Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Masa Bakti 2023-2028, di Grand Ballroom Hotel Kempinski, Jakarta Pusat, Provinsi DKI Jakarta, 31 Juli 2023

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 31 Juli 2023
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.417 Kali

Sambutan Presiden Joko Widodo pada Pengukuhan Pengurus Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Masa Bakti 2023-2028, 31 Juli 2023

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Bapak Haji Muhammad Jusuf Kalla, saya tadi belum ketemu karena hadirnya duluan saya, Pak JK;
Yang saya hormati yang mulia pada Dubes, para Duta Besar negara-negara sahabat;
Para Menteri Kabinet Indonesia Maju: Pak Menko Perekonomian, Pak Menteri Perdagangan, Pak Menteri Kesehatan;
Yang saya hormati Ketua Umum Apindo masa bakti 2023-2028, Ibu Shinta Wijaya Kamdani beserta seluruh jajaran pengurus yang hadir, Ketua Dewan Pertimbangan beserta jajaran, Ketua Dewan Pakar beserta jajaran, Ketua KADIN, Ketua HIPMI  yang juga hadir;
Gubernur DKI Jakarta beserta para gubernur yang sore hari ini hadir;
Yang saya hormati Ketua Serikat Pekerja dan Serikat Buruh;
Para pengurus APINDO dari 32 provinsi;
Hadirin dan undangan yang berbahagia.

Pertama-tama saya ingin menyampaikan selamat atas pengukuhan Ketua Umum dan seluruh jajaran pengurus APINDO masa bakti 2023-2028. Dan, saya dengar, Ibu Shinta, Ibu Ketum adalah perempuan pertama yang memimpin APINDO. Memang selalu ada yang pertama dalam setiap hal dan di APINDO ketua umum perempuan pertama adalah Bu Shinta. Dan, ini bisa menjadi awal yang baik karena saya dengar tadi, saya senang yang disampaikan Bu Shinta tadi yang pertama urusan stunting. Biasanya kalau kita bicara di APINDO itu bicaranya selalu untung dan rugi, profitnya berapa, cuannya berapa. Tapi sore hari ini, saya senang APINDO berbicara mengenai stunting. Dan, saya harapkan nanti KADIN, HIPMI juga ikut berbicara dalam penanganan stunting.

Karena memang di 2015 angka kita memang sangat tinggi sekali, saat itu 37 persen anak-anak kita pada posisi mengalami stunting, 37 persen. Akhir tahun 2022 yang lalu sudah turun menjadi 22 persen. Target kita nanti di 2024, sudah menjadi 14 persen. Tapi, itu saya lihat di lapangan bukan hal yang mudah. Tapi, saya yakin kesulitan dan ketidakmudahan itu akan bisa targetnya bisa kita raih apabila ada partisipasi dari para pengusaha. Dan, saya mengapresiasi sekali lagi, APINDO dalam hal urusan stunting ini. Kalau tadi disampaikan Bu Shinta ada seribu pengusaha, misalnya ini satu pengusaha menjadi anak angkat dari 2.000 balita kita. Kok yang gede-gede hanya mengurus 2.000? Kecil banget. Apa sih yang harus diberikan? Karena rata-rata anak-anak stunting ini berada pada keluarga-keluarga yang tidak mampu. Berikan telur, berikan ikan, berikan daging ayam, berikan daging, berikan sayur, dan bukan sebuah hal yang besar tapi rutinitas, itu memang rutin harus dilakukan. Biasanya kalau rutin sudah dilakukan, itu ditimbang setiap bulan itu kelihatan, cepat kelihatan hasilnya kalau konsisten.

Karena sekali lagi, seperti tadi disampaikan Ibu Ketua APINDO bahwa problem besar yang membebani bonus demografi kita nanti ke depannya bisa karena stunting ini. Saya tadi sebetulnya mau berbicara masalah bonus demografi tapi sudah disampaikan, diuraikan oleh Ibu Shinta, enggak jadi. Lebih detail Ibu Shinta mengenai bonus demografi.

Jadi sore hari ini saya akan berbicara, sekali lagi, ini saya ulang-ulang, mengenai hilirisasi. Karena menurut saya ada dua hal penting yang menyebabkan kita bisa melompat menjadi negara maju. Yang pertama, pengembangan SDM karena bonus demografi yang bisa sukses kita lakukan, sekarang ini belum. Kalau itu bisa kita lakukan, kemudian hilirisasi ini berhasil untuk semua mineral, perkebunan, pertanian, perikanan, semuanya bisa dihilirisasi, kalau hitung-hitungannya World Bank, Mckinsey, IMF, OECD, itu di 2040 sampai 2045, saya yakin ini bisa agak maju. Oleh sebab itu, hilirisasi ini, apapun harus kita teruskan meskipun kita digugat oleh WTO, meskipun kita diberikan peringatan oleh IMF, apapun barang ini harus kita teruskan. Karena kalau kita lihat, saya berikan contoh saja urusan nikel. Ini juga bolak-balik saya sampaikan, tapi akan saya ulang-ulang terus biar kita betul-betul tahu angkanya berapa kali naiknya karena hilirisasi ini.

Urusan yang berkaitan dengan pembukaan lapangan kerja karena hilirisasi di Sulteng. Sebelum hilirisasi, hanya 1.800 tenaga kerja yang terangkut di dalam pengolahan nikel. Setelah hilirisasi menjadi 71.500 tenaga kerja yang bisa bekerja, karena adanya hilirisasi nikel di Sulteng. Kemudian di Maluku Utara (Malut), sebelum hilirisasi hanya 500 orang, setelah realisasi menjadi 45.600 pekerja yang bisa bekerja di hilirisasi nikel yang ada di sana.

Kemudian kalau kita lihat, ini untuk seluruh produk turunan nikel, tidak hanya besi baja saja. Yang dulu saya sampaikan USD1,1 miliar itu hanya besi baja, ini seluruh produk turunan nikel. 2014-2015 ke sana, kita ekspor bahan mentah itu hanya menghasilkan USD2,1 billion, kurang lebih Rp31 triliun. Setelah hilirisasi menjadi Rp510 triliun, dari USD2,1 billion melompat menjadi USD33,8 billion, berarti melompatnya berapa kali. Ini baru beberapa turunan saja. Kalau nanti turunannya bisa berkembang dengan turunan-turunan yang lain dari fatif  yang lainnya, Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara sekalian bisa membayangkan berapa angka yang akan muncul dan ini baru nikel.

Dan dari situ ada yang bertanya, “Lho, Pak, negara dapat apa? Itu kan yang untung kan pengusaha.” Sebentar. Tadi angkanya Rp31 triliun, negara pasti akan memungut pajak, PPN, PPH, royalti, penerimaan negara bukan pajak, dan lain-lainnya. Dari angka Rp31 triliun kemudian melompat menjadi Rp510 triliun juga dipungut PPN, PPH, royalti, Penerimaan Negara Bukan Pajak, gede mana negara akan dapat?

Saya sebetulnya mau membuka yang di Morowali itu negara dapat berapa, tapi ini rahasia dari Dirjen Pajak. Tapi besar sekali, saya kaget juga dapat angkanya. Besar sekali. Ini sekali lagi, baru urusan nikel.

Untuk growth/pertumbuhan ekonomi daerah. Di Sulteng tadi sebelumnya rata-rata hanya 7-7,5, begitu ada hilirisasi menjadi 15 persen pertumbuhan ekonominya di sana. Di Maluku Utara, sebelumnya rata-rata 5,7 persen, setelah hilirisasi 23 persen. Kalau semua provinsi growth-nya seperti itu, Bapak-Ibu bisa bayangkan agregat dari semuanya menjadi pertumbuhan ekonomi nasional kita akan berapa. Dan, jangan sampai ada terus yang menulis bahwa kemiskinan di Maluku Utara masih ada. Iya. Itu tugasnya pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang diselesaikan lewat APBD, karena APBD juga mendapatkan manfaat dari adanya perusahaan-perusahaan yang ada di sana. Atau, saya selalu menyampaikan kepada pemerintah daerah untuk meminta kepada perusahaan-perusahaan itu, misalnya catering-nya biar dikerjakan oleh pengusaha UMKM di daerah. Suplai sayurnya, suplai telurnya, supaya dagingnya, semuanya diberikan kepada pengusaha-pengusaha kecil yang ada di daerah, ini akan menumbuhkan ekonomi di daerah di mana ada hilirisasi.

Oleh sebab itu, kita tidak hanya berhenti di nikel. Kita akan terus ke tembaga, terus ke bauksit, terus ke timah, dan nilai tambah itu akan semakin besar dari program hilirisasi ini. Dan tidak hanya berhenti di mineral saja, tetapi juga perkebunan dan kelautan. Yang ini berdasarkan hitung-hitungan kami, ini akan menyangkut mengangkut UMKM, petani, nelayan. Kalau mereka diberikan akses, akan menghasilkan produk-produk yang bernilai tambah melalui rumah produksi bersama. Memang, ini harus ada yang mengonsolidasikan. Jadi, sekali lagi, tidak hanya jualan terus-menerus, jualan mentahan saja. Perbankan juga sudah saya sampaikan, akses pembiayaan berikan kepada mereka. Kemudian rakyat biasanya itu kalau berproduksi ragu itu kepastian offtaker-nya itu siapa. Itu juga harus dipastikan.

Yang ketiga, kalau ada transfer teknologinya, meskipun teknologi yang awal, yang sederhana tapi mereka harus diberikan. Karena kalau kita lihat, saya berikan contoh kelapa saja, kelapa. Indonesia penghasil terbesar kelapa di dunia. Petani ada 4,1 juta KK yang menjadi petani kelapa. Kita menghasilkan 16,8 juta ton. Kalau ini dijadikan, ada hilirisasinya dijadikan barang-barang setengah jadi atau barang jadi, misalnya nata de coco, bisa 3,6 kali nilai tambahnya. Kalau kelapa parut bisa 6 kali nilai tambahnya. Kalau arang batok, arang batoknya digarap bisa 4,5 kali nilai tambahnya dan VCO [virgin coconut oil] bisa 11 kali.

Kita harus mulai, APINDO harus berpikir ke sana untuk semua produk-produk yang masih dikirim mentahan harus mulai. Bank juga harus berpikir mau membiayai hilirisasi di bidang-bidang yang tadi saya sebutkan.

Rumput laut, hati-hati dengan rumput laut. Kita ini penghasil terbesar nomor dua di dunia dan kita untuk menjadi nomor satu juga tidak sulit. Setelah saya pelajari, ini apa sih rumput laut. Mudah sekali mengembangkan rumput laut ini, menanam rumput laut ini, gampang sekali. Sekarang petaninya baru 63 ribu KK, produksi per tahun kita 10,2 juta ton ini masih banyak diekspor dalam bentuk mentahan, ke Filipina paling banyak. Coba kalau kita buat tepung agar, industrinya bangun, bisa nilai tambah 3,8 kali. Semi karagenan bisa 9,7 kali; minuman olahan 3 kali; dan yang terakhir saya lihat kemarin waktu di Hannover Messe, rumput laut sudah bisa menjadi energi hijau, bisa menjadi bioetanol. Padahal baru dikerjakan dengan scope yang sangat terbatas itu sudah nomor  dua di dunia. Kalau kita besar-besaran di sini, Bapak-Ibu bisa bayangkan. Gampang sekali, karena memang pesisir kita adalah terpanjang di dunia.

Inilah tantangan-tantangan yang kita hadapi, yang kalau kita bisa menyelesaikan masalah-masalah yang ada di lapangan dan itu biasanya tugasnya pengusaha. Pengusaha itu kalau ada tantangan senang banget, tapi juga kalau ada untungnya. Kalau tantangan saja enggak ada untungnya, biasanya juga pengusaha  enggak mau. Ada tantangan, ada cuannya pasti akan berbondong-bondong.

Saya rasa, itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Dan, tadi lembaga-lembaga internasional yang saya sampaikan membisikkan kepada saya, “Presiden Jokowi, kesempatan Indonesia itu berada di 13 tahun ke depan.” Karena di situ ada bonus demografi, di situ kita mendapatkan hilirisasi, lompatannya akan muncul di 13 tahun ini.

Oleh sebab itu, saya sampaikan dan ini saya ulang di mana-mana, kepemimpinan di 2024, kepemimpinan nasional 2024, kepemimpinan nasional di 2029, kepemimpinan nasional di 2034, itu sangat menentukan Indonesia ini bisa melompat maju atau tidak. Jadi, hati-hati memilih pemimpin kita. Siapa? Saya harus ngomong sore hari ini, siapa yang kita pilih? Kedaulatan ada di tangan rakyat.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru