Pengantar Presiden RI Pada Sidang Komite Kebijakan Industri Pertahanan, di Kantor Presiden, Jakarta, 30 Desember 2014
AssalaamuÂ’alaikum Warahmatullaahi Wabarakaatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Sebelum masuk ke perihal industri pertahanan, saya akan memulai dengan kebijakan pertahanan negara menyeluruh, dan setelah itu mungkin nanti paparan dari Menteri Pertahanan.
Bapak-Ibu dan Saudara-saudara sekalian,
Dalam kebijakan pertahanan negara, saya ingin memberikan penekanan pada empat hal, empat prioritas utama. Yang pertama, menjamin pemenuhan kebutuhan pertahanan, baik yang berkaitan dengan kesejahteraan prajurit maupun penyediaan alutsista. Dan yang kedua, kemandirian pertahanan, ini yang harus kita wujudkan, agar kita tidak ada ketergantungan pada impor. Kemudian yang ketiga, pertahanan, bukan hanya sekedar memenuhi kekuatan pokok minimum, namun harus ditujukan untuk membangun TNI sebagai sebuah kekuatan yang disegani. Dan yang keempat, menempatkan kebijakan pertahanan negara sebagai bagian integral dari kedekatan keamanan yang komprehensif.
Kemandirian industri pertahanan bisa dicapai dengan beberapa pendekatan yang bisa kita lakukan secara simultan. Yang pertama, transfer teknologi yang kita harapkan nantinya mengharuskan setiap pembelian senjata itu harus disertai dengan transfer teknologi dan industri strategis kita, baik PT. PAL, PT. PINDAD, PT. DI. Dan yang kedua, siklus produksi senjata yang dilakukan dengan meninggalkan kebiasaan membeli senjata tanpa dikaitkan dengan siklus produksinya. Kemudian yang ketiga, mengenai integritas sistem, artinya bahwa pengadaan alutsista untuk satu matra bisa terhubung dengan alutsista ke matra yang lain, misalnya, tank Angkatan Darat tidak bisa melakukan operasi terpadu dengan pesawat tempur Angkatan Udara, atau kapal perang Angkatan Laut. Ini yang harus, akan menjadi, jangan sampai itu terjadi.
Kemudian, kemandirian industri pertahanan tersebut harus dikaitkan dengan perbaikan manajemen BUMN, BUMN strategis di sektor industri pertahanan harus mulai kita perbaiki total, baik yang berkaitan dengan daya saing, dengan produktivitas, dengan kapasitas produksi yang ada di PINDAD, di DI, dan di PAL, sehingga kita mampu bermitra dengan industri pertahanan skala global, seperti di Korea Selatan, di Eropa Barat, dan di Amerika. Oleh karena itu, rencana strategis pengembangan industri pertahanan harus jangka panjang, berbicaranya hanya, jangan hanya setahun, dua tahun, tetapi jangka panjang.
Kemudian, agar industri pertahanan bisa lebih efisien, maka kita harus mengembangkan teknologi ganda sipil-militer, artinya apa? Bahwa industri ini bukan hanya untuk kebutuhan pertahanan, tetapi juga bisa dipakai untuk kebutuhan non-pertahanan. Misalnya komponen Anoa dari PINDAD juga bisa dipakai untuk komponen truk komersial. Misalnya produksi kapal perang PT PAL bisa juga dipakai untuk kapal niaga, maupun untuk kapal nelayan. Kemudian CN-295 produksi DI juga harus bisa masuk ke industri pertahanan sipil.
Dan terakhir, saya hanya ingin mengingatkan bahwa pekarangan rumah kita ini adalah laut, pekarangan rumah kita adalah laut. Dan negara kita adalah negara lautan yang di dalamnya banyak pulau-pulau. Harus dimulai, harus ada sebuah formasi kekuatan bicara yang dominan untuk kita kembali bekerja, bahwa gagasan kembali ke maritim ini jangan hanya diterjemahkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan tol laut, dengan pelabuhan, dengan kapal perintis, tetapi yang paling penting, tadi di depan sudah saya sampaikan bahwa membenahi industri maritim, membenahi industri maritim, membenahi industri galangan kapal yang kita lakukan sendiri, itu adalah hal yang paling penting. Tanpa itu, nanti pemain luar yang justru akan dominan dan masuk, dan kitanya akan jadi, jadi penonton. Saya kira kita juga sudah banyak berbicara mengenai tata kelola laut, mengenai perikanan, tapi yang paling penting menurut saya adalah kerangka kebijakannya harus, kerangka kebijakan dasarnya itu harus ketemu terlebih dahulu.
Saya kira itu yang bisa saya sampaikan. Ada Komite Kebijakan Industri Pertahanan.
(Humas Setkab)