Pengarahan kepada Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Provinsi se-Indonesia Selasa, di Taman Mini Indonesia Indah, Kota Administrasi Jakarta Timur, Provinsi DKI Jakarta, 23 Agustus 2022

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 23 Agustus 2022
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.103 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

 Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam Kebajikan.

Yang saya hormati Pak Mensesneg, Pak Menteri PUPR;
Yang saya hormati Ketua Kadin Indonesia beserta seluruh Wakil Ketua dan pimpinan Kadin pusat, serta yang saya hormati Ketua Umum Kadin Provinsi beserta seluruh jajaran; Ibu dan Bapak sekalian yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu;
Hadirin undangan yang berbahagia.

Mungkin sudah berkali-kali ya saya sampaikan mengenai ketidakpastian ekonomi global, tetapi perlu saya ulang-ulang karena ini prosesnya belum selesai. Tidak semakin gampang, tetapi semakin rumit. Yang dulunya, misalnya diperkirakan oleh lembaga-lembaga internasional, sembilan negara akan ambruk, tambah lagi 25 negara akan ambruk, tambah lagi 42 negara akan ambruk, terakhir 66 negara ekonominya akan ambruk, dan satu persatu sudah mulai. Inilah yang kita hadapi sekarang ini. Sebuah keadaan dan situasi yang tidak mudah, situasi yang sangat-sangat sulit dan bertubi-tubi mulai dari krisis kesehatan karena pandemi, masuk ke krisis pangan, masuk lagi ke krisis energi, masuk ke krisis keuangan. Tidak mudah. Untuk pangan saja, sangat mengerikan.

Saat saya ke Ukraina, kemudian ke Rusia, ketemu Presiden Zelenskyy dan selama satu setengah jam saya berbicara, dengan Presiden Putin dua setengah jam saya berbicara. Saya melihat, saya sebetulnya ingin agar ada ruang dialog. Tapi saya lihat di lapangan sulit untuk mempertemukan dalam sebuah ruang dialog antara Presiden Putin dan Presiden Zelenskyy, sehingga saya berbelok saat itu. Saya belokkan ke urusan krisis pangan saja, sudah saya mau berbicara ini.

Presiden Ukraina menyampaikan bahwa di Ukraina sendiri ada stok 22 juta ton (gandum), ditambah lagi panen baru 55 juta ton. Artinya, 77 juta ton ada di Ukraina. Ditambah di Rusia, saya tanya ke Presiden Putin ada berapa sih gandum di Rusia? 130 juta ton. Artinya, total dua negara itu sudah 207 juta ton. Kita ini makan beras hanya 31 juta (ton) per tahun, ini 207 juta ton enggak bisa keluar. Bapak-Ibu bisa bayangkan negara-negara yang mengimpor dari sana, terutama Afrika betul-betul saat ini berada pada kondisi yang sangat sulit.

Kalau kita lihat misalnya Food Price Index saat ada krisis pangan juga di 2008, itu 131,2 (persen) indeksnya. [Tahun] 2012 juga ada krisis pangan 132,4 (persen). Tapi sekarang ini indeksnya sudah berada di angka 140,9 (persen), mengerikan. Awal dulu hanya ada enam negara yang membatasi ekspor pangannya, sekarang 23 negara semuanya menyelamatkan negaranya masing-masing. Ya mestinya memang harus seperti itu.

Oleh sebab itu, patut kita syukuri bahwa dua minggu yang lalu disampaikan kepada kita sebuah sertifikat dari International Rice Research Institute yang menyatakan bahwa ketahanan pangan kita baik dan swasembada beras kita sudah dimulai sejak 2019. Di sisi lain, negara lain kekurangan pangan, kita justru dinyatakan sudah swasembada beras dan sistem ketahanan pangan kita baik.

Hal-hal seperti ini yang enggak perlu kita itu… Kita harus waspadai, iya. Kita harus hati-hati, iya. Tapi jangan memunculkan sebuah pesimisme, ini yang saya sekali lagi, selalu saya enggak mau. Tetap harus optimis, karena setiap kesulitan pasti ada peluang di situ, pasti. Dalam kondisi sesulit apapun, dalam situasi sesuai apapun pasti ada peluang, dan yang bisa menggunakan peluang itu adalah entrepreneur, wirausahawan, Bapak-Ibu sekalian. Enggak ada yang lain.

