang jelas untuk mewujudkan BUMN yang besar, BUMN yang kuat, BUMN yang lincah, ini harus segera kita punyai. Setiap tahap, mulai tahapan persiapan sampai proses di korporasi harus betul-betul dikalkulasi, betul-betul dihitung dengan baik. Sebab holdingisasi ini bukan semata-mata strategi pengurangan pemberian suntikan PMN, tidak, atau mekanisme pengalihan saham negara sebagai inbreng saham pada BUMN yang ditunjuk sebagai induk perusahaan. Tapi harus dipahami bahwa penggabungan BUMN ini dimaksudkan untuk memperkuat peran BUMN dalam persaingan, terutama dalam persaingan global.
Dan Ingin saya tegaskan sekali lagi bahwa pembentukan holding BUMN bukan untuk menghilangkan BUMN, tidak. Holdingisasi bukan privatisasi, ini berbeda. Tidak menghilangkan status BUMN pada perseroan yang menjadi anak perusahaan yang sahamnya diinbrengkan. Dan juga tidak menghilangkan atau mengurangi portfolio saham negara secara absolut. Ini tekanan ini perlu saya sampaikan supaya tidak keliru nanti.
Dan pemisahan kekayaan negara bukanlah peralihan hak dari negara kepada BUMN atau nama lain yang sejenisnya. Dan dengan demikian kekayaan negara yang dipisahkan tersebut masih tetap menjadi kekayaan negara sebagai pemegang saham. Pembentukan holding BUMN justru kita ingin memperkuat BUMN sehingga BUMN bisa keluar kandang, bisa menjadi perusahaan kelas dunia. Dan saya harapkan bahwa pengelolaan BUMN dijalankan berdasarkan paradigma yang menempatkan BUMN sebagai sebuah korporasi bisnis yang tentu saja hal ini sesuai dengan juga putusan-putusan yang diambil oleh Mahkamah Konstitusi. Dan juga jangan lagi BUMN kita ada intervensi-intervensi ke perusahaan-perusahaan BUMN sehingga kita, sekali lagi, dapat mengikuti perkembangan dan BUMN kita bisa bersaing, berkompetisi di dalam skala global.
Tadi saya juga sudah membicarakan juga dengan Menteri Bappenas mengenai pembiayaan investasi non APBN. Dan kita harapkan nanti dengan ini, saya kira pembiayaan investasi non APBN ini juga bisa mempercepat proyek-proyek yang ada. Saya kira tadi juga sudah dirinci secara detil kira-kira investasi di bidang-bidang apa dan lokasinya dimana secara baik oleh Bapak Menteri Bappenas. Sehingga nanti kita akan pisahkan, yang APBN atau investasi pemerintah nanti dikerjakan oleh Menteri Keuangan sebagai Chief Financial Officer dan untuk yang pembiayaan investasi non APBN mungkin nanti Chief Investment Officer-nya dari Bappenas. Jadi biar, garisnya biar menjadi jelas.
Kalau kita identifikasi ini proyek-proyek infrastruktur senilai 430 triliun dari 5 BUMN dan juga proyek-proyek revitalisasi industri yang lainnya yang dari swasta yang bekerja sama dengan BUMN, saya kira nanti juga bisa dilakukan dengan pola-pola yang tadi sudah disampaikan secara rinci oleh Menteri Bappenas. Dan kita harapkan kebutuhan investasi-investasi terutama infrastruktur maupun industri ini betul-betul bisa kita kejar dengan cepat karena pola-pola yang kita gunakan adalah berbeda dengan pembiayaan ekuitas. Dana tax amnesty-pun nantinya bisa kita larikan kesini dan mungkin juga dana-dana pensiun dan lain-lainnya. Supaya scheme-nya juga bisa dimulai dirancang sehingga baik dalam bentuk obligasi, dalam bentuk ekuitas yang bisa langsung ke proyek-proyek yang dikerjakan pada objek-objek investasi itu betul-betul bisa kita percepat. Saya kira kecepatan ini kalau kita bisa segera memutuskan pembiayaan investasi non APBN ini.
Saya kira itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan. Silakan Bu Menteri atau Pak Menko.
(Humas Setkab)