Pengarahan Presiden Joko Widodo pada Silaturahmi dengan Asosiasi Forum Kerukunan Umat Beragama Indonesia, di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, 23 Mei 2017

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 24 Mei 2017
Kategori: Transkrip Pidato
Dibaca: 5.301 Kali

Logo-Pidato2-8Bismillahirrahmanirrahim,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Selamat siang,

Salam sejahtera bagi kita semuanya,

Syalom,

Oom Swastiastu Namo Budhaya,

Salam Kebajikan.

 

Yang saya hormati Wakil Presiden Republik Indonesia Bapak Jusuf Kalla beserta para Menteri Kabinet Kerja,

Yang saya hormati Ketua-Ketua Organisasi Keagamaan yang hadir,

Yang saya hormati Ketua Asosiasi FKUB seluruh Indonesia beserta jajaran Pengurus dan Ketua FKUB provinsi-provinsi seluruh Indonesia, 

Hadirin yang berbahagia.

 

Pertama, saya ingin menyampaikan selamat atas pelaksanaan Konvensi Nasional III Forum Kerukunan Umat Beragama di Medan yang telah ditutup tadi malam. Saya ingin mengucapkan terima kasih kontribusi FKUB bagi kerukunan, bagi toleransi, bagi persaudaraan, bagi persatuan antar umat beragama di negara kita.

 

Saya ingin bercerita sedikit mengenai kekaguman dan keirian negara-negara lain terhadap kita. Selalu setiap bertemu dengan Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan, Perdana Menteri maupun Presiden, selalu saya sampaikan Indonesia ini ada 17.000 pulau, ada 516 kabupaten/kota, ada 34 provinsi, ada lebih dari 700 suku, 1.100 lebih bahasa lokal. Tidak ada negara manapun di dunia ini yang sebegitu ragamnya seperti Indonesia, dengan juga beragam agama, enggak ada. Di dunia manapun enggak ada. Kekaguman mereka terhadap kita adalah kita ini rukun-rukun, kita sudah 72 tahun juga, satu tidak pernah ada masalah. Itu kekaguman yang diberikan negara lain terhadap kita.

 

Bahkan yang saya ingat,  dulu Presiden Palestina Mahmoud Abbas dan terakhir Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menceritakan sedikit mengenai keadaan negara mereka Afghanistan. “Presiden Jokowi, Afghanistan itu kaya raya, punya tambang emas terbesar di dunia tapi belum dieksplorasi, punya tambang gas dan minyak juga termasuk yang terbesar di dunia tapi apa yang terjadi pertikaian.” Sebetulnya dua bertikai. Kemudian yang terjadi yang ini membawa dari luar masuk, yang ini juga membawa dari luar masuk, akhirnya betul-betul menjadi sebuah pertikaian besar.

 

Sekarang ini ceritanya Presiden Ashraf Ghani, yang beliau ini 24 tahun berada di luar negara karena pertikaian itu, akhirnya sekarang ada 40 faksi, 40 kelompok yang sudah sangat sulit sekali untuk dirukunkan kembali. 

 

Pesan Presiden Ashraf Ghani kepada saya saat itu, “Presiden Jokowi negaramu ini sangat beragam sekali, sukunya banyak sekali, agamanya juga banyak, bahasa-bahasa lokal banyak sekali, di Afghanistan 99 persen itu agamanya sama.” Ini titipan pesan beliau kepada kita, “jaga betul yang namanya kerukunan dan persatuan itu. Jangan biarkan 250 juta lebih penduduk Indonesia ini berantem gara-gara 1.000, 2.000, dan 10.000 orang. Jangan korbankan rakyat. Mengaca pada pengalaman Afghanistan yang seperti itu sangat sulit sekali untuk merukunkan.” Terakhir sebelum pulang beliau menyampaikan agar dibantu delegasi dari Indonesia, dari ulama, dan pemerintah untuk merukunkan mereka Tapi beliau betul-betul kekaguman itulah yang disampaikan kepada kita.

 

Oleh sebab itu, kembali lagi bahwa kerukunan, toleransi, persaudaraan, persatuan inilah yang dikagumi negara lain terhadap kita. Jadi kalau kita ini ada gesekan-gesekan kecil, ya wajar, tapi segera selesaikan, segera rampungkan. Jangan sampai di bawa berbulan-bulan persoalan-persoalan yang sebetulnya bisa diselesaikan dengan cepat.

 

Persoalan-persoalan itu biasanya muaranya apa sih? Banyak politiknya. Berikan pemahaman kepada masyarakat yang mana wilayah politik, yang mana wilayah hukum, yang mana wilayah agama, biar pilah-pilah, pisah-pisah, jangan dicampur aduk. Kita sekarang ini mulai campur aduk. 

 

Terakhir saat saya dua hari yang lalu, pertemuan negara-negara Islam dengan Presiden Donald Trump juga sama, kerisauan hampir 55 negara juga sama adalah masalah radikalisme dan terorisme. Semuanya itu berada pada rangking pertama tantangan negara itu. Kita juga sama. Kita ini dikagumi oleh negara yang lain dalam menyelesaikan masalah radikalisme dan terorisme yang menggunakan pendekatan tidak hanya hard power approach tetapi juga soft power approach, pendekatan-pendekatan religius, pendekatan-pendekatan budaya. Ini yang selalu kita kedepankan. Ini yang juga mereka lihat Indonesia bisa dijadikan model. Ini katanya mereka, bukan kata saya. Oleh sebab itu, saya mengajak kepada para tokoh-tokoh agama yang pada siang hari ini hadir agar perkembangan-perkembangan di negara yang lain itu kita lihat. Betapa sulitnya kalau sudah saling berantem antar saudara sendiri. 

 

Tapi dalam 8-6 bulan terakhir ini marilah kita pakai untuk menjadikan kita memiliki pengalaman yang baik, menjadikan masyarakat lebih dewasa, menjadikan masyarakat lebih matang dalam berpolitik, melihat apakah ini politik atau apakah melihat ini sebagai sebuah peristiwa hukum, bisa memilah-milah. Kita semuanya kembali fokus kepada tujuan utama kita berbangsa dan bernegara. Jangan kita terframing, terjebak pada isu-isu seperti 6-8 bulan ini yang menghabiskan saving energi kita, menghabiskan tabungan energi kita untuk hal-hal yang sebetulnya bisa kita pakai untuk memajukan negara ini, membentuk negara kita Republik Indonesia ini. Bukan untuk membuat kita berseteru, bertikai tapi tujuan utama kita jelas. Jadi tolong disampaikan terus kepada masyarakat bahwa tujuan utama kita jelas yaitu menciptakan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa. 

 

Oleh sebab itu, marilah kita ajak masyarakat jangan banyak berdebat untuk sesuatu yang sebetulnya bisa kita selesaikan dengan musyawarah. Jangan kita ini saling menghujat padahal energi itu bisa kita pakai untuk membangun negara ini. Jangan kita saling menyalahkan yang menghabiskan tenaga dan pikiran kita padahal energi itu bisa kita pakai untuk membangun negeri ini. Jangan kita habiskan tenaga kita, energi kita untuk saling menjelekkan di antara kita. Kita ini saudara. Ini harus kita ingat-ingatkan terus peristiwa-peristiwa di negara yang lain, kalau sudah bertikai itu kayak apa jadinya.

 

Kita memiliki sebuah kesempatan sekarang ini untuk membangun negara ini, untuk masa depan anak cucu kita. Karena kepercayaan itu sekarang ada. 

 

Kadang-kadang saya ingin mengingatkan betapa kita ini negara besar. Sering saya berikan contoh, dulu saat Tol Jagorawi dari Jakarta menuju ke Bogor ini dibangun tahun ’77 60 km, negara yang lain belum banyak yang punya, banyak yang belajar pada kita. Malaysia tengok tol kita seperti apa sih tol itu, oh kayak gini. Dari Tiongkok, dari China kesini lihat jalan tol itu kayak itu apa sih. Tetapi coba kita lihat, kita sudah dari tahun ’77 sampai sekarang, sudah 40 tahun, sudah 40 tahun tol kita baru terbangun 780 km, 780 km. Negara yang lain yang nengok ke kita tadi, ini yang paling ekstrim yang ini saya berikan contoh, Tiongkok/China itu sudah membangun 280.000 km. 

 

Karena sering kita ini habis tenaga dan pikiran itu habis untuk hal-hal yang tadi saya sampaikan, untuk yang tidak perlu, untuk hal-hal yang tidak berguna. Tahun ’70-an kita ingat kita banyak mengirim guru ke Malaysia, banyak sekali. Dari sana belajar ke IKIP-IKIP kita dulu di sini. Sekarang kita ditinggal. 

 

Apa yang salah? Apa yang keliru? Inilah yang harus kita sadari dan pahami bersama. Ada sesuatu yang harus kita luruskan. 

 

Saya kaget saat ke Korea Selatan mereka membangun kayak kita PT PAL yang membuat kapal. Tahun ’72 kita bikin, mereka bikin tahun ’73. Sekarang mereka sudah bikin kapal selam. Kita pesan kapal selam kesana. Kita sekarang, saya enggak ingin cerita PT PAL kita sudah, yang jelas sudah kalah jauh.

 

Menurut saya ada sebuah etos kerja kedisiplinan nasional kita yang memang harus kita bangun mulai sekarang ini. Dalam rangka kompetisi, dalam rangka persaingan dengan negara-negara yang lain. Sekali lagi jangan habiskan pikiran kita untuk hal-hal yang menyebabkan iri, dengki, saling hujat, saling menjelekkan, saling menyalahkan. Stop. Tutup itu. Kita selalu berpikir positif, selalu berpikir ke masa depan bangsa kita karena kita memiliki kesempatan untuk mengejar mereka. Kita masih memiliki kesempatan untuk mengejar mereka kalau energi positif kita, kita arahkan ke hal-hal yang produktif, hal-hal yang konstruktif, dan tidak terjebak pada hal-hal yang tadi saya sampaikan.

 

Yang terakhir Bapak/Ibu adalah tokoh-tokoh di provinsi, di daerah, sekali lagi saya titip agar kalau ada percikan sekecil apapun segera diselesaikan. Jangan tunggu esok hari, jangan tunggu 2-3 hari lagi. Selesaikan pada saat api itu masih sangat kecil, segera padamkan. Ingatkan kepada yang akan bergesekan bahwa kita ini saudara, kita ini saudara. Bahwa kita berbeda-beda iya, tapi kita ini adalah saudara-saudara sebangsa dan setanah air. 

 

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Setelah acara ini nanti untuk kenang-kenangan kita foto bersama di depan Istana. Kalau ada hal-hal yang terjadi di daerah informasikan kepada kami tetapi kalau itu bisa diselesaikan di daerah selesaikanlah sendiri. Sekarang ini saya enggak tahu setiap detik setiap menit hal-hal yang sebetulnya bisa diselesaikan di daerah itu pasti telepon masuk ke saya. Tapi saya meyakini Bapak/Ibu sebagai tokoh-tokoh agama bisa menyelesaikan hal-hal yang terjadi di daerah. 

 

Saya tutup,

Terima kasih,

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Transkrip Pidato Terbaru