Peluangnya apa? Ada krisis pangan, berarti peluangnya ya ada di pangan. Kalau jualan pangan, itu paling cepat sekarang ini. Kemarin, misalnya dari China minta beras 2,5 juta ton. Dari negara lain Saudi, misalnya sebulan minta 100 ribu ton beras. Saat ini kita belum berani, sudah kita setop dulu. Tapi begitu produksinya melompat karena Bapak-Ibu terjun ke situ, bisa saja melimpah dan bisa kita ekspor dengan harga yang sangat feasible, dengan harga yang sangat baik.

Yang kedua, substitusi impor. Barang-barang yang kita impor ya mau tidak mau dengan kondisi seperti ini harus kita hentikan, supaya devisa kita tidak habis dipakai untuk membayar… dolar-dolar kita tidak habis dipakai untuk membayar impor. Yang masih impor apa? Gandum 11 juta ton. Di Indonesia enggak bisa menanam gandum, enggak bisa. Ya campurannya gandum. Gandum bisa dicampur cassava, gandum bisa dicampur sorgum, gandum bisa dicampur sagu, dan lain-lainnya.

Artinya, saya mengajak Bapak-Ibu sekalian misalnya di NTT, ada Kadin NTT? Tanam sorgum. NTT itu adalah tempatnya sorgum, sangat subur sekali dan feasible. Coba dicoba saja lah enggak usah ribuan hektare, coba dulu 10 hektare, benar ndak sih? Ini Presiden ngomong ini benar ndak? Oh hitung, kalkulasi. Masuk, tanam sebanyak-banyaknya. Itu nanti dipakai untuk campuran gandum. Saya melihat kemarin di Waingapu, di NTT yang air tidak ada di sana, tanahnya marginal, tetapi yang namanya sorgum tumbuh sangat subur. Lahan, kalau mau cari berapa ribu hektare pun, ratusan ribu hektar pun di NTT itu banyak. Ini yang kita tunggu dari Kadinda untuk itu.

Jagung, baik untuk makanan kita maupun untuk makanan ternak, permintaan sangat banyak sekali, baik dari dalam negeri maupun dari luar. Karena impor jagung kita sekarang ini masih 800 ribu ton, yang sebelumnya tujuh tahun yang lalu impor kita 3,5 juta ton. Apa? Ini peluang. Jagung di mana pun Bapak-Ibu sekalian tanam, itu tumbuh. Jangan, kalau Kadin ya kerja jangan yang tradisional dong. Mekanisasi, konsorsium bareng-bareng, bikin 100 ribu hektare dengan alat-alat modern, pemupukan pakai drone. Ini baru Kadin. Jangan nanti Kadin, “Pak, saya udah menanam.” Berapa? “10 hektare, Pak”. Kadin, 10 hektare.

Yang kedua, hilirisasi. Saya tahu banyak yang di Kadin ini punya tambang-tambang, termasuk ketuanya. Ini sudah tidak bisa direm, saya sampaikan. Nikel yang dulu ramai waktu kita setop tiga tahun yang lalu, datang ke saya banyak sekali, termasuk yang dari Kadin juga banyak. “Pak ini kita belum siap, belum.” Kalau saya nunggu siap, kapan? Kapan? Sudah, enggak ada siap atau enggak siap, setop. Kita dibawa digugat di WTO. Silakan gugat juga, enggak ada masalah.

Dulu ekspor kita tujuh tahun, lima tahun, enam tahun yang lalu, ekspor kita nikel itu USD1,1 miliar Artinya, kurang lebih berapa? Rp16 triliun. [Tahun] 2021 ekspor kita dari nikel saja USD20,8 miliar. Lompatannya coba, dari Rp16 triliun melompat menjadi Rp300 triliun lebih,  Rp306 triliun. Ini yang kita semuanya harus sadar, tidak bisa lagi kita sudah berpuluh-puluh tahun ekspor bahan mentah. Jangan kaget, ini saya sampaikan dan sudah berulang-ulang kali saya sampaikan, jangan kaget nanti saya setop bauksit, jangan kaget nanti saya setop tembaga, jangan kaget nanti saya setop timah, jangan kaget nanti saya setop yang biasanya kita ekspornya raw material. Ndak, karena nikel ini nanti pada akhirnya kurang lebih mungkin USD35-40 miliar kita dari sini, karena turunan-turunannya belum rampung.

Sehingga neraca dagang kita, neraca dagang kita… Saya ingat, 2012 minus 7 dengan, ini contoh dengan RRT minus USD7,7 billion. [Tahun] 2021 karena kita sudah ekspor besi-baja menjadi minus defisit kita, minus (USD)2,4 miliar. Tahun ini saya pastikan kita dengan RRT plus, surplus.

