Pengantar Presiden pada Rapat Terbatas mengenai Alat Utama Sistem Senjata, 20 Juli 2016, di Kantor Presiden, Jakarta
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bapak, Ibu, Saudara sekalian yang saya hormati, Rapat Terbatas pada sore hari ini kita akan menekankan beberapa hal yang berkaitan dengan tentang pengadaan alutsista kita. Fokus pengadaan alutsista harus ditujukan untuk memenuhi postur kekuatan pokok minimum 2024. Dan di tahun 2019, saya minta sudah harus terlihat kerangka modernisasi TNI sesuai dengan rencana strategis KPN sampai 2024.
Yaitu yang pertama, TNI Angkatan Darat memiliki alutsista berat seperti tank medium, heli serbu, dan persenjataan infanteri khusus. Yang kedua, TNI Angkatan Laut diperkuat dengan alutsista dengan karakter kemampuan angkatan laut seperti kapal selam, kapal perang permukaan, sistem pengintaian maritim untuk pengamanan lokasi-lokasi yang punya potensi konflik. Yang ketiga, TNI AU diperkuat oleh alutsista strategis berupa pesawat-pesawat jet tempur, pesawat angkutan berat, sistem pertahanan rudal, dan sistem radar.
Ingin saya sampaikan bahwa semuanya ini agar ada transparansi yang betul-betul terbuka. Masukan-masukan dari seluruh matra, baik Angkatan Laut, Angkatan Darat, Angkatan Udara, dari Panglima TNI, Menhan, semuanya sehingga betul-betul yang kita beli, yang kita rencanakan ini adalah memang sebuah kebutuhan, bukan keinginan-keinginan. Karena itu dalam setiap pengadaan alutsista, Undang-Undang Industri Pertahanan wajib diberlakukan. Pembelian alutsista disertai dengan observe dan transfer teknologi kepada industri-industri pertahanan nasional kita, dahulukan arahnya ke sana. Sehingga, pengembangan industri pertahanan nasional betul-betul mengarah pada kemandirian, pemenuhan kebutuhan alat peralatan pertahanan dan keamanan kita.
Saya kira kita tahu banyak sekali negara-negara yang menginginkan kerja sama. Silakan dihitung, silakan dikalkulasi, mana yang memberikan keuntungan kepada kepentingan nasional kita, jangka pendek, jangka tengah, jangka panjang. Tawaran-tawaran ini antara lain transfer teknologi, ini biasa. Sekarang semua nawarin itu, mulai dari desain bersama yang akan memungkinkan hak cipta atas alutsista baru dimiliki industri nasional dan juga realokasi fasilitas-fasilitas produksi mereka dari negara-negara produsen ke Indonesia. Tawaran-tawaran tersebut harus betul-betul dioptimalkan. Saya minta dioptimalkan, sehingga ada terobosan baru dalam pengadaan alat-alat pertahanan alat-alat pertahanan kita. Dan juga terobosan baru tersebut harus mengubah pola belanja alutsista kita menjadi investasi pertahanan kita ke depan. Dan perlu ditekankan bahwa pengadaan alutsista harus memperhatikan pendekatan daur hidup. Tidak boleh lagi kita membeli pesawat tempur tanpa berhitung, tanpa berkalkulasi biaya daur hidup alutsista tersebut dalam 20 tahun ke depan.
Dan untuk memperkuat industri pertahanan nasional proses pengadaan alutsista harus dimulai dari interaksi antara pemerintah denga pemerintah (G to G) untuk memangkas apa? Memangkas broker, memangkas perantara yang saya kira kencenderungan di situ adalah mark up harga. Dan proses G to G ini juga akan memperkuat pakta integritas untuk membentuk zona toleransi nol terhadap praktek-praktek korupsi yang ada di negara kita.
Demikian beberapa hal yang bisa saya sampaikan sebagai pengantar. Saya persilakan untuk dilanjutkan Menko atau Menteri Pertahanan.
(Humas Setkab)