Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 27 Januari 2020, di Gedung Wahana Ekspresi Poesponegoro, Kabupaten Gresik, Provinsi Jawa Timur

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 Januari 2020
Kategori: Sambutan
Dibaca: 592 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati Pak Menko Maritim, Pak Luhut,
Yang saya hormati Sekretaris Kabinet,
Yang saya hormati Bapak Menteri ATR/Kepala BPN,
Yang saya hormati Pak Menteri BUMN, Pak Erick, berdiri Pak, Pak Erick, biar kelihatan,
Yang saya hormati Gubernur Jawa Timur beserta seluruh Bupati yang hadir (Bupati Gresik, Bupati Bangkalan), Bapak Ketua DPRD Provinsi yang juga hadir, Bapak Ketua DPRD Kabupaten Gresik,
Bapak-Ibu sekalian, seluruh penerima sertifikat yang siang hari ini hadir.

Ada 2020 sertifikat yang siang hari ini kita bagikan. Ada yang dari Bangkalan? Ada yang dari Sidoarjo? Ada yang dari Gresik? Ada yang dari Surabaya?  Diangkat semuanya mau saya hitung. Angkat semuanya. Dari sini. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, …, 2020, benar.

Siang hari ini saya senang sekali karena ada 2020 sertifikat yang dibagikan. Supaya Bapak-Ibu semuanya ketahui, di tahun 2015 saya suruh hitung Pak Menteri (ATR/Kepala) BPN, “coba seluruh Indonesia, ini ada berapa sertifikat harusnya yang keluar.” Harusnya ada 126 juta sertifikat yang harus keluar. Semua, untuk seluruh rakyat 126 juta sertifikat tapi saat itu yang pegang sertifikat baru 46 juta. Artinya apa? Ada 80 juta sertifikat yang belum dipegang oleh masyarakat, 80 juta.

Dan setiap tahun, BPN hanya keluar 500 ribu sertifikat setahun, saat itu. Artinya apa? Bapak-Ibu harus nunggu 160 tahun untuk dapat sertifikat. Iya kan? Kalau setahun hanya 500 ribu, kurangnya masih 80 juta, berarti 160 tahun nunggu jadi sertifikat. Siapa yang mau, tunjuk jari! Siapa yang mau nunggu 160 tahun, maju, saya beri sepeda! Sini, mau? Nunggu 160 tahun tapi. Silakan maju, saya beri sepeda. Ada yang mau?

Oleh sebab itu, saat itu saya perintah kepada Pak Menteri, “Pak, enggak bisa ini diterus-teruskan setahun hanya 500 ribu (sertifikat tanah). Tahun depan saya minta, 2017 saya minta 5 juta.” Pak Menteri juga, “waduh Pak, 10 kali lipat 5 juta itu.” “Saya enggak mau tahu, yang paling penting keluar cepat, masyarakat harus pegang sertifikat tahun depan 5 juta, tahun depannya lagi saya minta 2018 7 juta, 2019 saya minta 9 juta sertifikat harus keluar.” Caranya gimana? Urusannya Menteri. Kalau enggak keluar 9 juta, awas! Sudah, sudah janjian dengan saya. Tapi Pak Menteri juga sama, perintah ke kantor-kantor provinsi, kantor-kantor kabupaten, “nih, targetmu sekian, targetmu sekian, kalau enggak selesai sebelum saya dicopot, tak copot dulu kamu.” Lha nunggu kok 160 tahun, siapa yang mau? Enggak kuat.

Dan setiap, yang saya enggak senang, setiap saya pergi ke daerah, setiap saya pergi ke desa, setiap pergi ke kampung, selalu yang masuk ke telinga saya sengketa tanah, konflik lahan, konflik tanah, sengketa lahan, semuanya di semua, enggak di Sumatra, enggak di Jawa, enggak di Kalimantan, enggak di Bali, enggak di Sulawesi, Enggak di Maluku, di Papua, di NTT, semuanya yang namanya sengketa tanah ada di mana-mana. Karena apa? Delapan puluh juta sertifikat belum bisa keluar.

Ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Kalau sudah pegang ini enak, ada yang ngaku-ngaku, “ini punya saya!” “Bukan, punya saya ini, ini.” Di sini ada nama, di sini ada nama pemilik, di desa mana, ada semuanya, luasnya berapa ada, sudah, ini tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki.

Oleh sebab itu, saya titip, setelah pegang ini, tolong diberi plastik supaya kalau kehujanan tidak rusak. Sebelumnya difotokopi, satu yang asli ditaruh lemari satu, yang fotokopi ditaruh lemari yang kedua. Kalau aslinya hilang, masih punya fotokopi, ngurusnya mudah.

Yang kedua, ini kalau sudah pegang sertifikat gini, biasanya pengin disekolahkan. Benar ndak? Ngaku aja. Saya hanya titip, kalau ini mau dipakai untuk jaminan ke bank, untuk agunan ke bank, tolong dihitung, tolong dikalkulasi dulu. Jangan tergesa-gesa pinjam uang ke bank karena pinjam itu harus mengembalikan, harus ngangsur, harus nyicil. Dihitung, dikalkulasi, sanggup enggak nyicil setiap bulan, sanggup enggak ngangsur setiap bulan.

Misalnya tanahnya besar, pinjam ke bank dapat Rp300 juta, dapat Rp300 juta, harus sudah punya perencanaan untuk apa, untuk apa, untuk apa, untuk modal kerja, untuk modal investasi, untuk modal usaha, harus ada rinciannya. Jangan dapat pinjaman Rp300 juta, pulang, malamnya bingung, besok pergi ke dealer mobil. Ini mulai, mulai masalah kalau seperti itu.

Jangan, sekali lagi saya titip, kalau pinjam ke bank, jangan digunakan uang itu untuk beli mobil, beli sepeda motor. Ndak, tidak boleh. Semuanya harus dipakai untuk modal usaha, semuanya harus dipakai untuk modal investasi, semuanya harus dipakai untuk modal kerja. Kalau untung silakan ditabung. Untung Rp5 juta alhamdulillah, untung Rp10 juta alhamdulillah, tabung, tabung. Mau beli mobil, sepeda motor, silakan tapi dari keuntungan, bukan dari pokok pinjaman. Hati-hati.

Ada yang pengin ini dipakai untuk agunan ke bank? Siapa? Tunjuk jari! Tunjuk jari! Ada? Ada? Ya, masuk, Bu. Maju, maju sini.

Ada yang (sertifikat) ini enggak mau dipakai untuk modal kerja, modal usaha? Mau disimpan, ada? Mau disimpan saja, ada? Mana? Hanya mau disimpan? Ada? Ya, maju sini (yang) mau disimpan (sertifikatnya). Ya, sini.

Silakan, sini. Wa’alaikumsalam. Maju sama anaknya.

Atika
Iya, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Apa itu? Sini. Sudah, coba dikenalkan Bu, namanya.

Atika
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Wa’alaikumsalam.

Atika
Nama saya Atika dari Tambak Wedi, Surabaya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Surabaya, nggih. Sertifikatnya berapa meter persegi? Ya, berapa meter persegi?

Atika
Tiga, Pak. Tiga kali sembilan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, kalau ditanya tanahnya berapa meter persegi, harus langsung hafal lo jawabnya. Jangan 3 kali berapa meter persegi. Tahu? Nih, saya tunjukkan ya, supaya semuanya tahu. Itu yang buka-buka itu berarti pada belum tahu itu. Coba dibuka. Nama Bu Atika, betul. Di Kelurahan Tambak Wedi, betul. Luasnya 23 meter persegi.

Atika
Oh, iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, ini di bawah Bu.

Atika
Oh, iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dua puluh tiga meter persegi, ya sudah. Bu Atika, mau dipakai untuk agunan ke bank?

Atika
Iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Iya? Mau pinjam ke bank mana?

Atika
Bank BRI, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bank?

Atika
BRI.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bank BRI. Ya pinjam (dengan agunan tanah) 23 meter persegi, mau pinjam berapa juta?

Atika
Rp20 juta, cuma buat modal.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Rp20 juta.

Atika
Iya, buat modal.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Rp20 juta yang KUR?

Atika
Iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Rp20 juta. Rp20 juta dipakai apa?

Atika
Buat modal usaha es degan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Hah?

Atika
Buat modal usaha es degan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Apa?

Atika
Es degan, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buat modal usaha es degan.

Atika
Karena itu lo Pak…

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sebentar… Es degan kok sampai Rp20 juta itu berapa, berapa ember itu nanti? Hati-hati…

Atika
Saya mau…

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Es degan Rp20 juta. Coba Rp20 juta, pinjam ke bank Rp20 juta, bawa pulang Rp20 juta, dipakai apa saja? Satu…

Atika
Satu, buat usaha, buat stan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buat?

Atika
Stannya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Stannya?

Atika
Ya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kok stan?

Atika
Kan kalau stannya Rp10 juta.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Kios, tho? Kiosnya?

Atika
He-eh.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oh…

Atika
Buka kios.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Anu, sewa kios, Rp10 juta? Oke, terus?

Atika
Terus, sama…

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Beli kelapa?

Atika
Beli kelapanya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Beli kelapa Rp10 juta. Beli apa?

Atika
Sudah beli itu aja, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Itu aja?

Atika
Iya. Kan, saya kan jualan es degan di Suramadu, Pak. Terus kalau ada Satpol PP itu kan saya dimarahi Pak, “jangan jualan di pinggir embong.” Gitu, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bu Gub, itu Satpol PP-nya, Bu Gub, jangan gampang marahi.

Atika
Kan dimarahi, Pak. Kapan hari itu Pak ya, maaf ya Pak, kapan hari tenda saya diambil, terus termos saya diambil Pak, terus, terus pisau saya juga diambil.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, oke.

Atika
Terus saya harus beli, gitu Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, oke. Saya pesan ini pada Satpol PP, jangan suka ngambili barang-barangnya masyarakat. Diperingatkan enggak apa-apa tapi jangan diambili.

