Penyerahan Sertifikat Tanah Wakaf, 22 Februari 2019, di Masjid Raya Bani Umar, Bintaro, Tangerang Selatan, Banten

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 22 Februari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 3.172 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu wassalamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati yang mulia para ulama,
Yang saya hormati Pak Menteri, Pak Gubernur, Ibu Wali Kota,
Hadirin yang saya hormati.

Hari ini telah kita bagikan 351 sertifikat wakaf untuk masjid, musala, tempat pendidikan, pesantren. Kenapa ini kita berikan? Karena setiap saya ke kampung, masuk ke desa, yang namanya sengketa lahan, sengketa tanah itu ada di mana-mana. Bukan hanya urusan tanah hak milik tetapi juga tanah wakaf.

Saya ceritakan sedikit. Di Jakarta ada masjid besar, enggak usah saya sebutkan masjidnya apa. Bertahun-tahun masjid itu sudah berdiri, enggak ada masalah, tetapi menjadi masalah setelah tanah, karena ini tanahnya di pusat kota, setelah tanah di situ harganya per meter Rp120 juta. Nah, menjadi masalah. Ahli waris menggugat tanah itu dan dari masjid belum memiliki sertifikat wakafnya.

Saya ceritakan lagi di Sumatra, enggak usah saya sebutkan provinsinya, masjid provinsi besar sekali, separuh sudah, separuh belum. Nah, yang digugat yang separuh ini. Coba, separuh masjid sudah, separuh masjid belum, padahal masjid provinsi gede banget. Jangan tanya masjidnya yang mana, ada. Ini masih dalam proses kita selesaikan. Karena apa? Tidak ada tanda bukti hak hukum atas tanah di mana bangunan itu didirikan. Pas tanahnya masih murah enggak ada masalah, begitu tanah harganya sudah tinggi apalagi dalam jumlah yang sangat besar, nah ahli waris biasanya tergoda untuk me…

Inilah kenapa pada siang hari ini kita serahkan di sini 351. Di provinsi-provinsi yang lain juga terus kita selesaikan ini, terutama untuk tempat-tempat ibadah: musala, surau, masjid, pondok pesantren, madrasah, karena ada problem-problem seperti itu. Sehingga kita harapkan dengan sebuah tanda bukti hak hukum atas tanah yang kita miliki sudah jelas, insyaallah tidak ada masalah-masalah di masa-masa yang akan datang.

Yang terakhir, saya ingin titip, negara kita ini negara besar. Sering saya sampaikan, penduduk kita sekarang sudah 260 juta. Dan kita dianugerahi oleh Allah berbeda-beda, beda agama, beda suku, beda adat, beda tradisi, beda bahasa daerah, beda budaya. Suku saja kita memiliki 714. Negara lain itu kalau suku paling di bawah sepuluh, kita 714. Singapura itu hanya punya empat, Afghanistan itu memiliki tujuh, kita 714. Ini sudah menjadi sunatullah, sudah menjadi hukum Allah yang diberikan kepada kita bangsa Indonesia, berbeda-beda.

Pada kesempatan yang baik ini saya hanya titip, titip, titip, titip, aset terbesar bangsa ini adalah persatuan, persaudaraan, kerukunan. Oleh sebab itu, saya mengajak kepada kita semuanya untuk terus memelihara ukhuwah kita, memelihara ukhuwah islamiah kita, memelihara ukhuwah wathaniyah kita. Jangan sampai karena proses-proses politik kita tidak merasa seperti saudara sendiri, saudara sebangsa dan setanah air. Gara-gara pilihan wali kota, pilihan bupati, pilihan gubernur, pilihan presiden, karena pilihan ini setiap lima tahun ada terus, akan ada terus, insyaallah akan ada terus. Sangat rugi besar kita mengorbankan ukhuwah kita gara-gara hanya urusan pilihan bupati, pilihan gubernur, pilihan wali kota, pilihan presiden.

Sebetulnya itu sederhana kok, memilih pemimpin di daerah, bupati misalnya, ada tiga calon, dilihat saja, punya pengalaman ndak mengelola pemerintahan, punya prestasi ndak mengelola pemerintahan, programnya bagus atau tidak, ide dan gagasannya untuk daerah bagus atau tidak. Itu saja sudah. Jangan nanti kalau sudah masuk ke tahun politik itu ada isu dari sini, fitnah dari sini, hoaks dari sini. Tugas kita semuanya untuk meluruskan hal-hal yang tidak betul, tugas kita semuanya untuk meluruskan. Jangan sampai masyarakat diberi suntikan kabar-kabar fitnah yang meresahkan.

Saya berikan contoh, contoh saja yang gampang-gampang yang sering tembakannya ke saya. Presiden Jokowi itu PKI. Coba dilihat, banyak seperti itu di bawah. Padahal lahir saya tahun ’61. PKI dibubarkan ’65-’66, umur saya baru empat tahun, umur saya baru empat tahun. Ada PKI umur empat tahun? PKI balita ada? Saya jawab dengan guyonan saja biar logika kita cepat nangkep, oh iya benar ini bohong-bohongan.

Ada lagi, Presiden Jokowi itu antek asing. Banyak di bawah seperti itu. Antek asing bagaimana? Blok Minyak Mahakam kita ambil, dulu dikelola Prancis sama Jepang, kita ambil 100 persen kita serahkan Pertamina. Blok Rokan, Blok Minyak Rokan di Riau, 2018 kemarin kita ambil lagi, kita serahkan ke Pertamina. 2018 akhir kemarin, Freeport, kita hanya dapat sembilan persen 40 tahun, ini kita mayoritas dapat 51,2 persen, kita ambil. Begitu malah saya dituding-tuding antek asing. Ini kan dibalik-balik namanya. Mestinya saya di demo di depan Istana, demo mendukung gitu lho. Didukung juga enggak, malah dituding-tuding antek asing. Ini bagaimana? Saya kadang-kadang, masyaallah kita ini bagaimana dibolak-balik seperti ini dan tidak ada yang meluruskan, meluruskan, meluruskan.

Ada lagi isu di bawah, pemerintah sekarang tidak memperbolehkan azan. Nah, nah, nah, nah, tadi baru saja. Enggak lah. Jangan ada yang membuat resah kemudian kita tidak berani meluruskan, harus berani meluruskan. Yang benar katakan benar, yang enggak benar katakan yang enggak benar, itu saja. Yang hak katakan hak, yang batil katakan batil, sudah itu saja. Jangan dibolak-balik kita, sebagai tokoh-tokoh di daerah kita diam, bisa ke mana-mana ini nanti kalau didiamkan. Tatanan sosial, tatanan kemasyarakatan kita bisa berbahaya sekali.

Ada lagi kriminalisasi ulama, ada di bawah seperti itu dikembangkan. Negara kita ini negara hukum, semuanya sama di mata hukum. Menteri masuk penjara ada, gubernur masuk penjara ada, bupati/wali kota masuk penjara ada, anggota DPR/DPRD juga masuk penjara ada, ada. Kalau ada masalah hukum ya pasti akan dipanggil aparat hukum. Siapapun. Yang namanya kriminalisasi itu kalau ada yang tidak berbuat apa-apa tahu-tahu di sel. Itu sampaikan kepada saya, sampaikan kepada saya, saya urus kalau yang seperti-seperti itu, saya urus. Enggak berbuat apa-apa tahu-tahu di sel, nah itu. Tapi kalau ada masalah hukum kemudian dipanggil aparat, sulit kita menyelesaikan seperti itu.

Saya rasa itu sedikit yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya menghaturkan banyak terima kasih atas semua yang telah Bapak-bapak berikan, baik kepada kota, kepada kabupaten, kepada provinsi, kepada negara dalam rangka kita bersama-sama membangun negara ini.

Saya tutup.
Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru