Pengantar Presiden Joko Widodo pada Rapat Terbatas mengenai Perlindungan Konsumen, di Kantor Presiden, Jakarta, 21 Maret 2017
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Rapat Terbatas siang hari ini akan dibahas mengenai perlindungan konsumen.
Selama 5 (lima) tahun terakhir konsumsi masyarakat berkontribusi rata-rata 55,94 persen terhadap PDB. Ini artinya bahwa perekonomian nasional mayoritas masih digerakkan oleh konsumsi. Selain itu, negara kita memiliki jumlah penduduk yang sangat besar yang berarti potensi pasar yang juga sangat besar dan juga sekaligus konsumen yang amat besar pula.
Untuk itu edukasi dan perlindungan terhadap konsumen harus menjadi perhatian kita bersama. Hal ini penting untuk dilakukan karena selama ini sudah banyak kasus-kasus yang merugikan konsumen bahkan sampai membahayakan konsumen.
Beberapa contoh diantaranya adalah terkait obat atau vaksin palsu, makanan di pasaran yang sudah kedaluwarsa, malapraktik di bidang layanan kesehatan, keamanan dan kenyamanan transportasi, serta pembobolan kartu kredit dalam transaksi e-commerce.
Edukasi konsumen diperlukan karena dibandingkan dengan negara-negara lain, konsumen Indonesia baru pada tahap “paham” haknya tapi belum mampu memperjuangkan haknya sebagai konsumen.
Dan berdasarkan laporan yang saya terima, Indeks Kepercayaan Konsumen (IKK) Indonesia tahun 2016 masih rendah, yaitu 30,86 persen, atau baru sampai pada level paham, dibandingkan dengan IKK Eropa yang sudah mencapai 51,31 persen.
Dan terkait perilaku pengaduan konsumen kita masih rendah. Secara rata-rata hanya 4,1 pengaduan konsumen yang diterima dari 1 juta penduduk Indonesia. Sementara Korea 64 pengaduan konsumen terjadi di setiap 1 juta penduduk.
Edukasi konsumen juga diperlukan untuk membuat perilaku konsumen menjadi konsumen yang cerdas, konsumen yang bijaksana, dan perilaku konsumsinya diarahkan untuk tidak terjebak pada penyakit konsumerisme, serta mampu untuk melakukan konsumsi yang bersifat jangka panjang, mulai gemar menabung atau diinvestasikan kepada sektor-sektor produktif. Konsumen juga diajarkan mencintai produk-produk dalam negeri sehingga industri nasional bisa berkembang dan lapangan kerja bisa terbuka lebih banyak.
Hal kedua yang perlu kita perhatikan dan harus kita perhatikan adalah perlindungan konsumen. Ini sangat terkait dengan kehadiran negara untuk melindungi konsumen secara efektif. Efektivitas kehadiran negara dilihat dari sejauh mana norma dan standar bisa dipenuhi serta dipatuhi oleh para produsen. Dan sejauh mana pengawasan dan penegakan hukum juga berjalan secara efektif.
Saya mencatat data yang menunjukkan tingkat kepatuhan produsen terhadap kesesuaian standar produk dengan SNI ternyata masih rendah, karena hanya 42 persen barang yang beredar di pasaran sekarang ini sesuai dengan SNI. Ini artinya ada yang keliru, ada yang harus diperbaiki.
Terakhir saya minta lembaga-lembaga perlindungan konsumen agar lebih bekerja keras sehingga betul-betul bisa dirasakan kehadirannya di tengah-tengah masyarakat. Karena dari data yang saya terima hanya 22,2 persen yang mengenal dan mengetahui fungsi lembaga perlindungan konsumen.
Itu sebagai pengantar yang bisa saya sampaikan.