Ini tolong ditarik ke bahan-bahan mentah yang lainnya, jangan hanya nikel. Bapak-Ibu kalau enggak siap, join, cari partner. Mudah sekali sekarang Indonesia ini, tanya Pak Ketua Kadin. Berbondong-bondong harian orang datang ingin investasi, ya itu ajak saja entah dari Korea, entah dari Jepang, entah dari RRT, entah dari Eropa. Karena apa? Takut semuanya, bahwa ekspor raw material kita akan kita hentikan. Enggak ada pilihan mereka, mau tidak mau mereka pasti ke sini, bikin industrinya di sini. Nah, itu ajak join. Ini saya punya izin, tambang saya sekian juta ton atau sekian hektare. Join dengan mereka karena memang kita butuh teknologi. Kita juga butuh investasi agar ada capital inflow. Hal-hal seperti ini yang harus.

Kemudian yang kedua, yang berkaitan dengan UMKM. Saya minta kepada Kadin Pusat, Kadin Daerah agar teman-teman UMKM ini diajak untuk masuk ke ekosistem digital. Sudah 19 juta yang dalam dua tahun ini yang kita ajak, tapi masih totalnya kan 64 juta UMKM kita. Ajak mereka semuanya. Kemudian, juga ajak mereka untuk masuk ke E-katalog. Ini juga saya sampaikan ke Pak Ketua Kadin, tugasnya Kadin Daerah juga sama, produk-produk unggulan yang ada di provinsi, kabupaten, kota ajak semuanya masuk ke E-katalog. Karena E-katalog kita sekarang kita buka betul agar yang menengah, yang kecil, yang mikro semuanya bisa ikut berpartisipasi. Sehingga yang terjadi adalah pembelian produk-produk dalam negeri sebanyak-banyaknya, untuk proyek-proyek yang didanai dari APBN maupun BUMN.

Sangat lucu sekali. APBN yang kita collect dari pajak, dari PNBP, dari royalti, masuk ke APBN, kemudian keluar sebagai belanja pemerintah, yang dibeli barang impor. Waduh, bodoh banget kita ini kalau kita terus-teruskan seperti itu. Ndak, uang APBN, uang BUMN, belanja APBN, belanja APBD, belanja BUMN harus dan wajib beli produk dalam negeri.

Sekarang sudah saya suruh tanda tangan semua daerah, komitmen bisa beli berapa triliun, berapa miliar. Komitmennya sudah muncul di angka Rp897 triliun, Rp897 triliun komitmen, dan ini adalah peluang. Oleh sebab itu, ajak rekan-rekan kita Usaha Menengah, Kecil ini untuk masuk ke E-katalog. Sekarang sangat mudah sekali, sangat berbeda sekali dibanding setahun yang lalu. Sistemnya, platformnya, semuanya kita sederhanakan semuanya. Ini akan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang sudah kita miliki.

Kita juga patut bersyukur bisa mengendalikan inflasi di angka 4,9 (persen), bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari yang kuartal pertama 5,01 persen, kuartal kedua 5,44 persen, yang negara lain itu sekarang semuanya turun dan anjlok pertumbuhan ekonominya.

Tadi pagi saya cek juga konsumsi listrik. Saya sering ngecek-ngecek angka-angka yang, hal-hal yang penting untuk kita lihat. Konsumsi listrik sudah tumbuh 7,3 persen, 7,3 persen. Artinya, industri ini bergerak naik. Artinya, pabrik-pabrik mulai ekspansi. Ini yang harus kita syukuri.

Kredit juga tumbuh. Yang sebelumnya sudah dua tahun yang lalu, setahun yang lalu masih di angka-angka 1, 2, 3 persen, sekarang sudah berada di angka 10,6 (persen). Artinya apa? Ini akan men-trigger pertumbuhan ekonomi kita. Dana pihak ketiga juga tumbuh 9,13 persen. Artinya juga, ini utamanya mungkin yang di Kadin ini banyak yang menabung di bank karena duitnya kelebihan. Non performing loan juga masih di angka 2,86 (persen), masih, menurut saya masih sangat baik. Ini yang harus kita gaungkan agar optimisme itu ada terus, meskipun kita harus waspada, kita hati-hati ya, karena keadaan yang tidak jelas di ekonomi global kita.

Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, harus terus kita bangun komunikasi pemerintah dan Kadin, pemerintah dan dunia usaha agar sambung. Kalau ada hal-hal yang kira-kira memang mengganggu, segera sampaikan ke ketua, biar sampai ke pemerintah, sehingga tidak ada hal-hal yang mengganggu perjalanan kita dalam menaikkan kesejahteraan masyarakat Indonesia.

Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan. Terima kasih. Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru