Penyerahan Sertifikat Tanah untuk Rakyat, 5 September 2019, di Rumah Radakng, Kota Pontianak, Provinsi Kalimantan Barat
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera buat kita semuanya,
Shalom,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja, hadir di sini Pak Menteri (ATR/Kepala) BPN, Pak Menteri PU, Pak Kepala Staf Kepresidenan,
Yang saya hormati Bapak Gubernur Kalimantan Barat beserta seluruh jajaran Forkopimda, Pak Wali Kota Pontianak beserta seluruh Bupati se-Kalimantan Barat,
Para penerima sertifikat se-Provinsi Kalimantan Barat yang hadir.
Sudah terima sertifikatnya?
Bisa diangkat? Jangan turun dulu, mau saya hitung. 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,… ,3.000, betul. Benar, berarti tiga ribu yang sudah dipegang oleh Bapak-Ibu sekalian.
Tadi sudah disampaikan oleh Pak Menteri (ATR/Kepala) BPN bahwa di Provinsi Kalimantan Barat ini akan diselesaikan ini sertifikatnya di tahun 2025. Perlu saya sampaikan, bahwa di seluruh tanah air, di seluruh Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote harusnya yang bidang yang bersertifikat ini ada 126 juta. Tetapi 2015 baru selesai 46 juta, berarti masih kurang 80 juta sertifikat yang belum. Itu di tahun 2015.
Kenapa? Karena setiap tahun itu hanya diproduksi kurang lebih 500.000 sampai 600.000 sertifikat. Artinya apa? Bapak-Ibu sekalian masih harus menunggu, kalau diterus-teruskan itu setahun 500.000, menunggu berapa? 160 tahun menunggu ini sertifikat. Ya ndak? Kurangnya 80 juta, kalau setahun hanya 500.000 artinya menunggunya 160 tahun, menunggu sertifikat. Mau? Siapa tadi yang bilang mau tadi? Sini maju. Siapa yang mau tunjuk jari, 160 tahun! Tunjuk jari saya beri sepeda, sini. 160 tahun coba? Mana mau. Kita sudah enggak ada semua itu.
Oleh sebab itu, tahun 2016 saya perintahkan kepada Pak Menteri, “Pak Menteri, enggak bisa ini diterus-teruskan, setahun hanya 500.000. Enggak bisa, enggak bisa. Saya minta tahun depan,” 2017 saat itu, “saya minta lima juta. Caranya saya enggak mau tahu, pokoknya lima juta harus keluar.” 2017 keluar lima juta lebih, nyatanya bisa. Begitu 2017 lima juta rampung, 2018 saya enggak mau lima juta, saya minta tujuh juta. Nyatanya bisa tujuh juta keluar lagi. 2019 saya minta sembilan juta, insyaallah juga selesai ini, selesai. Kita ini memang kalau bekerja diberi target itu ya rampung tapi kalau enggak ada targetnya, ya 500.000 tadi, 160 tahun menunggu jadi sertifikat.
Saya beri sembilan juta ke Pak Menteri, “Pak Menteri target sembilan juta tahun ini.” Pak Menteri targetkan lagi ke Kanwil BPN Provinsi, “ini dua juta, ini tiga juta, ini sana empat juta, sini satu setengah juta,” sehingga 9 juta. Kanwil-nya target lagi ke Kabupaten, ke Kantor Kabupaten, “kamu 900 (ribu), kamu 600.000, kamu 300.000,” sudah. Yang enggak memenuhi target ngerti sendiri, diganti, dicopot. Itu. Kalau Kanwil-nya target ke Kabupaten enggak rampung, diganti. Tapi Kanwil-nya enggak rampung juga, diganti sama Pak Menteri. Pak Menteri enggak sembilan juta, juga sama saja. Setuju ndak?
Itulah bekerja cepat. Karena ke depan itu enggak ada negara kaya mengalahkan negara miskin atau negara besar mengalahkan negara kecil, enggak. Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, kunci di situ. Sehingga saya sampaikan pada jajaran enggak ada lagi yang namanya bekerja sekarang enggak target, enggak ada lagi yang kerja itu lamban, lambat, enggak. Hati-hati. Bekerja dengan saya hati-hati, saya sampaikan. Setuju ndak?
Karena masyarakat menunggu pelayanan ini. Kalau ini enggak jadi-jadi, sertifikat enggak jadi-jadi yang terjadi apa? Saya ke desa, saya ke kampung adanya apa? Konflik tanah, konflik lahan, sengketa tanah, sengketa lahan, adanya di kuping saya itu terus. Mau kita terus-teruskan?
Tetangga dengan tetangga, masyarakat dengan perusahaan, masyarakat dengan pemerintah. Di mana-mana, di Sumatra, di Kalimantan, Sulawesi, Papua, Jawa, semuanya sama. Karena apa? 80 juta belum tersertifikat. Inilah tanggung jawab besar Pak Menteri (ATR/Kepala) BPN sekarang. Dan bersyukur dalam tiga tahun ini semuanya terkejar dengan sangat baik sekali.
Kalau sudah pegang sertifikat mau apalagi? Ada orang datang ngeklaim, “ini tanah saya,” “eh, tanah saya.” Sertifikatnya ada, namanya ada di sini. Nama ada di sini, desanya ada di sini, luasnya ada di sini, semuanya komplet. Mau apa? Balik pasti. Ya ndak? Setuju ndak?
Hari ini yang diberikan kepada Bapak-Ibu sekalian ada yang redistribusi. Artinya memang tanah itu diberikan oleh negara kepada Bapak-Ibu sekalian. Ada juga yang ada suratnya tapi belum sertifikat. Sekarang juga sudah diberikan.
Bapak-Ibu senang ndak? Yang enggak senang sini maju saya beri sepeda.
Ada yang transmigrasi? Sudah bertahun-tahun enggak pegang ini, benar? Inilah problem yang bertahun-tahun enggak diselesaikan. Masih banyak lagi tadi saya dibisiki Pak Gub, “Pak, masih ada.” Ya, akan kita selesaikan persoalan-persoalan yang ada di lapangan seperti itu.
Sekarang sertifikat sudah dipegang. Ada plastiknya semuanya? Dimasukkan plastik? Ada. Supaya kalau disimpan gentingnya bocor, sertifikat enggak rusak. Betul?
Sampai di rumah tolong difotokopi. Asli simpan lemari sini, yang fotokopi simpan lemari sini. Kalau aslinya hilang masih ada fotokopi, ngurusnya mudah.
Yang ketiga, ini biasanya kalau sudah pegang sertifikat penginnya disekolahkan. Benar ndak? Ada yang mau disekolahkan? Di provinsi yang lain juga sama. Enggak apa-apa. Untuk agunan ke bank silakan, untuk jaminan ke bank silakan. Enggak apa-apa karena ini jelas, ini adalah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki. Nih, pakai agunan bisa.
Kalau yang gede, wah punya hektare, masukkan ke bank, silakan. Tapi yang namanya pinjam ke bank itu tiap bulan harus ngangsur, tiap bulan harus nyicil. Artinya apa? Bapak-Ibu kalau mau pinjam ke bank ini tolong dikalkulasi, tolong dihitung. Bisa ngangsur ndak, bisa nyicil ndak, bunganya berapa harus tahu. Pinjam direncanakan untuk apa harus rinci, ini, ini, ini, ini, harus gitu.
Jangan pergi ke bank, brettt, dapat Rp300 juta, pulang senang Rp300 juta, senang. Malamnya mimpi, besoknya pergi ke dealer. Nah ini, mulai ini. Beri uang muka Rp100 (juta) settt, nah muter-muter kampung, muter-muter desa, gagah. Benar ndak? Mobil baru ya kan? Enam bulan, nyetir itu tadi enam bulan. Begitu enam bulan enggak bisa nyicil ke dealer, enam bulan enggak bisa nyicil ke bank, tahu akibatnya? Dealer tarik mobil, bank tarik sertifikat, hilang semuanya. Jadi gagahnya hanya enam bulan. Siapa mau? Maju!
Saya titip ini. Banyak hal yang kita harus ingatkan mengenai kegunaan sertifikat. Boleh, boleh, boleh mau dipakai untuk agunan ke bank boleh. Siapa yang ingin ini dipakai agunan bank tunjuk jari! Enggak usah malu, enggak apa-apa.
Nah, coba maju, ini. Sini, sini, sini maju. Ini, ini yang belakang itu. Enggak, ya, ya itu yang kuning. Iya, ya, betul. Sini maju. Kelihatannya semangat mau pinjam bank ini. Boleh, boleh, boleh.
Yang tidak ingin pinjam ke bank tunjuk jari! Berarti disimpan. Ya itu coba itu ibu itu. Itu yang belakang tadi yang gini-gini tadi, kok malah duduk. Ya, ya yang itu. Ya, betul. Ya, maju sini.
Ada yang terima sertifikat yang umurnya lebih 75 tahun, ada? Enggak ada? Ada yang umurnya lebih dari 75 tahun? Berarti menunggunya sudah lama banget itu, enggak pegang. Ada enggak? Atau delapan puluh tahun ada? Maju sini kalau ada, satu orang saja. Benar ada itu? Berapa ditanya umurnya berapa, nanti 47 bukan tujuh puluh. Ada? Ya, boleh maju.
Ini kalau enggak kita ingat-ingatkan, kadang-kadang sudah pegang sertifikat itu lupa. Pergi ke bank ya kayak tadi, langsung beli mobil. Ya maju Pak, silakan. Oh ya benar ini saya kira lebih tujuh puluh tahun kalau ini, kelihatan. Sini Pak sini.
Ya dikenalkan nama, dari mana.
(Dialog Presiden RI dengan Perwakilan Penerima Sertifikat)
Ya sudah, oke. Ya sudah, terima kasih. Oke, ya ambil sepeda. Sebentar, sebentar, ini ada lagi ini, sebentar. Ini saya ingin menunjukkan bahwa kita itu kerja memang harus cepat. Baru berdiri di sini enggak ada lima menit foto sudah jadi. Oke, ini Pak, ini Pak Tumari, benar? Nah, ini. Ini Ibu Siti, benar? Ya, sudah. Ini Pak Ersa. Ya silakan sepedanya juga diambil. Ya, terima kasih. Sudah, terima kasih, terima kasih.
Sudah bawa saja ke sana, terserah mau dibawa dekat kursinya enggak apa-apa, terserah. Bawa ke sana sampai ke kursinya sana enggak apa-apa. Ya, terus. Pak Tumari kok enggak dibawa itu? Dibawa.
Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Saya kira jelas sekali ya. Sertifikat sudah Bapak-Ibu terima, gunakan sebaik-baiknya untuk kebaikan keluarga kita. Mau disimpan silakan, mau dipakai untuk agunan silakan. Tapi tadi saya sudah pesan kalau mau dipakai untuk agunan hitung yang benar, kalkulasi yang detail sebelum pergi ke bank.
Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.