Penyerahan Sertifikat Tanah Elektronik kepada Rakyat di GOR Tawang Alun, Kabupaten Banyuwangi, Provinsi Jawa Timur, 30 April 2024

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 30 April 2024
Kategori: Sambutan
Dibaca: 179 Kali

Sambutan Presiden Joko Widodo pada Penyerahan Sertifikat Tanah Elektronik kepada Rakyat, 30 April 2024

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejatera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati Pak Menteri ATR/BPN, Pak Menteri PANRB, Pak Menteri PU, Gubernur Provinsi Jawa Timur, Bupati Kabupaten Banyuwangi;
Bapak/Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat yang saya hormati, yang saya cintai, yang saya sayangi.

Sudah terima ini semuanya? Diangkat, diangkat, diangkat. Ini tadi Pak menteri ATR BPN menyampaikan, yang menerima di Banyuwangi adalah 10.300 [sertifikat], 10.300 [sertifikat] bidang tanah yang sudah diberikan sertifikat. Sebentar ini belum saya hitung, diangkat lagi, dihitung. Saya hitung dulu 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,… 10.300 betul? Kalau enggak dihitung itu nanti ini pada mengumpul, tapi jangan-jangan sertifikatnya belum diterima.

Dan, supaya tahu Bapak-Ibu semuanya, Saudara-saudara semuanya, sertifikatnya sekarang seperti ini. Ini yang sertifikat paling baru, namanya sertifikat elektronik. Kalau yang tadi di gambar waktu di layar tadi yang agak tebal itu sertifikat lama. Sertifikat baru seperti ini, di sini ditulis bidang tanah, pemegang hak siapa, alamatnya di mana, ada semuanya di sini. Ini sertifikat hak milik yang paling baru sekarang seperti ini, jangan nanti dibanding-bandingkan dengan tetangganya. Loh tetangga saya kok sertifikatnya tebal, punya saya kok hanya satu lembar? Ya, memang ini yang terbaru, namanya sertifikat elektronik.

Dan, sesuai janji yang saya sampaikan yang lalu, benar? Sekarang sudah terima semuanya betul? Ini adalah redistribusi tanah yang paling besar di seluruh Indonesia, di Banyuwangi ini. Ada yang bekas lahan hutan, ada juga yang bekas lahan HGU, semuanya sudah diserahkan kepada Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara semuanya. Seneng mboten? Seneng mboten? Seneng mboten? Sing mboten seneng, ngacung. Saya beri sepeda. Sing mboten dapat sertifikat ngacung tunjuk jari, saya beri sepeda. Seneng nggih? Wong enggak pegang sertifikat sudah sejak tahun 1938 panjenengan niku, nggih mboten? Berarti 85 tahun enggak pegang sertifikat. Kalau seseorang punya lahan tapi engak punya sertifikat, kalau terjadi sengketa, kalah. Panjenengan pasti kalah, mboten pegang nopo-nopo niki nggen kulo. Ah mboten, wong nggak pegang ini mau apa? Tapi kalau sudah pegang yang namanya sertifikat ini, ada orang mengaku-ngaku ini punya saya, eh mboten Pak, niku gadang kulo ini sertifikat ngenten,  ini sertifikatnya ada, luasnya ada, gambarnya di sini ada. Sudah, pasti pergi. Nggih mboten? Ini penting. Karena yang terjadi 10 tahun saya menjadi presiden itu kalau ke daerah masuk ke desa, masuk ke kampung, isinya hanya sengketa tanah, urusan sengketa tanah, urusan konflik tanah. Karena nopo? Panjenengan mboten pegang yang namanya sertifikat.

Setelah saya cek di BPN benar. Dari 126 juta yang harusnya lahan-lahan itu pegang sertifikat, yang megang baru 46 juta, berarti tesih pinten? Masih 80 juta yang belum pegang, 80 juta di seluruh Indonesia belum pegang sertifikat. Saya cek lagi ke BPN, setahun bisa membuat satu sertifikat berapa? 500 ribu [sertifikat]. Berarti panjenengan menunggu, kalau 80 juta [sertifikat], setahun mau 500 ribu [sertifikat] berarti panjenengan menunggu 160 tahun, gelem mboten? Purun mboten? Siapa yang mau menunggu 160 tahun? Maju, saya beri sepeda. Seratus enam puluh tahun, saya kaget juga. Wah, ini enggak bisa ini. Sehingga, saya perintah saat itu kepada Menteri BPN, “Dengan segala cara apapun, saya minta setahun lebih dari 10 juta [sertifikat].” Akhirnya bisa, apalagi sekarang sertifikat elektronik seperti ini cepat banget niki, dengan digitalisasi semakin cepat lagi.

Tadi Pak Menteri BPN menyampaikan di sana ngurusi mafia tanah,  di sana ngurusi mafia. Masih, tapi sudah sangat berkurang sekali, karena semuanya sudah pegang sertifikat. Dan, beliau tadi menyampaikan tahun ini mungkin sudah selesai 126 juta [sertifikat] itu. Kalau enggak meleset-meleset tahun depan lah, Presiden baru nanti biar mengurus sisa sedikit. Oh, paling-paling tinggal sisanya mungkin 3 juta atau 6 juta paling, rampung tahun depan. Syukur-syukur bisa tahun ini rampung semuanya, karena menterinya masih muda.

Nggih? Kalau sudah pegang sertifikat, saya tahu senenge mesti arep disekolahke, nggih mboten? Mengaku saja. Siapa yang mau menyekolahkan ini? Ini dipakai agunan gitu lho,dibawa ke bank untuk agunan, untuk kolateral, untuk jaminan mboten nopo-nopo. Enggak, saya enggak melarang kok. Mboten nopo-nopo, enggak apa-apa. Tanahnya gede, pergi ke bank, mau pinjam bank, dapat Rp30 juta. Jangan, itu pinjaman, alhamdulillah, alhamdulillah. Alhamdulillah iya, pegang uang, nggih? Lirik tonggone kok sepeda motornya baru. Nah ini mulai Rp15 juta untuk beli sepeda motor, tinggal Rp15 juta untuk kerja. Itu pun mboten saget nyaur panjenengan, mboten saget nyicil, enggak mungkin bisa nyicil, enggak mungkin bisa mengangsur, enggak mungkin.

Kalau Bapak-Ibu pinjam dapatnya Rp30 juta, gunakan seluruhnya untuk modal kerja, untuk modal usaha. Jangan sekali-sekali pakai untuk beli barang-barang konsumsi, entah sepeda motor, entah tv, entah kulkas, ampun riyen. Kalau sudah dapat, jangan dulu dibelikan barang-barang seperti itu. Kalau sudah kita berusaha dapat untung, ditabung, silakan. Mau beli kulkas baru silakan, mau beli tv gede silakan, mau beli sepeda motor silakan, mau beli mobil juga silakan, tapi dari keuntungan, bukan dari uang pokok pinjaman langsung dibelikan. Mboten saget nyaur panjenengan mengkeh, nggih mboten? Setuju mboten? Saya titip itu. Jadi, ini disekolahkan enggak apa-apa, untuk jaminan enggak apa-apa, untuk agunan ke bank mboten nopo-nopo. Tapi, kalau sudah dapat uang pinjaman itu, sekali lagi, 100 persen gunakan untuk modal usaha. Sudah, saya titip itu aja, nggih?

Yang hadir di sini ada yang hafal Pancasila? Ada yang hafal pancasila? Nanti yang hafal Pancasila, yang saya suruh maju, saya beri sepeda.  Wah, tunjuk jari semuanya. Tunjuk jari yang hafal pancasila! Tadi saya kira Ibu tadi cepat banget tadi, ini Ibu maju. Bapak-bapak silakan, ya, Pak. Bapak-bapak. Itu bisa turun enggak, ya? Bisa? Ya, silakan bapak-bapak turun. Maju, jangan meloncat. Silakan, Bu, sini-sini agak dekat-dekat.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sebentar, belum disuruh sudah, nggih perkenalkan nama.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Ya, nama saya Bu Supami, berasal dari Desa Termejo, Dusun Sumber Jambi, Kecamatan Bangurejo.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sinten, Bu, sinten?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Bu Supami.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Supami nggih, sertifikat sudah dipegang ya?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Sudah.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nggih. mau disekolahkan?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Enggak, Pak, insyaallah.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mboten? Disimpen mawon? Terus mau dipakai apa?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Ya, disimpan

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Enggak, maksudnya apakah kalau lahannya lahan pertanian ya ditanduri?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Untuk pemukiman, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, untuk pemukiman, ini pemukiman. Ya, mungkin enten anune, sisanya? Enggak ada?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Enggak ada, Pak

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Enggak ada? Nggih, mpun Bu Supami, langsung Pancasila.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Pancasila.

Satu, ketuhanan yang maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, persatuan Indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Terima kasih.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nggih, mpun, diam dulu. Sekarang, dikenalkan nama. Mpun.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Agus Kurniawan)
Assalamu’alaikum, perkenalkan nama saya Agus Kurniawan, Agus Kurniawan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Agus Kurniawan, nggih. Mas Agus langsung, Pancasila, satu.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Agus Kurniawan)
Satu, ketuhanan yang maha esa. Dua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Tiga, persatuan indonesia. Empat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan permusyawaratan keadilan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Di ulang, di ulang. Empat.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Agus Kurniawan)
Empat.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kerakyatan

Perwakilan Penerima Sertifikat (Agus Kurniawan)
Kerakyatan dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan. Lima, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bapak-Ibu sekalian, kalau pas duduk itu gampang, pas duduk, tapi kalau udah naik panggung, dekat saya itu hilang semuanya di sini. Nggih niku, enggak sekali, dua kali. Nggih terima kasih, Bu

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Pak, saya ada permintaan, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ada permintaan apa?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Di lahan saya itu kan masih ada yang belum diproses, Pak. Semuanya luasnya 128 hektare, yang sudah mendapat sertifikat masih 60 hektare, yang 68 hektare masih belum, dari Desa Trimorejo ke Desa Bangurejo, Pak. Yang masih belum dapat sertifikat 68 hektare, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nggih.

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Saya mohon kepada Bapak, segera diselesaikan sebelum Bapak turun dari jabatan. Terima kasih, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Coba, Bu Pami ini nyuruh-nyuruh Presiden nih coba. Coba. Ibu, sudah dicatat nggih. Nanti saya sampaikan ke Pak Menteri BPN. Pak Menteri BPN pasti juga nyatet, sekretarisnya. Nanti biar dicek di lapangan, nggih?

Perwakilan Penerima Sertifikat (Supami)
Nggih, nggih.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nggih, matur nuwun, matur nuwun. Mas Agus, nggih, makasih. Ntar itu ada sepeda, hadiahnya sepeda tadi.

Nggih, Saya rasa itu yang ingin saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, agar semuanya disimpan baik-baik, gunakan untuk hal-hal yang produktif

Saya tutup.
Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.

Sambutan Terbaru