Peninjauan Program Mekaar Binaan Permodalan Nasional Mandiri (PNM), 9 Januari 2019, di Lapangan Bola Persima, Kalianyar, Tambora, Jakarta Barat
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ala alihi wa sahbihi ajmain amma badu.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati Pak Menko Perekonomian, Pak Gubernur DKI Jakarta, Pak Dirut PNM beserta seluruh Dirut dan Direksi Bank BUMN,
Ibu-ibu sekalian penerima Program Mekaar yang siang hari ini hadir.
Saya sebetulnya sudah lihat Program Mekaar kita ini di Bogor. Saya tanyakan juga satu persatu, bisa menyicil enggak, bisa mengangsur enggak. Tadi saya juga lihat ada tiga warung di situ yang kita lihat juga. Dan pagi hari ini saya ingin banyak bertanya kepada Ibu-ibu semuanya karena di seluruh Indonesia sejak 2015, berarti empat tahun yang lalu, itu sudah ada 4.057.000 penerima Program Mekaar ini. Ini adalah usaha-usaha super mikro yang dibantu oleh pemerintah di setiap provinsi yang kita harapkan betul-betul bisa menaikkan usaha Ibu-ibu semuanya. Jangan sudah dibantu Rp2 juta, Rp3 juta, usahanya tetap saja. Iya enggak? Kalau sudah dibantu Rp2 juta atau tadi ada yang Rp4 juta, ada yang Rp3 juta, ya usahanya tambah dong. Kalau biasanya jualnya nasi uduk, sudah dibantu Rp2 juta, tambah jualan gorengan. Kalau dibantu Rp4 juta lagi, berarti tambah ada jualan baksonya lagi, gitu. Masa sudah dibantu Rp2 juta, dulu jualan nasi uduk tetap sekarang jualan nasi uduk. Enggak nambah dong. Benar ndak?
Tadi saya tanya, tadi yang jualan gorengan ada di sini enggak? Mana tadi yang jualan gorengan di depan tadi? Oh enggak ikut, masih menunggu di sana? Masa Rp2 juta hanya jadi gorengan kayak gitu. Dulunya gorengan, setelah diberi Rp2 juta tetap gorengan, bagaimana? Ya mestinya tambah dong, kalau dulu gorengan, ya kan, satu meja, enggak apa-apa jualan gorengan tetap tapi bisa tiga meja, begitu. Dulu satu meja, tambah Rp2 juta, tetap dua meja. Duitnya ke mana?
Saya waktu melihat di Bogor, saya lihat, dapat Rp2 juta, ya kan, ya itu mejanya tambah. Satu meja jadi dua meja. Mejanya yang satu gorengan, yang satu nasi uduk, tambah. Lha ini baru usahanya namanya berkembang. Kalau enggak nambah namanya enggak berkembang. Saya suruh tanya nanti sama AO (account officer), AO-nya mana? Duitnya ke mana? Jangan-jangan dipakai untuk beli baju baru. Hati-hati. Apalagi beli handphone, hati-hati. Hati-hati, hati-hati, hati-hati.
Enggak kan?
Janjian ya!
Kalau diberi pinjaman Rp2 juta ada yang dipakai untuk beli handphone baru, saya sampaikan, setop! Enggak akan ditambah lagi. Hati-hati. Kita ini ingin disiplin. Mengangsurnya tepat waktu, disiplin, sampai nanti 25 minggu, lunas, kita harapkan disiplin semua lunas, tambah lagi di level atas, tambah lagi, terus begitu, disiplin terus. Kita memang ingin membiasakan disiplin mengangsur, disiplin menyicil setiap minggu, tetapi usahanya juga berkembang. Kita inginkan itu.
Kalau dulu warungnya, kayak tadi saya lihat warung segini, kalau sudah ditambahi misalnya Rp4 juta, warungnya jadi segini, ini berkembang. Atau dulu warungnya segini, jualannya hanya separuhnya, sekarang jualannya menjadi penuh. Itu yang kita harapkan. Jangan dulu warungnya segini, sudah setahun saya kunjungi lagi tetap segini, barangnya juga tetap segini. Ini namanya tidak benar, tidak berkembang.
Akan saya cek terus, yang di Jakarta, yang di Bogor, yang di Jawa Timur, yang di Jawa Tengah akan saya cek, cek terus. Karena kita ingin ini menjadi usaha-usaha mikro yang nanti bisa meningkat lebih atas lagi.
(Dialog Presiden RI dengan Perwakilan Penerima Program Mekaar)
Ini yang namanya usaha sehat itu yang seperti itu. Jadi menyicilnya Rp90 ribu, kalau pendapatan per hari Rp150.000, berarti ya sehat banget. Jangan sampai menyicilnya Rp90.000, pendapatan per hari hanya Rp10.000, tekor. Hati-hati seperti itu. Jadi tolong tiap hari itu, bisa ditabung, tabung, tabung, seminggu kumpul Rp90.000, mengangsur, sudah.
Ibu-ibu ada yang ingin disampaikan? Ada keluhan enggak? Enggak ada? Enggak, ini untuk urusan Mekaar, jangan yang lain-lain. Nanti mengeluh yang lain. Yang Mekaar, urusan usaha, ada enggak? Tidak ada? Tidak ada? Oke.
Nanti asal Ibu mengangsurnya lancar juga akan ditambah dari Rp2 juta ke Rp3 juta, atau dari Rp2 juta ke Rp4 juta. Naik-naik terus, usahanya semakin gede, semakin gede, semakin gede. Itu saya alami dulu. Saya juga mengalami seperti itu, dari yang mikro, gede, gede, gede, gede, gede. Tapi memang usahanya harus diperbesar terus. Misalnya sudah di rumah, rumah enggak cukup, pindah ke toko. Kalau usahanya gede, saya kira nanti kalau Mekaar sudah enggak mampu memberikan (pinjaman), bisa pindah ke bank, ke KUR, bisa ke situ.
Oke, baiklah kalau tidak ada.
Pak Gubernur ada yang mau disampaikan?
Baiklah Ibu-ibu terima kasih. Ini biasanya kalau maju saya beri sepeda, ini tidak boleh mengasih sepeda, saya kasih foto saja. Cepat kan fotonya? Ini Bu langsung jadi fotonya. Terima kasih.
Nanti ketemu lagi tahun depan Ibu-ibu sudah ada yang dapat Rp4 juta, ada yang dapat lebih dari itu, Rp6 juta, ada yang dapat Rp10 juta. Artinya kalau Ibu dari Mekaar itu mendapatkan tambahan, artinya usaha Ibu itu berkembang. Kalau saya nanti datang ke sini lagi, dari 1.300 kemudian hanya jadi 1.000 berarti yang 300 tidak berkembang. Inginnya kalau 1.300 nanti menjadi bertambah lagi, Ibu modalnya juga tambah.
Saya kira itu ya. Kita berdoa bersama agar usaha Ibu berkembang dengan baik, lancar mengangsur, dan nanti saya kembali ke sini saya sudah melihat warungnya yang dulu segini menjadi segini, yang dulu satu meja menjadi sepuluh meja. Itu.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.