Penganugerahan Gelar Kehormatan Adat Komering Provinsi Sumatra Selatan Kepada Presiden Republik Indonesia dan Ibu Negara, 25 November 2018, di Griya Agung, Palembang, Sumatra Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.588 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Selamat pagi,
Salam sejahtera buat kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Tabik tabik pun!

Saya baru belajar satu itu dulu, nanti setelah diberikan kamus saya akan belajar lagi.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati Ketua beserta anggota Majelis Tinggi Adat Komering Sumatra Selatan, Bapak H. Romli Mustikaratu, beserta seluruh anggota Majelis Tinggi,
Yang saya hormati Gubernur Sumatra Selatan beserta ibu, beserta para bupati dan wali kota, wakil bupati dan wakil wali kota yang hadir,
Bapak-Ibu seluruh warga Provinsi Sumatra Selatan, hadirin dan undangan yang berbahagia.

Pagi hari ini, saya sangat berbahagia sekali, sangat senang bisa bersilaturahmi dengan Bapak-Ibu semuanya dan Majelis Tinggi Adat Komering Sumatra Selatan, bersilaturahmi dengan Masyarakat Adat Komering, salah satu penjaga budaya asli Indonesia, salah satu pelestari adat istiadat Indonesia. Dan saya sangat menghargai sekali dan mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehormatan besar yang diberikan kepada saya. Yang telah diberikan oleh Majelis Tinggi Adat Komering  Sumatra Selatan atas adok, atas jajuluk, atas gelar yang telah diberikan kepada saya dan Ibu Iriana.

Hadirin sekalian yang saya hormati,
Saya dan Ibu Iriana memaknai semangat adok, semangat jajuluk, semangat gelar Rajo Balaq Mangku Nagara dan Ratu Indoman yang dianugerahkan kepada kami berdua adalah sebagai pesan, harapan, dan tanggung jawab untuk selalu mengangkat derajat Masyarakat Adat Komering, untuk selalu memajukan kesejahteraan Sumatra Selatan. Karena saya percaya, saya meyakini bahwa di dalam kemajuan Indonesia, adat, tradisi, kebudayaan bangsa adalah sumber energi besar bagi masyarakat kita. Kebudayaan nusantara yang sangat beragam, sangat kaya nilai-nilai luhur, sangat kaya kearifan lokal, dan semua itu menjadi kepribadian bangsa, menjadi modal kita untuk meraih kemajuan.

Supaya kita ketahui bersama, kita memiliki 714 suku, 714 suku, dengan budaya masing-masing, dengan adat masing-masing, dengan tradisi masing-masing, dengan energinya masing-masing. 714 itu bukan jumlah yang sedikit. Sering saya bisa bandingkan dengan Singapura, memiliki, saya tanya ke Duta Besar ada berapa suku di Singapura, empat suku, Indonesia 714. Saya tanya lagi ke Dr. Ashraf Ghani, itu Presiden Afghanistan, ada berapa suku di Afghanistan yang sudah 40 tahun konflik dan berperang antarsaudara sendiri, ada berapa suku. Tujuh suku, kita 714.

Saya hanya ingin mengingatkan pada kesempatan yang baik ini, berkaca pada cerita yang disampaikan oleh Dr. Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan, konflik di Afghanistan ini terjadi karena dua suku berkonflik.  Yang satu membawa kawan dari luar, yang satu membawa teman dari luar, akhirnya konflik membesar dan tidak bisa dikendalikan. Empat puluh tahun sampai sekarang tidak selesai-selesai. Itu tujuh suku. Bahkan Ibu Rula Ghani, istrinya Presiden Afghanistan bercerita kepada saya, “Presiden Jokowi, saya ingat 40 tahun yang lalu negara lain mungkin belum mengendarai mobil, belum mengendarai mobil-mobil bagus, Afghanistan, kami, baik laki maupun perempuan sudah muter-muter antarkota naik mobil-mobil bagus. Tetapi karena konflik kami sudah 40 tahun,” Ibu Presiden menyampaikan, “40 tahun tidak bisa kemana-mana. Yang paling dirugikan kalau ada konflik adalah, yang pertama anak-anak, yang kedua adalah ibu-ibu.” Itu, sekali lagi, hanya tujuh suku. Kita, 714 suku.

Dan saya sudah terbang dari ujung yang paling barat, saya terbang dari Aceh, dari Banda Aceh menuju ke bukan di Jayapura, tapi di Wamena, terbang langsung. Saya baru merasakan betul setelah terbang langsung. Berapa jam naik pesawat?  Sembilan jam lima belas menit dari Banda Aceh menuju ke Wamena di Papua. Sembilan jam lima belas menit itu kalau terbang dari London di Inggris ke timur sampai Istanbul di Turki melewati satu, dua, tiga, empat, lima, enam, mungkin tujuh atau delapan negara.  Artinya apa? Negara kita ini negara yang sangat besar, sangat besar. Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote, negara yang sangat besar.

Dan aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, ini aset kita. Aset terbesar bangsa ini adalah kerukunan. Ini biasanya, biasanya hal-hal kecil, konflik kecil ini dimulai dari urusan politik. Pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden. Banyak masyarakat kita lupa bahwa itu setiap lima tahun itu pasti ada, sering lupa. Pilihan bupati bukan saat ini saja, pilihan gubernur bukan saat ini saja, pilihan presiden juga bukan saat ini saja, pilihan wali kota juga bukan saat ini saja. Setiap lima tahun itu ada.

Saya kadang-kadang geleng-geleng, ini satu kampung, satu kampung ini, satu RT, ada satu RW tidak saling menyapa gara-gara pilihan bupati, gara-gara pilihan gubernur, gara-gara pilihan presiden. Ada satu majelis taklim, saya lihat, saya juga geleng-geleng, satu majelis taklim gara-gara pilihan presiden tidak saling sapa. Lho, lho, lho, lho, lho, lho. Kita ini saudara sebangsa dan setanah air, jangan melupakan itu. Saya titip, jangan lupakan itu. Ini karena banyak komporkan, karena dipanas-panasi, dikompor-kompori ini menjadi panas semuanya.

Biarkan masyarakat menggunakan hati nurani dan pendapat masing-masing. Rasional kita. Pilihan gubernur mau pilih A silakan, pilih B silakan, pilih C silakan, pilih D silakan, kalau calonnya empat. Pilihan bupati juga silakan pilih A, pilih B, pilih C silakan. Tapi jangan sampai ada gesekan sekecil apapun, jangan sampai ada konflik apalagi, jangan.

Negara ini negara yang sangat besar, sekali lagi 714 suku itu sangat besar. Bahasa daerahnya juga berbeda-beda, lebih dari 1.100 bahasa daerah kita. Saya kadang-kadang belajar di sini, nanti pergi ke Jawa Barat lupa lagi. Dari Jawa Barat pergi ke Sumut ya lupa lagi. Saya sering ingat, misalnya seperti di Jawa Barat setelah salam, ‘sampurasun.’ Itu kalau tadi tabik tabik pun tadi. Kemudian kalau di Sumut kan ada ‘horas’, iya kan? ‘Horas.’

Tapi saya keliru, pernah tiga kali keliru. Saya ke Pakpak, “horas.” “Pak keliru Pak, bukan horas Pak, di Pakpak itu juah-juah, Pak.” Baru pindah lagi juga ke Karo, “horas.” “Pak, di sini bukan horas Pak, meskipun Sumut di sini bukan horas Pak, di sini mejuah-juah.” Beda lagi, ini masih dalam satu provinsi. Pindah ke Nias, ke bagian selatan, wilayah selatan, bukan ‘juah-juah,’ bukan horas, bukan ‘mejuah-juah,’ ganti lagi ‘ya’ahowu.’ Tapi nanti saya pindah ke Papua lupa lagi. Karena bahasa kita 1.100 lebih bahasa daerah yang kita miliki. Inilah anugerah Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia yang harus kita syukuri, yang harus kita syukuri. Sudah menjadi sunatullah, sudah menjadi garis bahwa kita ini bermacam-macam, bahwa kita ini berbeda-beda, bahwa kita ini berwarna-warni. Tapi kalau kita bisa menyatukan ini, sekali lagi, akan menjadi aset terbesar, energi besar bagi bangsa ini untuk maju kedepan.

Oleh karena itu, jangan sampai Indonesia maju secara teknologi tapi mundur secara kebudayaan. Di dalam Indonesia maju tradisi, adat, kebudayaan bangsa kita juga harus ikut maju. Dan dalam kesempatan yang berbahagia ini, sekali lagi, saya ingin mengajak kepada seluruh Masyarakat Adat Komering untuk berperan aktif, terus berperan aktif dalam menjaga persatuan Indonesia, menjaga kerukunan negara kita Indonesia.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi atas pemberian gelar yang diberikan kepada saya dan Ibu Iriana.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru