Penyerahan Sertifikat Hak atas Tanah, 23 Oktober, di Lapangan Bola Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ala alihi wa sahbihi ajmain amma badu.
Yang saya hormati Pak Menteri ATR/Kepala BPN, Pak Seskab, Pak Gubernur DKI Jakarta, Pak Wali Kota Jakarta Selatan,
Bapak-Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat yang sore hari ini hadir,
Selamat sore!
Hadirin dan tamu undangan yang berbahagia,
Saya senang sekali bisa hadir sore hari ini bertemu dengan warga Jakarta Selatan yang dulu sering saya kunjungi. Ya, sering banget, ke kampung-kampung sering banget.
Dan alhamdulillah sore hari ini telah diserahkan kepada Bapak-Ibu sekalian 5.000 sertifikat yang sudah diserahkan sore hari ini. Tolong diangkat tinggi-tinggi. Sebentar, jangan diturunkan dulu mau saya hitung. Sebentar, sebentar, sebentar saya hitung 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28,…, 5.000, betul. Nanti kalau enggak diangkat itu saya khawatir yang diberikan hanya yang di depan tadi, seremoni, enggak mau saya. Betul-betul sudah dipegang oleh Bapak-Ibu sekalian. Karena di Jakarta Selatan tahun ini target kita 40.000 sertifikat harus diserahkan kepada masyarakat. Harus, enggak ada tawar-menawar saya, 40.000.
Bapak-Ibu sekalian,
Kenapa sertifikat ini harus diberikan kepada Bapak-Ibu sekalian. Setiap saya ke daerah, ke provinsi, baik di Jawa maupun di luar Jawa, di Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Papua, NTB, NTT, Bali, Jawa Timur, Jawa Tengah, DKI semuanya sama, keluhan yang masuk ke saya adalah urusan sengketa lahan, urusan sengketa tanah. Setiap hari masuk ke kuping saya.
Jadi setiap ke kampung, ke desa, ke daerah yang saya dengar adalah sengketa lahan. Antara tetangga dengan tetangga, antara masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan BUMN. Sengketa-sengketa itu tidak hanya di Jakarta, tapi di seluruh provinsi ada semuanya.
Oleh sebab itu, saya perintahkan kepada Menteri, sejak 2016 saya perintah, kemudian 2017 di mulai. 2017 telah diselesaikan, biasanya setahun itu hanya 500 ribu di seluruh tanah air, 500 ribu, tahun kemarin menjadi lima juta selesai sertifikat kita. Tahun ini target kita tujuh juta sertifikat, tahun depannya sembilan juta sertifikat.
Oleh sebab itu saya titip, setelah menerima sertifikat dimasukkan ke plastik. Sudah ada plastiknya semuanya? Kalau hujan seperti ini sertifikatnya tidak rusak. Kemudian difotokopi, satu ditaruh di lemari sini, yang satu ditaruh di lemari sini. Kalau aslinya hilang, masih pegang fotokopi. Ini penting sekali. Penting sekali.
Dan Bapak-Ibu sekalian, saya tahu sertifikat ini sangat berharga sekali bagi Bapak-Ibu sekalian. Coba berapa puluh tahun enggak pegang sertifikat? Berapa Bu? Katanya 54 tahun. Berapa tahun yang sudah pegang sertifikat? 20 tahun? 30 tahun? Oleh sebab itu, inilah program percepatan penyertifikatan agar status hak hukum atas tanah yang kita miliki betul-betul pasti. Kalau sudah pegang sertifikat, sudah status hukum jelas, benar.
Yang ketiga saya titip, ini biasanya kalau sudah jadi sertifikat biasanya mau disekolahkan, benar enggak? Biasanya mau disekolahkan, benar enggak? Enggak apa-apa, silakan disekolahkan, dipakai untuk agunan, dipakai untuk jaminan tidak apa-apa. Tapi saya titip, saya titip sebelum meminjam uang ke bank tolong dikalkulasi, tolong dihitung. Jangan sampai tidak bisa menyicil ke bank, tidak bisa mengangsur ke bank akhirnya sertifikat hilang. Jadi kalau mau pinjam ke bank, saya titip agar dikalkulasi, agar dihitung semuanya.
Yang kedua, saya juga titip, kalau sudah dapat pinjaman dari bank jangan sampai dipakai untuk membeli barang-barang kenikmatan, contoh mobil. Pinjam Rp300 juta yang Rp150 dipakai untuk beli mobil, boleh enggak? Silakan dicoba, paling gagahnya enam bulan, paling enam bulan. Setelah enam bulan kalau enggak bisa menyicil ke dealer, sertifikatnya hilang, mobilnya juga hilang. Hati-hati, saya titip hati-hati, kita semuanya hati-hati.
Yang terakhir saya titip kepada Bapak-Ibu semuanya, negara kita ini negara besar, negara besar. Kita sekarang sudah memiliki 263 juta penduduk Indonesia, 263 juta yang tersebar di 17.000 pulau, di 514 kabupaten dan kota, di 34 provinsi dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Saya perlu mengingatkan bahwa negara kita Indonesia ini adalah negara besar tetapi juga dengan perbedaan-perbedaan yang besar sekali. Berbeda suku, berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, beda-beda semuanya.
Bapak-Ibu bisa merasakan itu kalau Bapak-Ibu sudah pergi dari ujung paling barat di Aceh sampai ke ujung timur di Papua, ujung paling utara Miangas sampai ujung selatan di Rote. Bisa merasakan betul, betapa negara ini memang penuh dengan perbedaan, warna-warni, berbeda-beda semuanya. Suku, kita memiliki 714 suku, 714 suku. Singapura itu hanya empat, Afghanistan saya tanya Dr. Ashraf Ghani, Presiden Afghanistan, tujuh. Indonesia 714. Ini yang harus kita sadari, ini harus kita pahami bahwa negara ini memang beragam, berbeda-beda, dan warna-warni.
Oleh sebab itu, saya titip kepada kita semuanya, marilah kita jaga ukhuwah kita, kita jaga ukhuwah islamiah kita, kita jaga ukhuwah wathaniyah kita. Jangan sampai persaudaraan kita terpecah, jangan sampai persatuan kita terbelah-belah. Aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, dan kerukunan. Ini aset terbesar kita. Jangan sampai karena pilihan, ini kalau di daerah lain, pilihan wali kota ada, pilihan bupati ada, pilihan gubernur, pilihan presiden kita menjadi terpecah-pecah. Jangan sampai, saya titip ini, karena itu setiap lima tahun pasti ada pilihan itu. Setiap lima tahun pasti ada pilpres, setiap lima tahun pasti ada pilgub, setiap lima tahun kalau di daerah ada pilihan wali kota, ada pilihan bupati. Rugi besar kita kalau gara-gara pilihan presiden, pilihan gubernur, pilihan bupati, pilihan wali kota itu menjadi terpecah-pecah. Itu pesta demokrasi. Itu perayaan demokrasi. Silakan Bapak-Ibu ada pilihan gubernur pilih A, pilih B, silakan. Ada pilihan presiden pilih A, pilih B, silakan. Perbedaan politik enggak apa-apa. Tapi jangan sampai kita terpecah-pecah gara-gara pilihan-pilihan politik.
Terakhir, saya ingin berbicara karena saya lihat tadi banyak Pak Lurah di sini. Ada yang namanya Dana Desa, tahun depan kita akan memulai yang namanya Dana Kelurahan. Dana Desa itu hanya untuk kabupaten, kalau Dana Kelurahan itu untuk kota, karena di Indonesia itu ada kurang lebih hampir 100 kota yang ada di Indonesia. Oleh sebab itu, bukan hanya di desa saja yang perlu Dana Desa, tapi kelurahan juga diperlukan untuk memperbaiki selokan, untuk memperbaiki jalan di kampung-kampung. Sehingga tahun depan akan ada Dana Kelurahan.
Tapi kok ramai, saya juga heran. Ini dana ini untuk rakyat kok, untuk memperbaiki jalan di kampung, memperbaiki selokan yang ada di kampung-kampung, kok jadi ramai. Ini kan semuanya komitmen pemerintah untuk masyarakat, untuk rakyat, bukan untuk siapa-siapa. Jangan dihubung-hubungkan dengan politik, sedikit-dikit dihubungkan dengan politik, enggak rampung-rampung kita ini.
Mohon maaf, kita ini segala hal selalu dihubungkan dengan politik. Padahal kehidupan ini tidak hanya politik saja, ada sosial, ada ekonomi, ada budaya, semuanya ada. Kenapa setiap hal tadi dihubungkan dengan politik? Itulah kepandaian para politikus mempengaruhi masyarakat. Hati-hati, saya titip ini hati-hati, hati-hati, hati-hati. Banyak politikus yang baik-baik tapi juga banyak sekali politikus yang sontoloyo. Saya ngomong apa adanya saja.
Sehingga marilah kita saring, kita filter mana yang benar, mana yang enggak benar, mana yang betul, mana yang enggak betul. Masyarakat sekarang saya lihat sudah semakin pintar, semakin matang dalam berpolitik, sehingga jangan sampai kita ini dibawa, dipengaruhi oleh politikus-politikus yang hanya untuk kepentingan sesaat mengorbankan persatuan, persaudaraan, dan kerukunan kita.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak-Ibu sekalian. Saya titip sertifikat ini gunakanlah betul-betul untuk kesejahteraan keluarga kita.
Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.