Pengantar Presiden RI Pada Pengumuman Penetapan Perppu UU Pilkada dan UU Pemda, Jakarta, 2 Oktober 2014

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 Oktober 2014
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 26.745 Kali

Bismillahirrahmanirrahim,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Salam sejahtera untuk kita sekalian,

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Kita sama-sama mengetahui bahwa RUU Pemilihan Kepala Daerah tidak langsung melalui pemilihan di DPRD, telah dipilih oleh DPR RI melalui pemungutan suara pada dini hari tanggal 26 September 2014.
Terus terang, saya tidak setuju atas keputusan tersebut. Saya tetap konsisten memilih Pilkada langsung oleh rakyat dengan perbaikan-perbaikan. Oleh karena itu, saya telah berkonsultasi dengan berbagai pihak, termasuk pada ahli tata negara, untuk mengambil langkah konstitusional demi menyelamatkan demokrasi dan kedaulatan rakyat.

Setelah menimbang berbagai opsi, saya memutuskan memilih penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. Berkaitan dengan itu, saya baru saja menanda-tangani dua Perppu, pertama Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Perppu itu sekaligus mencabut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota yang mengatur pemilihan kepala daerah secara tidak langsung oleh DPRD. Sebagai konsekuensi dari penetapan Perppu Pilkada secara langsung tersebut, maka untuk menghilangkan ketidakpastian hukum di masyarakat, saya juga menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Perubahan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang isinya menghapus tugas dan wewenang DPRD untuk memilih Kepala Daerah.

Saudara-saudara,
Kedua Perppu tersebut saya tandatangani sebagai bentuk nyata dari perjuangan saya bersama-sama dengan rakyat Indonesia untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung.

Sebagaimana telah saya sampaikan dalam banyak kesempatan, saya mendukung penuh pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan yang mendasar. Karena itu, meskipun saya menghormati proses pengambilan keputusan terkait RUU Pilkada di DPR RI, yang memutuskan mekanisme pemilihan kepala daerah oleh DPRD, izinkan saya untuk tetap berikhtiar demi tegaknya kedaulatan rakyat serta demokrasi dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.

Saya sependapat dengan pandangan bahwa pilkada langsung adalah buah dari perjuangan reformasi. Saya sendiri menjadi Presiden melalui pemilihan Presiden langsung oleh rakyat pada tahun 2004 dan tahun 2009. Maka, sebagai bentuk konsistensi dan ucapan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang telah memberikan kepercayaan kepada saya selaku Presiden selama dua periode ini, kiranya wajar jika saya tetap mendukung pilkada secara langsung.

Oleh karena itu pula, saya dapat mengerti dan memaklumi kekecewaan, bahkan kemarahan, sebagian besar rakyat Indonesia, yang merasa hak dasarnya untuk berpartisipasi dalam memilih pemimpin di daerahnya masing-masing dicabut dengan pilkada tidak langsung melalui DPRD. Kekecewaan demikian menurut saya adalah wajar, saya sendiripun juga merasakan kekecewaan yang sama.

Sebagai Presiden yang dipilih langsung oleh rakyat, tentu aspirasi rakyat Indonesia itu harus saya dengar dan perhatikan dengan sunguh-sungguh. Apalagi aspirasi itu sejalan dengan pemikiran saya sendiri, yaitu, sekali lagi, pemilihan kepala daerah secara langsung oleh rakyat dengan beberapa perbaikan dalam penyelenggaraannya sehingga tidak menciderai hak rakyat dalam berdemokrasi.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah air.
Saya perlu tegaskan, bahwa sebagai pemimpin yang hampir 10 tahun ini diberi amanah mengawal proses demokrasi di Indonesia agar tetap berjalan dengan baik, maka saya menyetujui proses pemilihan kepala daerah dilakukan secara langsung. Namun, pada saat yang bersamaan, saya juga mengerti bahwa dalam pelaksanaannya ada banyak hal yang perlu diperbaiki. Perbaikan itulah yang telah kami sampaikan dalam berbagai kesempatan, dan telah dimasukkan ke dalam Perppu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Sepuluh hal itu adalah:
1.Ada uji publik calon kepala daerah. Dengan uji publik, dapat dicegah Calon dengan integritas buruk & kemampuan rendah, karena masyarakat tidak mendapatkan informasi yang cukup, atau hanya karena yang bersangkutan merupakan keluarga dekat dari “incumbent”. Uji publik semacam ini diperlukan, meskipun tidak menggugurkan hak seseorang untuk maju sebagai calon Gubernur, Bupati ataupun Walikota.
2.Penghematan atau pemotongan anggaran Pilkada secara signifikan, karena dirasakan selama ini biayanya terlalu besar.
3.Mengatur kampanye dan pembatasan kampanye terbuka, agar biaya bisa lebih dihemat lagi, dan untuk mencegah benturan antar massa.
4.Akuntabilitas penggunaan dana kampanye, termasuk dana sosial yg sering disalahgunakan. Tujuannya adalah juga untuk mencegah korupsi.
5.Melarang politik uang, termasuk serangan fajar dan membayar parpol yang mengusung. Banyak kepala daerah yang akhirnya melakukan korupsi, karena harus menutupi biaya pengeluaran seperti ini.
6.Melarang fitnah dan kampanye hitam, karena bisa menyesatkan publik dan juga sangat merugikan calon yang difitnah. Demi keadilan para pelaku fitnah perlu diberikan sanksi hukum.
7.Melarang pelibatan aparat birokrasi. Ditengarai banyak Calon yang menggunakan aparat birokrasi, sehingga sangat merusak netralitas mereka.
8.Melarang pencopotan aparat birokrasi pasca Pilkada, karena pada saat pilkada, calon yang terpilih atau menang merasa tidak didukung oleh aparat birokrasi itu.
9.Menyelesaikan sengketa hasil Pilkada secara akuntabel, pasti dan tidak berlarut-larut. Perlu ditetapkan sistem pengawasan yang efektif agar tidak terjadi korupsi atau penyuapan.
10.Mencegah kekerasan dan menuntut tanggung jawab calon atas kepatuhan hukum pendukungnya. Tidak sedikit terjadinya kasus perusakan dan aksi-aksi destruktif karena tidak puas atas hasil pilkada.

Di samping ke sepuluh usulan perbaikan itu masih banyak perbaikan lain yang diwadahi dalam Perppu Pilkada ini. Di antaranya, Pilkada yang selama ini mahal telah dihemat dengan mengatur pelaksanaannya secara bertahap dan akhirnya mulai serentak pada tahun 2020.

Hasil komunikasi politik yang saya lakukan dengan kalangan partai politik dan kalangan DPR RI, dapat saya ketahui bahwa bagi yang memilih untuk mengubah sistem pilkada langsung ke pilkada oleh DPRD, karena juga melihat tidak sedikitnya ekses dan hal-hal negatif dari sistem pilkada langsung ini, mulai memahami. Perbaikan mendasar yang Pemerintah inginkan dalam Perppu ini di samping merupakan hasil evaluasi Pemerintah sendiri, sekaligus juga untuk mewadahi keprihatinan dari mereka yang berpikir bahwa pilkada oleh DPRD lebih baik.

Saudara-saudara sebangsa dan setanah Air.
Tentang syarat kegentingan yang memaksa untuk terbitnya Perppu, sesuai ketentuan Pasal 22 UUD 1945, perlu saya tegaskan: Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 menjelaskan bahwa Perppu adalah subyektifitas Presiden, yang obyektifitas politiknya dinilai oleh DPR ketika Perppu itu diajukan untuk mendapatkan persetujuan. Putusan MK itu sendiri mensyaratkan kegentingan yang memaksa terjadi jika ada:
Pertama, kebutuhan hukum yang mendesak;
Kedua, terjadinya kekosongan hukum; dan
Ketiga, terjadinya ketidakpastian hukum.

Bersandarkan pada putusan MK itu, saya telah dengan cermat menggunakan hak konstitusional untuk menerbitkan Perppu ini. Meskipun menurut MK, pendefinisian “kegentingan yang memaksa” adalah hak subyektivitas presiden, saya tetap merumuskan kegentingan yang memaksa melalui pertimbangan yang matang.

Saya mendengarkan dengan seksama aspirasi rakyat yang sangat kuat untuk menolak Pilkada tidak langsung. Padahal, saya berpandangan, setiap Rancangan Undang-Undang yang disusun haruslah mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia. Penolakan luas yang ditunjukkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia karenanya harus disikapi dengan tindakan yang cepat, dan salah satunya dengan menerbitkan Perppu ini. Sebuah undang-undang yang mendapatkan penolakan yang kuat dari masyarakat, akan menghadapi tantangan dan permasalahan dalam implementasinya

Di samping itu perlu juga dijelaskan masalah keabsahan dalam pengambilan keputusan UU Pilkada di DPR. Saya mengikuti perdebatan di kalangan masyarakat menyangkut keabsahan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 25-26 September 2014 yang lalu. Kondisi demikian, sekalipun masih memerlukan telaahan hukum yang lebih mendalam, perlu cepat diantisipasi.

Apalagi, di tahun 2015 saja, telah ada sekitar 204 jadwal pemilihan kepala daerah di beberapa wilayah di tanah air yang harus dilakukan. Tentu KPU dan KPUD membutuhkan waktu untuk mempersiapkan semua perangkat pelaksanaan pilkada oleh DPRD, tidak sebagaimana jika pilkada dilaksanakan secara langsung. Maka, untuk memenuhi kebutuhan hukum yang mendesak itu, Perppu pencabutan UU 22 Tahun 2014, terkait Pilkada tidak langsung, menjadi perlu dilakukan, dan digantikan dengan Perppu yang mengatur Pilkada Langsung dengan perbaikan-perbaikan.

Saya menyadari bahwa penerbitan Perppu ini ada risiko politiknya, karena memerlukan persetujuan DPR RI. Tetapi saya wajib mengambil risiko itu untuk menegaskan perjuangan bersama dengan rakyat, serta guna menyelamatkan kedaulatan rakyat dan demokrasi kita.

Akhirnya marilah kita berdoa dan berikhtiar bersama, agar proses selanjutnya di DPR dapat berjalan dengan lancar, dan sesuai aspirasi rakyat, serta berbuah persetujuan DPR atas 2 Perppu yang terkait Pilkada langsung, sekali lagi, demi terwujudnya kedaulatan rakyat dan demokrasi yang kita cita-citakan.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Jakarta, 2 Oktober 2014
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Transkrip Pidato Terbaru