Atika
Saya nangis kapan hari Pak karena enggak punya uang yang mau beli gitu. Maka dari itu, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke. Kembali lagi, jadi Rp20 juta, dipakai untuk sewa kios Rp10 juta, Rp10 juta untuk beli degannya.

Atika
Ya. Kan kalau degannya kan Rp5 juta, Pak. Terus…

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Degannya Rp5 juta, sisa Rp5 juta dong?

Atika
Iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Untuk apa lagi?

Atika
Buat nabung.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Buat?

Atika
Buat nabung. Rp 5 jutanya ditabung aja dulu.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Nabung ini memberi bunga, ada bunganya lo, hati-hati lo. Hati-hati, ini jangan-jangan yang Rp5 juta mau dipakai nyicil sepeda motor baru ini.

Atika
Sepeda motornya sudah ada, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sudah ada? Beli lagi mesti ini. Hati-hati ya, kalau mau pinjam ke bank dihitung dulu. Rp20 juta untuk beli apa? Oh, kios Rp10 juta, untuk modal usaha beli degannya Rp5 juta, beli esnya Rp1 juta, harus dirinci betul. Kalau ndak ya pinjamannya Rp15 juta saja, jangan Rp20 juta, nyicilnya berat lo. Kalau nanti enggak bisa nyicil ini hilang lo, hati-hati lo. Ya Bu, ya?

Atika
Iya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sudah bisa ngitung sebulan nyicil berapa bisa?

Atika
Bisa.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bisa? Bisa?

Atika
Insyaallah bisa, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Bisa ya, sudah ada hitung-hitungannya.

Ya, sudah. Silakan Pak, kenalkan. Kenalkan.

Jawawi
Nama saya Pak Jawawi.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Jawawi.

Jawawi
Ya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dari?

Jawawi
Dari Paciran.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Dari?

Jawawi
Paciran

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Mana itu Paciran?

Jawawi
Paciran, Lamongan.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Lamongan. Paciran, Lamongan. Oke. Sertifikat berapa meter persegi?

Jawawi
4.073 (meter persegi).

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
4.037, wah gede banget ini. Ya, 4.037, betul. Mau dipakai pinjam ke bank?

Jawawi
Ndak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ndak. Mau disimpan?

Jawawi
Disimpan dulu.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Disimpan dulu.

Jawawi
Khawatir ndak bisa nyicil.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Takut enggak bisa nyicil. Berarti mau disimpan? Disimpan?

Jawawi
Disimpan dulu.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Disimpan dulu.

Jawawi
Khawatir tidak bisa nyicil.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Berarti mau pinjam tapi takut enggak bisa nyicil gitu?

Jawawi
Iya. Khawatir nanti tanahnya disita sama bank.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Oke. Ya sudah, enggak apa-apa, disimpan enggak apa-apa. Karena pinjam ke bank itu ada konsekuensi nyicil/ngangsur setiap bulan, itu harus hati-hati. Semuanya harus hati-hati. Saya kira Pak…, siapa tadi?

Jawawi
Bapak Jawawi.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Pak Jawawi tadi ada benarnya juga. Tapi kalau sudah punya hitung-hitungan dan kalkulasinya masuk, jangan ragu-ragu juga.

Jawawi
Nanti dapat sepeda, Pak?

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ditanya rampung saja belum, minta sepeda, aduh Pak Jawawi. Oke, berarti ini mau disimpan saja? Oke, enggak apa-apa, enggak apa-apa.

Jawawi
Nggih, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Enggak apa-apa.

Oke, baiklah. Sudah, silakan kembali. Ya, silakan.

Jawawi
Terima kasih, Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, sama-sama, Ya. Sebentar, sebentar, sebentar Bu sini, Pak sini, ini, ini, ini. Ini ada foto ini, sebentar. Ini yang namanya kerja cepat, belum ada 5 menit fotonya sudah jadi. Ini fotonya Bu Atika, ini ya.

Atika
Terima kasih ya, Pak.

Jawawi
Terima kasih, Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya. Oke. Ini, ini.

Jawawi
Ya, terima kasih, Bapak Presiden.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ini.

Atika
Alhamdulillah.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ini yang mahal…, fotonya di dalam mahal tapi yang mahal lagi ini, ada tulisnya ‘Istana Presiden Republik Indonesia’. Ini.

Atika
Terima kasih ya, Pak ya.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Sudah, sepedanya diambil.

Atika
Terima kasih, Pak

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, sudah. Sudah.

Atika
Terima kasih, ya Pak.

Presiden Republik Indonesia (Joko Widodo)
Ya, sama-sama. Sudah dapat sertifikat, dapat foto, dapat sepeda.

Ya, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Sekali lagi, hati-hati Bapak-Ibu sudah pegang sertifikat, gunakan sertifikat ini benar-benar untuk kepentingan keluarga Bapak-Ibu semuanya. Kalau tidak sangat betul-betul hitungannya masuk jangan pinjam ke bank atau dipakai jaminan dan agunan ke bank. Tapi kalau hitungannya masuk, silakan pinjam ke bank karena nanti kalau sudah pinjam bisa mengembalikan juga akan memberikan dampak ekonomi pada keluarga kita.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru