Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 14 Maret 2019, di GOR Sahabudin, Desa Beluluk, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ala alihi wa sahbihi ajmain amma badu.
Yang saya hormati Bapak Kepala Staf Kepresidenan beserta seluruh Menteri yang hadir,
Yang saya hormati Bapak Gubernur Provinsi Bangka Belitung beserta Ibu, dan Pak Wakil Gubernur,
Yang saya hormati para Wali Kota dan Bupati yang hadir, Pak Pangdam, Pak Kapolda, Pak Kajati, Ibu Dirjen BPN,
Bapak-Ibu sekalian para penerima sertifikat, hadirin tamu undangan yang berbahagia.
Sertifikat sudah dipegang semuanya? Benar? Coba diangkat, semua diangkat, semua diangkat, semua. Mau saya hitung, ini benar sudah terima benar ndak. Ya, jangan diturunkan, mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 2081, betul. Sudah ngangkat sertifikat semuanya kelihatan, oh, sertifikat berarti sudah diterima.
Kenapa sertifikat ini kita kerjakan secara besar-besaran? Dulu, satu tahun, BPN hanya mengeluarkan ini 500 ribu untuk seluruh Indonesia. Tahun 2016, saya perintah kepada Menteri ATR/Kepala BPN, Pak, enggak bisa ini 500 ribu, enggak bisa. Saya hitung, kalau 500 ribu, bidang tanah yang ada di seluruh tanah air itu ada 126 juta, yang baru bersertifikat 46 juta, berarti masih kurang delapan puluh juta sertifikat yang belum diberikan kepada masyarakat. Kalau setahun 500 ribu, berarti Bapak-Ibu semuanya harus menunggu 160 tahun untuk bisa dapat sertifikat. Mau? Mau menunggu 160 tahun? Siapa yang bilang mau maju ke depan saya beri sepeda. Silakan yang ingin sertifikatnya jadi 160 tahun yang akan datang maju, saya beri sepeda. Ada yang maju?
Inilah kenapa tiga tahun yang lalu saya perintah, Pak, enggak bisa ini, enggak bisa, 500 ribu enggak cukup. Saya minta 2017 itu lima juta sertifikat harus keluar. Alhamdulillah bisa tercapai 5,4 juta, bagikan semuanya di seluruh provinsi yang ada. Kemudian 2018 yang lalu target saya tujuh juta, tujuh juta harus keluar. Kantor BPN, Kanwil BPN mungkin kerjanya pagi, siang, malam, enggak apa-apa, untuk melayani masyarakat memang harus seperti itu. Tujuh juta targetnya, alhamdulillah juga bisa tercapai, malah lebih menjadi 9,4 juta di seluruh tanah air. Tahun ini, target saya sembilan juta harus keluar. Coba 500 ribu, sekarang sembilan juta, bagaimana kerjanya enggak ngerti saya, itu urusannya BPN. Yang paling penting kalau enggak mencapai target menterinya sudah saya ancam awas, awas, awas, awas, awas. Awas kalau ndak cepat melayani masyarakat. Ini penting.
Kenapa sertifikat penting? Setiap saya masuk ke desa, masuk ke kampung, saya kan hampir setiap minggu keluar masuk desa, keluar masuk kampung, yang masuk ke telinga saya, Pak sengketa tanah, sengketa lahan, konflik tanah, konflik lahan. Ada tetangga dengan tetangga, masyarakat dengan masyarakat, ada antarsaudara, ada masyarakat dengan pemerintah, masyarakat dengan perusahaan. Karena apa? Masyarakat enggak pegang sertifikat, tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Tapi kalau sudah pegang ini sertifikat, mau apa? Ada orang datang mengaku-ngaku, “ini tanah saya.” “Bukan, tanah saya ini.” Pegang tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki yang namanya sertifikat.
Di sini Bapak-Ibu bisa lihat. Nama di sini jelas, siapa pemilik tanah itu, di sini ada. Desanya, kampungnya ada di sini, di pojok atas. Luasnya ada di pojok bawah, luasnya berapa meter persegi. Ada semuanya, sudah. Kalau orang mau mengaku-ngaku, tunjukin ini pasti balik. Enggak akan mungkin macam-macam kalau sudah pegang tanda bukti hak hukum atas tanah.
Yang kedua, kalau sudah pegang ini tolong diberi plastik. Sudah semua ya? Ada plastik. Nah, kenapa diberi plastik? Kalau gentingnya bocor, sengnya bocor, enggak rusak sertifikat. Benar ndak? Wah nanti enggak ada plastiknya begitu air mengocor, wah ini bisa rusak semuanya sertifikat. Ini adalah tanda bukti hak hukum tanah yang kita miliki.
Yang kedua, tolong nanti difotokopi, jangan lupa. Simpan yang satu, lemari satu, yang fotokopi yang lemari dua. Kalau ini hilang, yang asli, masih punya fotokopi, mengurus lagi ke BPN lebih mudah.
Yang ketiga, ini biasanya, biasanya kalau sudah pegang sertifikat inginnya disekolahkan. Benar ndak? Mungkin di Bangka Belitung enggak ya? Disekolahkan, ingin disekolahkan ndak? Ingin disekolahkan? Ada yang ingin di sekolahkan? Coba tunjuk jari yang ingin disekolahkan. Oh ada, oh ada, oh ada, oh banyak, oh banyak, ya sudah. Enggak apa-apa, ini dipakai untuk agunan silakan, mau dipakai untuk jaminan ke bank silakan, tetapi tolong dihitung, tolong dikalkulasi bisa menyicil enggak perbulannya, bisa mengangsur enggak perbulannya. Kalau enggak, enggak usah, nanti sertifikatnya malah hilang. Ya? Tapi kalau dihitung, “oh bisa,” pinjam ke bank silakan.
Ya, tanahnya gede masukkan ke bank, dapat Rp300 juta. Wah, dapat Rp300 juta, pulang bawa Rp300 juta. Hati-hati, itu adalah uang pinjaman. Begitu dapat Rp300 juta besoknya ke dealer mobil, ini mulai, mulai ini penyakit datang ini, hati-hati. Jangan seperti itu. Hati-hati, itu adalah uang pinjaman. Pergi ke dealer mobil dapat mobil, sudah pulang. Nyetir ke kampung di desa, gagah, gagah. Enam bulan gagahnya, hanya enam bulan, percaya saya sudah. Begitu enggak bisa menyicil mobilnya, enggak bisa menyicil ke banknya, sertifikat ditarik bank hilang, mobil ditarik dealer juga hilang. Sudah. Mau? Mau? Jangan.
Kalau dapat pinjaman Rp300 juta, dapat pinjaman Rp30 juta, dapat pinjaman Rp10 juta, gunakan seluruhnya uang itu untuk modal kerja, seluruhnya. Jangan dipakai untuk apa-apa, jangan. Itu uang pinjaman. Gunakan seluruhnya untuk modal usaha, gunakan semuanya untuk modal investasi. Kalau untung, sebulan untung lima juta tabung, alhamdulillah. Sebulan lagi, untung tiga juta tabung lagi, alhamdulillah. Ada untung lagi enam juta tabung, alhamdulillah. Kalau numpuk, numpuk, numpuk setelah itu ini mau digunakan untuk beli apa silakan. Tapi jangan sampai dari uang modal pinjaman tadi, jangan, sudah. Uang pokok pinjaman dipakai untuk beli mobil, beli sepeda motor, beli TV, jangan, saya titip ini. Hati-hati dengan uang pinjaman. Ya?
Siapa tadi yang mau pinjam ke bank tunjuk jari! Enggak usah malu-malu. Saya dulu juga pinjam ke bank, enggak apa-apa, untuk modal usaha, untuk modal kerja, untuk modal investasi.
Baiklah, Bapak diperkenalkan dulu nama.
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Presiden Republik Indonesia
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh.
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Nama saya Muhammad Ali Akbar, tinggal di Desa Cambai Selatan, Bangka Tengah.
Presiden Republik Indonesia
Kabupaten Bangka Tengah. Sertifikatnya berapa meter persegi? Nah, nah, nah. Kalau punya tanah harus tahu berapa meter persegi. Ini baru dilihat. Harus tahu semuanya. Tanpa ditanya pun harus hafal tanahnya berapa. Ini adalah harta yang berharga lho, hati-hati, ya. Tanahnya 302 meter persegi di Desa Cambai Selatan, betul. Ya, oke, 302 meter persegi.
Pak Ali, mau dipakai apa sertifikatnya?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Buat pinjam duit, Pak.
Presiden Republik Indonesia
Enggak apa-apa. Mau pinjam berapa? Ini juga Ibu buka-buka, ini berarti juga belum ngerti ini. Sini. Aduh, ini baru pegang sertifikat semuanya kayaknya. Betul ya? Harus ngerti ini. Bu Sulaiman, betul? Ini, di Desa Taman Bunga, betul? Meter perseginya di sini ini, 401 meter persegi. Ini gede ini, sudah. Membacanya gitu. Berapa meter persegi, Bu? 401 meter persegi. Ya, sudah dipegang dulu.
Pak Ali, tadi mau pinjam ke Bank. Mau pinjam berapa?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Rp25 juta.
Presiden Republik Indonesia
Rp25 juta. Rp25 juta itu gede lho. Nyicil perbulannya berapa tahu?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Minjam dana KUR. Dana KUR.
Presiden Republik Indonesia
KUR ya, karena bunganya paling murah adalah KUR, hanya tujuh persen per tahun, ya. Sudah hitung-hitungan kalau pinjam Rp25 juta itu tiap bulan menyicilnya berapa? Bisa tahu? Sudah tahu?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Minjam bayarnya per tahun.
Presiden Republik Indonesia
Bayarnya per tahun?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Kalau pinjam 1 Januari, bayarnya 1 Januari tahun depan.
Presiden Republik Indonesia
Langsung lunasi gitu? Itu berarti kalau pas panen?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Iya.
Presiden Republik Indonesia
Oh, oke, enggak apa-apa. Hitung-hitungannya masuk?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Masuk.
Presiden Republik Indonesia
Dipakai untuk apa Rp25 juta?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Buat tanam lada.
Presiden Republik Indonesia
Tanam lada. Pinjam Rp25 juta tanam lada? Iya. Kalau ladanya mati? Lho pertanyaan, hati-hati lho, gimana kalau ladanya mati gimana tanamannya lada mati? Gimana?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Pinjam lagi.
Presiden Republik Indonesia
Pinjam lagi. Begini ya, kalau pinjam ke bank Rp25 juta, tolong dicek juga bisa ndak asuransi gagal panen, gagal tanam, dicek berapa persen tambahannya. Tolong ditanyakan itu. Kalau kira-kira murah, enggak apa-apa, daripada nanti kita… Kemungkinan ada ndak kita nanam lada itu gagal?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Ada.
Presiden Republik Indonesia
Iya ada, yang namanya nanam apa pun ada, padi pun juga ada, lada pun juga ada. Semua tanaman ada kemungkinan entah dimakan penyakit atau hama, entah kena terlalu banyak air juga bisa mati, terlalu mungkin panas juga ada yang mati, macam-macam problem di lapangan. Jadi itu harus dihitung.
Jadi pinjam, ini ya kalau kita harapkan tanaman itu hidup semua sehingga bisa langsung bayar, gitu. Tetapi pertanyaannya, kita ini kan tidak tahu. Kalau tanamannya mati pinjam lagi? Begitu ya? Mati lagi?
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Tapi di situkan ada tumpang sari, Pak.
Presiden Republik Indonesia
Oh ada tumpang sari, ini jawabannya. Selain lada, ada tumpang sarinya, betul. Harus dihitung gitu lho, jangan mengharapkan, wah ini nanti saya nanam lada. Setahun lagi, saya pinjam Rp25 (juta), menanam lada menjadi Rp100 juta, saya untung Rp75 juta. Jangan mikir enaknya saja, risiko juga dihitung, kalau pinjam uang ke bank itu risiko juga dihitung. Jangan mikir enaknya saja, ada sesuatu yang kadang-kadang tidak enak.
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Tanam jagung.
Presiden Republik Indonesia
Oh, di antara lada ada jagung. Oke, bagus.
Muhammad Ali Akbar (Dari Desa Cambai Selatan, Kecamatan Namang, Kabupaten Bangka Tengah)
Sayur-mayur.
Presiden Republik Indonesia
Sayur-mayur. Oke, oke, oke, bagus juga. Ini berarti begini bagus.
Sekarang kenalkan Bu.
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Bismillahirrahmanirrahim. Nama saya Ibu Danawati. Dari Kabupaten Bangka.
Presiden Republik Indonesia
Kabupaten Bangka, Bu Danawati. Ya, tadi tanahnya 401 (meter persegi). Mau pinjam kemana banknya? Katanya mau pinjam ke bank, banknya kemana belum tahu. Bank BRI, yang ada KUR-nya. Iya kan? Bank BNI yang ada KUR-nya juga.
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Bank BNI.
Presiden Republik Indonesia
Bank BNI, oke ada KUR-nya. Tahu, KUR itu bunganya berapa tahu? Belum? Tanyakan nanti di sana. Bunganya itu tujuh persen per tahun. Kecil sekali itu, kecil. Per tahun lho, bukan per bulan, per tahun tujuh persen, itu.
Mau pinjam berapa?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Pinjam Rp25 (juta).
Presiden Republik Indonesia
Wah, mesti niru-niru Pak Ali. Rp25 juta? Oke, enggak apa-apa. Pinjam Rp25 juta dipakai untuk apa?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Melanjuti kuliah anak. Sama usaha kecil-kecilan.
Presiden Republik Indonesia
Usaha kecil-kecilan itu apa?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Bikin warung.
Presiden Republik Indonesia
Warung apa?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Warung mie, pempek.
Presiden Republik Indonesia
Warung? Hati-hati lho ya. Bikin warung, yang beli ada ndak? Dihitung semua lho ya, dihitung, hitung. Membuat warung harus mengerti konsumennya siapa, yang beli siapa, laku atau ndak. Uang pinjaman lho, ini uang pinjaman lho, hati-hati lho ya.
Apalagi sebagian masih dipakai untuk kuliah anak. Hati-hati lho ya, hati-hati. Ini hati-hati. Kalau bisa Bu ya, saran saya, kalau buat warung itu dihitung dulu, konsumennya siapa, laku atau tidak, per hari omzetnya berapa, sebulan bisa nyicil ndak. Nah kalau bisa, untungnya berapa, keuntungan itulah yang dipakai untuk bayar kuliah, bukan dari uang pinjamannya. Ya?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Iya.
Presiden Republik Indonesia
Buat warung. Ya, tadi Rp25 juta itu untuk apa saja? Untuk buat warung itu untuk apa saja? Beli apa saja?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Beli bahan sembako.
Presiden Republik Indonesia
Bahan sembako. Bahan sembako berapa sih modal? Masa Rp25 juta?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Rencananya kan untuk kuliah anak.
Presiden Republik Indonesia
Nah, saya titip ya, kalau bisa Rp25 juta itu semuanya untuk modal kerja dulu. Keuntungan baru dipakai untuk kuliah anak. Saya titip itu saja. Ya, hati-hati.
Atau ada income yang lain yang sudah sekarang berjalan? Ada?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Belum.
Presiden Republik Indonesia
Belum. Ya, itu hati-hati, hati-hati. Kalau hanya dari pinjaman itu hati-hati, saya titip. Ingat-ingat, hati-hati. Ya, Ibu ya? Bu Danawati ya?
Danawati (Dari Kabupaten Bangka)
Iya.
Presiden Republik Indonesia
Terima kasih.
Silakan Ibu, dikenalkan nama.
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Assalamu’alaikum semuanya. Nama saya Ibu Eka, Kabupaten Bangka.
Presiden Republik Indonesia
Bangka. Ya, Bu Eka tanahnya berapa meter persegi?
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Kebetulan kemarin belum dapat sertifikat. Saya sebelumnya kan sudah pernah pinjam bank, Pak ya. Dengan agunan surat camat.
Presiden Republik Indonesia
Agunan dari camat? Surat keterangan dari camat. Terus?
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Terus kemarin kan sudah bisa dapat, karena masih ada utang di bank sekitar enggak banyak Pak, Rp9 juta. Terus sertifikatnya sudah dapat saya… Rencananya minta pinjam lagi, Pak.
Presiden Republik Indonesia
Mau tambah? Berapa juta?
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Enggak banyaklah Pak, KUR saja, sekitar Rp25 juta.
Presiden Republik Indonesia
Rp25 juta. 25, 25, 25 kok kompak banget ini lho. Rp25 juta dipakai untuk apa?
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Kalau saya Pak untuk usaha.
Presiden Republik Indonesia
Oh, sudah ada usaha, ini mau digedein? Ini bagus. Bagus, bagus.
Eka (Dari Kabupaten Bangka)
Enggak mau Pak, banyak-banyak.
Presiden Republik Indonesia
Nah, titip jangan banyak-banyak lho, dihitung lho. Pinjamnya pas dapat enak Rp25 juta, pas mengembalikan pusing tujuh keliling nanti kalau enggak hati-hati. Oke, saya kira bagus. Ini sudah pernah latihan Rp9 juta, saya kira bagus. Latihan dari kecil itu bagus. Saya dulu juga sama, pinjam juga Rp10 juta dulu, enggak langsung Rp25 juta, gede lho. Takut Bu ya? Nah, benar, ada rasa takut. Jangan…
Oke, terima kasih. Sudah jelas semuanya. Oke, terima kasih, terima kasih, terima kasih. Jangan minta sepeda. Oh, ini Bu, sebentar-sebentar, tidak saya beri sepeda, Pak Ali sini, tapi saya beri foto. Ini kerja cepat, baru duduk dengan saya lima menit fotonya sudah jadi. Ini, ini, ya pegang. Nah, ini juga sudah jadi. Ini Ibu, sudah jadi, ini. Nah, ini juga sudah jadi.
Foto ini kalau ditukar dengan sepeda bisa dua puluh sepeda dapat ini. Enggak percaya silakan tukar, banyak yang mau ini, enggak percaya. Karena di belakang ini ada tulisan ini coba, ‘Istana Presiden Republik Indonesia’, yang mahal ini. Ini, silakan Bu. Ya, sama-sama, oke, sama-sama, sama-sama. Oke, sudah silakan kembali.
Saya senang terus terang hadir di Bangka Belitung ini, karena masyarakatnya saya lihat santun-santun gitu, senang saya. Ini kalau tadi Pak Gub dan Bu Dirjen bawain pantun, saya juga ingin berpantun, masa kalah.
Petik pinang di Tanjung Langka
Bawa bijinya ke Pasir Padi
Sungguh lah senang ke Pulau Bangka
Masyarakatnya santun dan berbudi
Dilanjutkan enggak?
Kayu cendana mari susunkan
Kayu diikat agar merentang
Sertifikat tanah sudah diserahkan
Hak rakyat memang harus diperjuangkan
Ya, yang terakhir, saya titip ini kita ini kan negara besar, penduduk kita sekarang sudah 260 juta. Kita ini dianugerahi oleh Allah berbeda-beda, berbeda suku, berbeda agama, berbeda adat, berbeda tradisi, berbeda budaya, berbeda bahasa daerah, beda-beda.
Saya sudah pergi dari Sabang sampai Merauke, Miangas sampai Pulau Rote sudah saya jelajahi semuanya. Negara ini negara besar, kita harus sadar itu. Dan kita, sekali lagi, dianugerahi oleh Allah berbeda-beda. Itu sudah sunatullah, sudah hukum Allah kita ini berbeda-beda, berbeda suku, berbeda agama.
Apa yang ingin saya pesankan? Jangan sampai karena pilihan bupati, karena pilihan wali kota, karena pilihan gubernur, karena pilihan presiden kita ini tidak merasa sebagai saudara sebangsa dan setanah air lagi, jangan sampai. Itu peristiwa demokrasi yang setiap lima tahun pasti ada, pasti ada, insyaallah pasti ada. Masa karena pilihan bupati antarkampung enggak saling omong. Ada itu, ada. Enggak tahu di sini ada ndak. Antartetangga karena pilihan gubernur enggak saling sapa, ada itu. Tapi di sini enggak tahu ada ndak? Ada? Kalau enggak ada alhamdulillah. Karena pilihan presiden, satu majelis taklim enggak saling omong, enggak saling sapa, banyak itu. Saya juga geleng-geleng, ini apa tho ini? Itu adalah pesta demokrasi, jangan sampai memecah kita. Antartetangga enggak omong, di dalam satu majelis taklim enggak saling omong. Lho, lho, lho, lho, ada apa ini kita ini?
Kalau ada pesta demokrasi seperti itu, entah pilihan bupati, pilihan wali kota, pilihan gubernur, pilihan presiden, gunakan pikiran kita, gunakan hati nurani kita. Jangan sampai karena kabar fitnah, karena kabar hoaks, karena kabar-kabar bohong kita ini jadi terpengaruh dan meresahkan kita semuanya.
Kalau sudah masuk ke bulan-bulan politik seperti ini banyak sekali kabar-kabar fitnah. Hati-hati dengan ini. Saya berikan contoh, misalnya azan nanti tidak diperbolehkan, azan enggak diperbolehkan. Ada lagi, katanya pendidikan agama mau dihapus. Ada lagi, kawin sejenis nanti akan dilegalkan. Lho, negara kita ini adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, kita ini sudah punya norma-norma agama, kita ini punya norma-norma kesusilaan, tata krama, sopan santun, ya siapapun presidennya enggak mungkin berani melakukan itu. Jadi jangan dibuat isu-isu yang tidak baik. Jangan dibuat masyarakat ini resah. Marilah kita menggunakan pemikiran kita, pikiran kita, rasionalitas kita, “oh, ini enggak mungkin.” Jangan kemakan.
Nanti ada lagi isu Presiden Jokowi itu PKI. PKI itu dibubarkan tahun ’65/’66. PKI dibubarkan tahun ’65/’66, saya lahir tahun ’61, berarti umur saya baru empat tahun, baru empat tahun masih balita, enggak ada PKI balita, itu enggak ada. Jadi jangan kemakan isu-isu seperti ini.
Tapi yang namanya di media sosial, coba dilihat di gambar, banyak ribuan gambar-gambar. Ini salah satunya ini. Ini yang namanya DN Aidit. Tahu DN Aidit ya? Ketua PKI pada saat itu. Dia pidato ini tahun 1955, pidato saat pemilu tahun 1955, pidato, lha kok saya ada di dekatnya? Coba, gambar-gambar seperti ini banyak sekali.
Saya diberitahu sama anak saya, “Pak, ini ada gambar kayak gini Pak.” Saya lihat di handphone saya, lha kok ya mirip saya ini. Itu yang bikin berarti kan yang pintar itu. Padahal saya lahir saja kan belum. 1955 lahir saja belum sudah di dekat podiumnya DN Aidit. Ini apalagi ini?
Jangan sampai hal-hal seperti ini meresahkan kita semuanya. Marilah kita menggunakan pemikiran akal sehat kita untuk melihat hal-hal seperti ini. Saya titip itu saja. Jangan sampai memecah belah kita semuanya karena kabar bohong, kabar hoaks, kabar fitnah yang banyak sekali sekarang ini di media sosial. Titip itu saja saya.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan sekali lagi, aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, aset terbesar bangsa ini adalah kerukunan, aset dan modal kita ini adalah persaudaraan, ukhuwah, baik ukhuwah islamiah, ukhuwah wathaniyah kita. Inilah yang harus kita jaga bersama-sama.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.