Penyerahan Bantuan Sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT), 25 Februari 2019, di Gedung Patra Ria Pertamina, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ala alihi wa sahbihi ajmain amma badu.
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, Bapak Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Bapak Bupati, Bapak Dito (anggota DPR RI),
Serta Ibu-ibu semuanya seluruh penerima PKH yang saya hormati, yang saya cintai, yang saya banggakan,
Serta para pendamping PKH yang saya hormati, pendamping SDM PKH yang hormati, yang saya banggakan.
Tadi pasti ada yang mikir-mikir pasti, itu Pak Presiden itu membawa bambu untuk apa sih? Iya ndak? Tadi pada bisik-bisik, saya tahu. Ini tadi saya pas lewat di jalan di sini, di sebelah timur, dicegat masyarakat. Kemudian saya buka mobil saya pintunya, saya diberi ini. Saya enggak tahu ini apa. Yang jelas, saya tahu ini bambu, benar ndak? Tapi ini bambu apa? Tapi katanya tadi Pak Gubernur, Pak ini namanya bambu petuk Pak. Ini, ini ketemu petuk di sini, benar? Ini sakti, ini yang pegang ini biasanya sakti. Pas yang pegang saya ini.
Yang kedua, tadi Pak Gub tadi bilang pun kencot. Pun kencot itu apa itu kencot niku? Saya tadi mikir apa kencat-kencot, Pak Gubernur kenopo. Apa itu kencot? Opo? Lapar? Oh, lapar itu kencot. Tadi Pak Gub juga bilang, entong, entong, entong, apa tadi? Nopo niku entong? Apa? Habis? Oh, ngoten. Entong niku habis, kencot niku lapar.
Ibu-ibu semuanya, uang PKH Bulan Januari sudah diterima ya? Masuk ya ke rekening? Tapi hari ini sudah entong. Pun? Tadi saya lihat masih ada yang mengambil enam ratus, ada yang mengambil empat ratus, ada yang mengambil dua ratus, masih. Tapi nanti awal Bulan April, sebulan lagi akan kita kirim yang kedua, nggih. Insyaallah akan kita kirim. Pun.
Tapi yo jangan cepat-cepat dihabisin. Nggih? Ya kalau dipakai itu yang sangat penting-penting. Kan sudah kan saya berkali-kali saya jelaskan bahwa anggaran PKH itu bisa dipakai untuk beli seragam sekolah. Bisa nggih? Sepatu sekolah bisa? Tas sekolah bisa? Buku bisa? Beli telur bisa? Bisa. Beli telur bisa, dipakai untuk gizi anak-anak kita. Nah, niki kalau beli telurnya, ya kan, beli telur dua, dua telur dimasak nggih tho, jadi telur dadar, gede. Ini yang makan paling banyak siapa yang diberi? Bapaknya, ibunya, atau anaknya? Anak? Anak didahulukan, ya. Jadi anak didahulukan, yang gede anak, sigar ngeten, anak, ngeten anak. Sisanya sedikit-sedikit bapaknya sama ibunya. Nggih mboten?
Bukan seperti zaman kecil saya dulu. Orang tua saya punya anak empat, telurnya satu begini terus dipotong kecil-kecil, satu anak jadi segini ini. Itu dulu. Sekarang, anak harus diberi gizi yang sebanyak-banyaknya. Jadi telur boleh, beli susu boleh, beli ikan boleh. Ya? Agar anak kita ini sehat-sehat semuanya, pertama. Anak kita juga karena gizinya baik otaknya juga jadi cerdas-cerdas semuanya, pintar-pintar semuanya. Nggih boten?
Nah, mengambil lima ratus, bawa pulang, suaminya minta dua ratus untuk beli rokok. Boleh ndak? Boleh ndak? Siapa omong enggak boleh, tunjuk jari? Yang enggak boleh? Boleh ndak? Enggak boleh? Enggak cinta suami. Boleh ndak? Tidak boleh! Untuk beli rokok tidak boleh. Hati-hati, janjian kita kalau ada anggaran PKH dipakai untuk beli rokok dicabut kartunya. Setuju nggih? Janjian kita. Kalau bapaknya minta, minta untuk beli rokok, beritahu, “Pak, pados piyambak, cari sendiri. Ini adalah untuk anak-anak kita.” Nggih?
Kalau dipakai untuk tambahan modal jualan bakso, jualan gorengan, jualan nasi uduk, boleh ndak? Boleh. Benar, pun, berarti sudah tahu semuanya.
Saya ingin coba maju ke depan yang uangnya di dalam tabungan itu masih lebih, artinya belum entong, masih satu juta lebih, ada ndak? Enggak ada? Benar enggak ada? Satupun enggak ada? Di sana enggak ada juga? Enggak ada? Ada? Masih ada? Berapa? 41.000. Pertanyaannya itu satu juta lebih kok. Masih ada ndak yang anggaran di situ satu juta lebih ada? Enggak ada? Lima ratus ribu ada ndak? Berapa itu? Berapa? 1.100.000? Masih ada? Ada yang lima ratus, ada? Ada? Enggak ada? Aduh,ini entong semua ini kelihatannya. Enggak ada? Ya, coba maju. Ya, maju. Oke.
Oke, sekarang yang kemarin transfernya di Bulan Januari lebih dari 1.600.00 ada ndak? Mana coba mana? Yang lebih, Bulan Januari. Nggih cobi, maju. Ya, yang belakang itu maju, belakang maju. Ya, boleh. Sudah, sini maju. Enggak apa-apa, wong maju saja kok. Sini. Sudah, tiga orang saja cukup.
Tapi janjian dulu, yang maju ke sini jangan minta sepeda. Ini mau pilpres, mau pilpres enggak boleh ngasih-ngasih sepeda katanya. Ya sudah, malah kebeneran saya, enggak kehilangan sepeda saya. Sudah, nggih.
Coba, dikenalkan dulu namanya.
(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Penerima PKH dan BPNT)
Darsinah (Dari Kelurahan Bumilir, Cilacap)
(Darsinah telah mencairkan dana PKH sebesar Rp50.0000 untuk keperluan membeli susu anak, saat ini dia masih memiliki saldo sebesar Rp1.150.000, saldo tersebut belum diambil karena belum ada keperluan mendesak.)
Presiden Republik Indonesia
Karena belum membutuhkan. Benar. Kalau belum membuahkan, tolong direm dulu. Jangan kalau sudah ditransfer, besok langsung dihabiskan. Hati-hati. Kadang-kadang suatu saat kita, ada suatu saat yang kita sangat butuh dan itu perlu sekali, sehingga direm. Tadi saya lihat di sana, saya tanya, masih berapa Bu? Tinggal seratus. Direm. Penggunaannya betul-betul tepat sasaran. Jangan sampai dibelikan ini lho, hati-hati lho. Atau beli ini lho. Nggih? Hati-hati lho, tidak boleh lho. Nggih? Nggih.
Muksina (Dari Desa Adiraja, Cilacap)
(Muksina memperoleh dana sebesar 1.575.000, yang digunakan untuk keperluan sekolah anaknya yang duduk di bangku SMA. Sisa Rp375.000 akan dipergunakan untuk membeli sepeda bekas untuk anaknya bersekolah.)
Presiden Republik Indonesia
Oh, buat sekolah. Ya, masih ada hubungannya dengan sekolah. Oke, nggih, nggih, nggih. Begini, jadi nanti April kan dapat transfer lagi, ngoten nggih, mau direncanakan… Begini lho, kalau ada tranfer begitu harus sudah punya rencana. Dapat transfer 1.500.000, tiga ratus mau saya pakai untuk gizi anak. Harus ada seperti itu, harus ada perencanaan, direncanakan. Lima ratus mau pakai untuk dana pendidikan anak-anak. Masih sisa berapa? Tiga ratus lagi mau saya pakai untuk mengembangkan usaha, misalnya. Harus sudah direncanakan. Jangan didadak-dadak. Tahu duitnya datang langsung, wah nggo opo ya, nggo opo ya, untuk apa ya, untuk apa ya. Jangan seperti itu. Harus sudah perencanaan, mulai direncanakan. Syukur-syukur tercatat, nggih. Tercatat, jadi bagus pemakaiannya. Dan jangan tergesa-gesa memakai. Hitung betul, dikalkulasi betul bahwa yang dikeluarkan itu benar-benar bermanfaat bagi keluarga kita. Harus benar-benar bermanfaat bagi keluarga kita.
Saya merasakan nggih, saya merasakan, saya dulu lahir di pinggir kali. Rumah saya digusur, pindah kontrakan empat kali. Saya merasakan. Mungkin Ibu tidak merasakan, saya merasakan. Ngrasake mboten panjenegan? Siapa yang merasakan digusur? Siapa yang merasakan pindah kontrakan empat kali? Kan enggak banyak. Itu saya mengalami.
Jadi betul-betul uang ini gunakan untuk hal-hal yang bermanfaat bagi masa depan keluarga, terutama masa depan anak-anak kita. Betul-betul harus tepat sasaran. Harus tepat sasaran. Karena yang namanya sekolah, semakin meningkat itu biayanya akan semakin (banyak). Kita tahu semuanya.
Tabah Purwanti (Dari Cilacap Selatan, Cilacap)
(Pada Bulan Januari memperoleh dana sebesar Rp1.875.000 dan Rp1.300.000 telah dipergunakan untuk keperluan sekolah anaknya. Untuk dana tahap II, akan digunakan untuk biaya sekolah dan gizi anaknya.)
Presiden Republik Indonesia
Jadi sekali lagi, uang belum datang, awal April akan datang tolong dihitung, direncanakan dingge nopo, dingge nopo, dingge nopo, dingge nopo, dingge nopo biar penggunaannya bisa betul-betul tepat sasaran dan kita merencanakan betul secara jernih, secara jernih. Karena kita tahu, tahun kemarin transfer untuk PKH itu sembilan belas triliun, tahun ini 34 triliun, di seluruh tanah air. 19,2 triliun, tahun ini 34,4 triliun dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote kita berikan, berikan, berikan.
Untuk apa? Agar hal-hal yang berkaitan dengan sekolah, dengan gizi anak itu betul-betul kita perhatikan. Anak kalau masih dalam kandungan perhatikan betul, karena umur, usia emas itu ada di umur kandungan sampai umur lima sampai enam tahun, itu hati-hati. Pintar tidaknya, sehat tidaknya anak itu pada umur-umur itu. Kalau gizinya kita berikan yang baik, insyaallah nanti gedenya juga tidak sakit-sakitan. Kalau gizinya kita berikan di umur-umur yang tadi saya sampaikan, anak itu juga kecerdasannya akan terbantu banyak sekali. Nggih?
Saya ini setiap ketemu dengan ibu-ibu penerima Program PKH itu selalu tanya, dan beda-beda, persoalannya beda-beda, beda-beda, beda-beda. Ya, memang setiap rumah tangga persoalannya benten-benten, beda-beda, enggak ada yang sama. Enggak apa-apa tapi yang paling penting persoalan-persoalan yang ada itu bisa terselesaikan karena ada Program PKH.
Ingin diteruskan mboten Program PKH? Tahun depan ingin ditambah mboten? Tombah-tambah. Nggih, nanti kita hitung, kalau anggaran APBN itu ada ruang, ruangnya ada, uangnya juga ada ya pasti akan, insyaallah akan kita tambah, nggih.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Ini, ini biasanya diberi sepeda, karena enggak boleh sekarang saya beri foto ini. Waduh, mboten maju. Oke, ya. Ini foto ini kalau dibelikan sepeda bisa dapat sepuluh. Lho benar. Coba, albumnya ini coba dilihat, ada tulisannya di sini, Istana Presiden Republik Indonesia, sing larang niku, yang mahal itu. Monggo Bu, pun monggo, kembali, nggih. Ya mesti diberikan ke saya dong mic-nya, masa mau dibawa? Nggih.
Saya kira jelas semuanya ya, PKH jelas nggih? Nggih. Dilanjutkan ya? Diteruskan nggih? Nggih. Nanti urusan anggaran akan kita lihat lagi, moga-moga nanti Bu Menteri Keuangan ada ruang, ada uangnya lagi sehingga bisa ditambahkan lagi. Nggih.
Baiklah, saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.