Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 21 Agustus 2019, di Kantor Bupati Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Shalom,
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Yang saya hormati senior saya, Bapak Surya Paloh yang hadir pada siang hari ini,
Yang saya hormati Menteri ATR/Kepala BPN dan Bapak Kepala Staf Kepresidenan serta Staf Khusus Presiden Bapak Gories Mere yang juga hadir,
Yang saya hormati
Bapak Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur beserta Ibu serta Bapak Bupati Kabupaten Kupang beserta Ibu,
Bapak-Ibu sekalian seluruh penerima sertifikat yang siang hari ini hadir.
Semuanya sudah terima semuanya, ya sertifikat? Bisa diangkat? Semuanya diangkat. Sebentar, jangan diturunkan, mau saya hitung. Jangan diturunkan, mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, …,2.706, betul! Nanti kalau enggak diangkat, enggak dihitung, ya kan, jangan-jangan dikasih yang di depan tadi saja. Jadi perlu dihitung. Benar tadi hitungannya, 2.706 sertifikat. Sudah diangkat semua.
Sudah, sekarang sudah pegang sertifikat ya? Ya, saya titip tolong diberi plastik. Sudah ada plastik semua? Ya, jadi kalau sudah diberi plastik, tolong nanti kalau sudah sampai di rumah difotokopi, yang satu taruh di lemari satu, yang fotokopi taruh di lemari dua. Kalau yang ini hilang, masih ada fotokopinya. Fotokopinya hilang, aslinya masih, gitu. Difotokopi, ya. Jadi kalau yang asli hilang, mengurus ke Kantor BPN mudah.
Karena kalau enggak diberi plastik gini juga, kadang-kadang kalau gentingnya bocor, kena air, sertifikat rusak. Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki, namanya sertifikat. Sekali lagi, ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Jadi Bapak-Ibu semuanya harus tahu, di “isi” ini. Berapa isinya, tanahnya berapa itu ada semua di sini. Nama, ada di sini, nama. Alamat di desa mana, ada di sini. Luasnya berapa, ada di sini. Ada semuanya. Jadi tidak ada lagi yang namanya sengketa kalau sudah pegang kayak gini.
Karena setiap saya datang ke provinsi, di seluruh Tanah Air ini, masuk ke desa, masuk ke kampung, yang sering saya dengar adalah tangisan apa? Konflik tanah, konflik lahan, sengketa tanah, sengketa lahan. Ada tetangga dengan tetangga, ada masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah. Karena apa? Karena masyarakat tidak pegang yang namanya tanda bukti hak hukum atas tanah. Kalau sudah pegang seperti ini, enak. Ada orang datang mengaku-ngaku, “ini tanah saya.” “Bukan, ini tanah saya, ini sertifikatnya ada. Namanya di sini ada, luasnya ada, di sini ada. Desanya di sini ada,” sudah, enggak ada masalah kalau sudah pegang ini.
Jadi Bapak-Ibu senang semuanya dapat sertifikat? Senang semuanya, benar? Ya, kalau sudah pegang sertifikat itu sudah enak. Tinggal sekarang dipakai untuk apa? Nah, biasanya kalau di tempat lain kalau sudah pegang sertifikat ini biasanya mau disekolahkan. Di sini gitu juga, ya? Pengin disekolahkan, dipakai untuk agunan, dipakai untuk jaminan ke bank. Enggak apa-apa. Ada yang pengin disekolahkan, menyekolahkan ini, coba tunjuk jari? Enggak usah malu, itu juga baik kok. Oh ada, ada, ada. Berarti yang lain disimpan saja, benar? Ya, enggak apa-apa kalau memang enggak dipakai untuk agunan atau jaminan ke bank, disimpan baik-baik.
Yang mau dipakai untuk jaminan ke bank saya titip, saya titip, tolong kalau mau pinjam ke bank itu dihitung dulu, dikalkulasi dulu. Bisa mengangsurnya, ndak? Bisa ngangsur, ndak tiap bulannya? Bisa menyicilnya, ndak? Kalau ndak, jangan pinjam uang ke bank. Dan kalau sudah pinjam, harus produktif, dipakai untuk usaha. Entah untuk pertanian, entah buka toko, entah tambah usaha, gunakan untuk yang produktif.
Jangan sampai pinjam ke bank, ini punya sertifikat, masuk ke bank. Nah, dapat pinjaman Rp30 juta, wah pulang senang bawa uang Rp30 juta. Besoknya, malamnya sudah mikir, waduh Rp30 juta banyak, besoknya langsung beli sepeda motor. Nah, ini mulai ini, mulai masalah, mulai masalah. Duit pinjaman dipakai untuk kenikmatan beli sepeda motor. Ya gagah, muter-muter kampung, muter-muter desa, wah gagah sepeda motor baru. Dilihat, waduh gagah, enam bulan. Gagahnya itu hanya enam bulan. Mulai enam bulan, enggak bisa mengangsur ke bank, ya kan? Enggak bisa mengangsur ke dealer, ya kan? Sudah, motornya ditarik, sertifikatnya hilang, hati-hati. Jadi, saya titip kalau ada yang mau pinjam ke bank, datang ke bank, dapat Rp30 juta, gunakan Rp30 juta itu seluruhnya untuk usaha, gunakan semuanya. Jangan sampai dipakai untuk tadi beli sepeda motor atau beli yang lain, TV, nanti dulu. Kalau usahanya itu untung, sebulan untung Rp1 juta tabung, bulan berikutnya untung Rp2 juta tabung, bulan berikutnya untung Rp1,5 juta tabung. Dari tabungan keuntungan itu silakan kalau mau beli sepeda motor, mau beli TV, mau beli mobil, silakan. Tapi dari keuntungan, bukan dari pokok pinjaman, hilang sertifikat malah nanti, hati-hati ya.
Saya ulang lagi, siapa yang tadi ingin sertifikatnya dipakai untuk agunan ke bank, tunjuk jari! Kok dikit sekali ya? Malu? Enggak usah malu. Kenapa malu? Mana, mana, coba tunjuk jari! Ya, ya, oh ya banyak sekarang. Sebentar, sebentar, tunjuk jari lagi coba! Ya coba Ibu maju, yang kacamata, yang tadi, ya, ya, maju. Sertifikat dibawa.
Ada yang sertifikatnya tidak dipakai untuk ke bank? Tunjuk jari. Yang tidak dipakai untuk jaminan ke bank? Lho, berarti harusnya lebih banyak, kok enggak ada? Takut disuruh maju ini, ya? Coba, yang tidak dipakai untuk agunan ke bank, tunjuk jari. Yang tidak dipakai untuk agunan ke bank, tunjuk jari. Ndak, ndak dipakai ya? Oh, ini ndak dipakai? Ndak dipakai? Ya, sebentar saya tunjuk sebentar, nanti lah. Yang tidak dipakai untuk agunan ke bank, tunjuk jari. Nah, sudah, sudah, ya boleh, Bapak. Maju Pak, yang pakai ini kuning, silakan, ya maju. Silakan maju, sini, Pak, sini. Sini, ya boleh, sini. Oh ini Pak Bupati, sini saja. Ya, dikenalkan dulu Bu, nama.
Meriana Mbatu
Nama saya Meriana Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Siapa, Bu?
Meriana Mbatu
Meriana Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Meriana?
Meriana Mbatu
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Meriana Mato?
Meriana Mbatu
Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pato?
Meriana Mbatu
Mbatu. ”Mb”, Mbatu. Mba…tu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Patu?
Meriana Mbatu
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Diulangi lagi, Meriana Patu?
Meriana Mbatu
Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ha?
Meriana Mbatu
Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mbatu? Oh….
Meriana Mbatu
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Meriana Mbatu. Mbatu. Oh, salah begitu saja kok ramai. Ya kan, lidahnya sulit, kan. Kadang-kadang lidah di sini omong di Jawa sulit, omong di Sumatra beda lagi. Ya memang, memang negara kita ini sangat beragam sukunya. Ada 714 suku yang berbeda-beda. Bahasa daerah lebih lagi, ada seribu seratus bahasa daerah yang berbeda-beda. Saya itu sering kalau omong, “Pak, keliru Pak.” Ya mengerti keliru, ya memang keliru, gimana. Tadi Bu Meriana Mbatu. Apa?
Meriana Mbatu
Mbatu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Embatu?
Meriana Mbatu
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Gimana sih, omongnya?
Meriana Mbatu
Mba…tu….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mba…tu…, Mbatu. Bu Meriana Mbatu, oke sudah. Aduh, ya sudah, Bu… panggilannya Bu?
Meriana Mbatu
Ya?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Mbatu atau Bu Meriana?
Meriana Mbatu
Bu Meriana saja.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Meriana ya, yang mudah. Bu Meriana, sertifikatnya berapa meter persegi?
Meriana Mbatu
Seratus kali dua puluh.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Seratus kali dua puluh gimana sih sertifikat seratus kali dua puluh? Coba semua dilihat, ya. Berapa tadi?
Meriana Mbatu
Seratus kali dua puluh.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Seratus kali dua puluh berarti 1.200 lho. Di sini tercantum 1.984 meter persegi.
Meriana Mbatu
Belum lihat Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Naaah, punya tanah segini gedenya belum lihat coba. Ini sekali lagi, ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Enggak punya sertifikat pun harus mengerti tanah kita berapa. 1.984 langsung gitu. Nanti sisanya, tadi kan, berarti 1.200, sisanya saya ambil lho nanti. Ini boleh. Seribu, berapa Bu? 1.984 ya sudah, benar?
Meriana Mbatu
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Benar, ya? Mau diagunkan, benar? Mau dipakai untuk jaminan ke bank?
Meriana Mbatu
Ya, tapi belum sekarang, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya belum sekarang, ya enggak apa-apa. Memang baru, sertifikatnya baru kok ya memang belum, tahu. Mau, mau itu akan dipakai untuk jaminan ke bank, benar?
Meriana Mbatu
Ya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mau pinjam berapa?
Meriana Mbatu
Belum tahu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Belum tahu? Gini ya, saya beritahu, kalau mau pinjam ke bank itu harus tahu berapa yang akan saya pinjam, banknya ke mana. Harus dilihat, bank mana yang bunganya paling rendah. Dilihat, dipilih. Bank A oh bunganya sebelas persen, Bank B tujuh persen, pilih Bank B. Harus milih gitu. Kemudian juga dihitung, berapa yang mau kita pinjam. Rp10 juta, Rp15 juta, atau Rp20 juta. Untuk apa saja? Dihitung semua. Oh mau pinjam Rp20 juta, dipakai untuk apa. Ini Ibu mau dipakai apa sih, Bu Meriana mau dipakai apa?
Meriana Mbatu
Untuk sekolah anak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ha?
Meriana Mbatu
Untuk sekolah anak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh mau dipakai untuk sekolah anak. Terus ngembalikan-nya pakai apa? Pinjam lho ini, pinjam ke bank lho ini.
Meriana Mbatu
Nanti kita usaha. Sebagian usaha, sebagian untuk sekolah anak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sebagian usaha, sebagian untuk sekolah anak. Untuk usaha, usahanya usaha apa?
Meriana Mbatu
Buat garam.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buat garam, oh buat garam, oke buat garam. Buat garam itu sebulan bisa dapat berapa?
Meriana Mbatu
Baru dalam taraf rencana saja, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, waduh ini rencana semua, akan dan rencana. Oke, enggak apa-apa tapi tolong ya, kalau mau pinjam ke bank saya titip saja, tolong dikalkulasi, tolong dihitung. Hati-hati, jangan sampai kepleset. Kalau salah hitungan, sertifikat bisa hilang, hati-hati. Saya titip, hati-hati. Ya oke.
Sudah langsung saja Bu, Pancasila.
Meriana Mbatu
Pancasila.
Satu, Ketuhanan yang Maha Esa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dua.
Meriana Mbatu
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tiga.
Meriana Mbatu
Tiga, Persatuan Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Empat.
Meriana Mbatu
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan…
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Perwakilan. Diulang yang keempat, ke…yang keempat. Kerakyatan….
Meriana Mbatu
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lima.
Meriana Mbatu
Keadilan Sosial bagi Seluruh Bangsa Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Naaah, diulang yang kelima. Lima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Diulang, Lima.
Meriana Mbatu
Lima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati, kalau pas duduk, itu Pancasila mudah, begitu naik ke panggung hilang semuanya itu. Enggak percaya? Saya suruh maju nanti kalau enggak percaya. Ya, bagus sudah. Bukan enggak bisa, hilang kadang-kadang. Sudah di dekat saya itu hilang semuanya.
Ya, sekarang kenalkan Pak. Kenalkan, nama.
Agustinus Bana
Kenalkan, nama saya Agustinus Bana.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Di sini dulu, Bu, sebentar. Pak Agustinus? Pak Agustinus Bana? Dari mana?
Agustinus Bana
Dari Benlutu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dari?
Agustinus Bana
Benlutu. Benlutu. TTS (Timor Tengah Selatan).
Meriana Mbatu
Benlutu.
Agustinus Ban
Benlutu, TTS.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sebentar, sebentar,
dari…dari TTS tapi apa tadi? Dari?
Agustinus Bana
Benlutu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Belugu?
Agustinus Bana
Benlutu, Ben…lutu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ben?
Agustinus Bana
Benlutu.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bendudu? Ya sudah, sudah, sudah tahu, gitu saja sudah. Itu dari sini berapa kilo itu, di Benduduh tadi?
Agustinus Bana
Seratus sepuluh kilo.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Seratus sepuluh kilo? Wah, jauh sekali. Berapa jam itu, Pak sekarang Pak, dari sini ke sana? Berapa jam perjalanan?
Agustinus Bana
Tergantung, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pintar ini, pintar. Tergantung benar, memang, tergantung jalan kaki ya, kan? Atau naik sepeda motor atau naik mobil, benar. Berapa jam? Tadi ke sini berapa jam, gitu saja.
Agustinus Bana
Dua.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dua jam? Naik apa itu?
Agustinus Bana
Bis.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh naik bis dua jam, oh ya cepat juga, cepat. Bapak sertifikatnya berapa meter persegi?
Agustinus Bana
1.402 meter persegi.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Seribu….
Agustinus Bana: Empat ratus dua meter persegi.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Empat ratus dua meter persegi. Pak Agustinus Bana, betul? Desanya Benlutu.
Agustinus Bana
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh, Benlutu. Aduh, Ben-lu-tu, oke. Luasnya 1.402 meter persegi, oke baik. Sudah, benar berarti. Pak Agustinus ini enggak diagunkan ke bank? Enggak? Disimpan saja? Disimpan?
Agustinus Bana
Iya.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Disimpan? Iya, disimpan? Iya, iya. Oh iya, disimpan saja. Disimpan iya. Sekarang, Pancasila. Sini, ya. Pancasila.
Agustinus Bana
Pancasila.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu.
Agustinus Bana
Satu, Ketuhanan yang Maha Esa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dua, Kemanusiaan….
Agustinus Bana
Dua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Tiga, Persatuan….
Agustinus Bana
Tiga, Persatuan Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Empat, Kerakyatan….
Agustinus Bana
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Lima….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lima, Keadilan….
Agustinus Bana
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sudah… Berarti Pak Agustinus Bana ini lebih tenang karena lancar semuanya, nggih. Silakan kembali.
Oh, sebentar, sebentar, sebentar Bu, sebentar, sebentar, sebentar, sebentar, sebentar. Ini saya beri foto, tadi. Ini yang namanya kerja cepat. Baru berdiri di sini lima menit dengan saya, fotonya sudah jadi, nih. Ini sekarang sertifikat juga cepat, jadi semua. Nih, Bu, ya sudah, nggih sana. Plus, plus saya beri bonus sepeda. Diambil dulu sepedanya. Mau, ndak? Kok mau ke sana terus sih, Pak Bana tadi. Ya, ambil sepedanya. Sudah dapat foto, dapat sepeda.
Masih ada satu sepeda, ada yang mau maju? Sebentar, ini yang dapat sertifikat yang merasa paling tua coba tunjuk jari? Yang paling tua, umurnya. Ada? Sebentar, sebentar, Bapak umurnya berapa? Umurnya 87. Ada yang lebih dari 87? Mana? Ada? Sudahlah, ini 87 sudah tua banget, sudah, biar yang… Ini, ini sini Pak. Sudah, sini saja.
Dikenalkan namanya. Nama? Dikenalkan nama, nama, namanya Pak siapa, dari mana.
Otniel Nomseo
Nama saya Otniel Nomseo dari Desa Bipolo.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Siapa?
Otniel Nomseo
Nama saya Otniel Nomseo dari Desa Bipolo, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Di mana itu? Kabupaten?
Otniel Nomseo
Kabupaten Kupang.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kabupaten Kupang. Pak siapa tadi?
Otniel Nomseo
Ya, Pak?
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Namanya, Bapak?
Otniel Nomseo
Nama Otniel Nomseo….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Waduh, sulit.
Otniel Nomseo
Desa Bipolo, Kabupaten Kupang.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nama siapa tadi?
Otniel Nomseo
Nomseo, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bersenan Nomisio? Apa tadi?
Otniel Nomseo
Nom…Nomseo, Pak. Nom…Nomseo.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nom-seo. Pak Nomseo, benar? Pak Nomseo, dari Kabupaten Kupang?
Otniel Nomseo
Ya, Kabupaten Kupang.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bapak umur berapa?
Otniel Nomseo
87, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
87. Mau Pancasila? Hafal Pancasila?
Otniel Nomseo
Ya, bisa tapi sedikit saja, Pak.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sedikit saja… Boleh, enggak apa-apa, Pancasila sedikit saja. Nanti kalau kurang-kurang saya beritahu. Pancasila.
Otniel Nomseo
Pancasila.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu.
Otniel Nomseo
Kehutanan Yang Maha Esa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sebentar, sebentar, sebentar. Sebentar, diulang Pak. Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Otniel Nomseo
Ke….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu.
Otniel Nomseo
Satu, Kehutanan Yang Maha Esa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Otniel Nomseo
Satu, Ketuhanan Yang Maha Esa.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Betul.
Dua….
Otniel Nomseo
Dua, Keme…Ke…Ke…Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Betul.
Tiga, Persatuan Indonesia.
Otniel Nomseo
Kebangsaan Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Persatuan Indonesia.
Otniel Nomseo
Persatuan Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, tiga, Persatuan Indonesia.
Empat, Kerakyatan yang Dipimpin….
Otniel Nomseo
Ketiga, ketiga…kebangsaan Indonesia…kerakyatan Indonesia….
Empat….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kerakyatan yang Dipimpin….
Otniel Nomseo
Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kebijaksanaan….
Otniel Nomseo
Kebijaksanaan….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
…dalam Permusyawaratan….
Otniel Nomseo
…dalam Permusyawaratan….
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Perwakilan. Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Otniel Nomseo
Dalam Permusyawaratan Perwakilan.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lima. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Lima.
Otniel Nomseo
Lima, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Betul. Terima kasih, Pak, terima kasih. Sepedanya, sepedanya, sepedanya diambil ke sini. Ya, silakan sepedanya bisa diambil, Pak. Karena tadi saya pegang tangannya, gini. Awas, nggih. Biar, biar dibawa enggak apa-apa, sini. Bawa sini aja enggak apa-apa. Jangan, jangan dinaiki. Ya, sini saja, sini, enggak apa-apa ditaruh di depan sini enggak apa-apa. Ya, ya, sudah, sudah, biar enggak tahu ke mana itu. Ditaruh di depan saja, sepedanya ditaruh di depan sini, Bapak kembali ke tempat. Ya, ya, ini lupa fotonya, Pak. Awas, ini fotonya, mohon maaf, fotonya, fotonya, fotonya Bapak. Baik. Silakan kembali.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, simpan baik-baik sertifikat yang sudah kita serahkan. Gunakan untuk memperbaiki kesejahteraan kita. Kalau memang itu diperlukan untuk jaminan ke bank, silakan tetapi tolong sekali lagi, saya ingin garis bawahi, tolong dihitung, tolong dikalkulasi sebelum pinjam ke bank. Titipan saya itu saja. Kalau enggak dipakai untuk jaminan, simpan baik-baik sertifikat ini.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Shalom.