Penunjukkan Langsung Bukan Keniscayaan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 Februari 2016
Kategori: Opini
Dibaca: 45.300 Kali

PengadaanOleh: Muhamad Zulfikar Ali, Pemerhati Hukum

Proses pengadaan barang/jasa kerap dijadikan alasan terhambatnya realisasi anggaran kementerian/lembaga/pemerintah daerah. Dalam tahapan penyelenggaraan pengadaan barang/jasa, Unit Layanan Pengadaan harus membuat rencana pengadaan barang/jasa termasuk menentukan metode pengadaan barang/jasa yang akan dilakukan untuk menyediakan barang/jasa tersebut. Dan pada tahapan pelaksanaan pengadaan barang/jasa, kelompok kerja akan menyusun jadwal pelaksanaan pengadaan dari pengumuman sampai dengan penerbitan Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ).

Dinamika internal yang utama dalam tahapan perencanaan pengadaan barang/jasa adalah penentuan metode pengadaan barang/jasa yang akan dilakukan oleh kelompok kerja, mengingat penentuan metode ini akan berpengaruh terhadap waktu yang dibutuhkan sampai dengan barang/jasa yang dibutuhkan siap untuk dimanfaatkan.

Penentuan metode pengadaan barang/jasa akan dipengaruhi oleh nilai Harga Perkiraan Sendiri atas barang/jasa, jenis barang/jasa, dan rencana kontrak yang akan diberlakukan. Sehingga pemilihan metode pengadaan barang/jasa tidak serta merta ditentukan berdasarkan sempitnya waktu pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan jadwal pemanfaatan barang/jasa, atau untuk menjamin kepastian adanya penyedia barang/jasa, maka misalnya dilakukan metode penunjukkan langsung.

Meskipun demikian tidak lantas metode penunjukkan langsung menjadi haram untuk dilakukan. Mengingat prinsip pengadaan barang/jasa adalah pelelangan/seleksi, dalam penunjukkan langsung pun terdapat tahapan yang dilakukan dalam pelelangan/seleksi, antara lain penilaian atas kesesuaian penawaran dan kebutuhan. Namun yang membedakan dengan metode pengadaan barang/jasa lain adalah alokasi waktu dan keadaan yang membedakan diperbolehkannya dilakukan metode penunjukkan langsung.

Pelaksanaan penunjukkan langsung harus dilakukan dengan akurasi dan akuntabilitas yang sangat bisa dipertanggungjawabkan. Dalam literatur peraturan perundang-undangan di Indonesia, nomenkelatur penunjukkan langsung dapat ditemukan pada beberapa peraturan perundang-undangan, antara lain Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2015 dan Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Perpres Nomor 4 Tahun 2015.

Dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 54 Tahun 2010 tersebut, penunjukkan langsung dilakukan dalam keadaan tertentu dan/atau untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa yang bersifat khusus.

Kriteria keadaan tertentu dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tersebut adalah sebagaimana tertuang dalam Pasal 38 ayat (4), antara lainĀ  barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang spesifik dan hanya dapat dilaksanakan oleh 1 (satu) penyedian barang/jasa lainnya karena 1 (satu) pabrikan, 1 (satu) pemegang hak paten, atau pihak yang telah mendapat izin dari pemegang hak paten, atau pihak yang menjadi pemenang pelelangan untuk mendapatkan izin dari pemerintah.

Sedangkan kriteria untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa yang bersifat khusus terdapat dalam pasal 38 ayat (5), antara lain pekerjaan konstruksi bangunan yang merupakan satu kesatuan sistem konstruksi dan satu kesatuan tanggung jawab atas risiko kegagalan bangunan yang secara keseluruhan tidak dapat direncanakan/diperhitungkan sebelumnya (unforeseen condition), atau barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bersifat kompleks yang hanya dapat dilaksanakan dengan penggunaan teknologi khusus dan hanya ada 1 (satu) penyedia yang mampu.

Dalam hal pelelangan/seleksi yang dilakukan oleh kelompok kerja mengalami kegagalan (pelelangan/seleksi gagal), tidak lantas pengulangan dari pengadaan barang/jasa tersebut dilakukan melalui metode penunjukkan langsung. Terhadap pelengan/seleksi gagal karena kurangnya calon penyedia yang memasukkan dokumen, pelelangan/seleksi diulang dengan metode yang sama dengan sebelumnya, dan dalam hal calon penyedia yang memasukkan dokumen tetap kurang dari kuota yang ditetapkan, pelelangan/seleksi tetap dilanjutkan (meskipun hanya ada satu calon penyedia yang ikut serta). Hal ini yang dipandang sebagai penunjukkan langsung, padahal pelelangan/seleksi tersebut tetap sesuai dengan tahapan pada metode sebelumnya namun mengingat hanya ada 1 (satu) calon penyedia, maka pelengan/seleksi seolah-olah dilakukan seperti metode penunjukkan langsung.

Pembatasan penunjukkan langsung dilakukan untuk menjaga filosofi dan marwah dari pelelangan/seleksi yakni menjaga agar tetap terjadi persaingan sehat diantara calon penyedia barang/jasa dan menjaga kualitas barang/jasa dengan harga yang wajar. Sehingga apabila penunjukkan langsung dilakukan dengan tanpa pertimbangan yang semestinya, maka persaingan usaha yang sehat akan sulit diwujudkan dan belum tentu barang/jasa yang dihasilkan dari penunjukkan langsung merupakan barang/jasa yang terbaik dan harganya wajar.

Namun terkadang penunjukkan langsung (dalam rangka penugasan) merupakan keniscayaan yang tidak dapat dihindari, terutama dengan mempertimbangkan kecepatan dan ketepatan ketersediaan barang/jasa yang harus tersedia dalam kerangka pemenuhan kewajiban Pemerintah atas layanan publik, seperti penunjukkan langsung (baca: penugasan) kepada PT Kereta Api Indonesia untuk penyediaan pelayanan kereta api kelas ekonomi. Hal tersebut dilakukan karena PT KAI (saat ini) merupakan satu-satunya operator kereta api di Indonesia, yang apabila tetap dilakukan pelelangan/seleksi hal tersebut menjadi percuma.

Oleh karena itu, kiranya dalam pembuatan kebijakan yang bernuansa penunjukkan langsung atau sejenisnya perlu dipertimbangkan secara matang dan mendalam mengenai kebutuhan pengadaan barang/jasa dilakukan dengan melakukan penunjukkan langsung atau sejenisnya, mengingat penunjukkan langsung atau sejenisnya yang dilakukan tanpa mempertimbangkan efek dominonya berpotensi menghilangkan kompetisi diantara penyedia barang/jasa, dan selanjutnya sulit menemukan persaingan usaha yang sehat. Padahal saat ini, dunia memasuki era pasar bebas yang akan menerapkan hukum pasar dimana pihak yang survive adalah pihak yang dapat memberikan barang/pelayanan jasa yang terbaik dengan harga yang wajar, tanpa ada intervensi dari pihak manapun.

===end===

Opini Terbaru