Penyerahan Sertifikat Tanah Wakaf, 4 Januari 2019, di Masjid Ar-Rahman, Sawoo, Ponorogo, Jawa Timur

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 4 Januari 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 1.987 Kali

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Bismillahirrahmanirrahim,
Alhamdulillahirrabbilalamin,
wassalatu was salamu ‘ala ashrifil anbiya i wal-mursalin,
Sayidina wa habibina wa syafiina wa maulana Muhammaddin,
wa ‘ala alihi wa sahbihi ajma’in amma ba’du.

Yang saya hormati Bapak Menteri, Pak Gubernur, Pak Bupati Ponorogo, Bupati Ngawi yang siang hari ini hadir,
Yang saya hormati Yang Mulia para Ulama,
Bapak/Ibu sekalian seluruh hadirin-hadirat yang saya muliakan.

Kenapa sertifikat, baik untuk pondok, baik untuk masjid, baik untuk musala, baik untuk surau ini kita berikan? Kalau di Sumatra Barat namanya surau. Musala kalau di sana namanya surau bukan suro, surau. Kenapa sertifikat-sertifikat ini kita berikan? Setiap saya turun ke bawah, ke desa, ke kampung, kemudian ke pondok, masuk ke masjid, banyak yang memberitahu kepada saya mengenai adanya sengketa tanah/sengketa lahan, banyak sekali. Oleh sebab itu, kenapa sekarang kita percepat pengurusan sertifikat dan pemerintah menyiapkan APBN untuk mengurusnya, artinya tidak dipungut biaya dari kantor BPN. Untuk apa? Sekali lagi, ini untuk menyelesaikan banyak sekali yang berkaitan dengan sengketa lahan/sengketa tanah.

Tahun 2017 kita telah terbitkan lebih dari 5,2 juta sertifikat. Di tahun 2018 kemarin alhamdulillah 9,4 juta sertifikat, termasuk di dalamnya adalah tanah-tanah wakaf. Kenapa ini juga kita berikan? Saya berikan contoh, di Jakarta ada tanah wakaf, sudah dibangun masjid yang gede, letaknya agak di pusat kota. Dulunya enggak ada masalah tapi belum pegang sertifikat, enggak ada masalah. Tetapi begitu tanah yang ada di situ harganya satu meternya, satu meter ini, Rp120 juta – lho di Jakarta itu harganya ada yang Rp120 juta per meter lho, di Semanggi itu sudah Rp200-250 juta, jangan kaget, itu satu meter kali satu meter, satu meter kali satu meter niku, itu di Jakarta – nah karena harga tanah sudah Rp120 juta ahli waris mulai ngutik-ngutik. Nah masalah, enggak pegang sertifikat. Ini baru satu contoh, karena masalah tanah itu harganya Rp120 juta per meter.

Di tempat lain juga sama, dulunya ahli waris enggak ada masalah, karena masih orang tuanya hidup, masih kaya. Nah begitu orang tuanya tidak ada, ekonominya turun, dimasalahkan. Banyak seperti itu yang masuk ke kuping saya. Saya itu dipikir kalau masuk ke desa, pergi ke kampung itu hanya jalan-jalan, diam-diam? Mendengarkan saya, dengar, mendengar. Keluhan mendengar, usulan saya dengar. Oleh sebab itu, hari ini telah kita serahkan kepada Bapak-bapak semuanya sebanyak 213 sertifikat untuk masjid, pondok, dan musala. Alhamdulillah.

Kalau sudah pegang yang namanya sertifikat sudah, di situ tertera jelas itu  tanda bukti hak hukum atas tanah yang dimiliki, yang kita miliki. Jelas tertera di situ nama siapa jelas, luas jelas, desanya di mana jelas, kelurahannya di mana jelas, sudah. Mau ngutak-atik dari mana? Sudah tanah wakaf, sudah diwakafkan masih diurus-urus, ya repot. Yang kasihan kalau masjid ya takmirnya, jadi bingung.

Semoga nanti dengan telah diserahkannya sertifikat-sertifikat tersebut… Ini sudah kita serahkan tidak hanya di Jawa Timur, di Aceh, di Sumatra Barat, di NTB, semuanya, terutama memang kita prioritaskan untuk tanah-tanah wakaf yang berkaitan dengan terutama memang masjid dan musala. Karena apa? Ya tadi, banyak masalah-masalah yang ada di situ. Sekarang kalau sudah pegang seperti ini sudah, saya kira semuanya nyaman, semuanya aman secara hukum karena jelas di situ tertera nama, luas, kepemilikan, status hak hukum atas tanah yang ada.

Yang kedua, ini saya titip, mumpung ketemu di sini, menjelang pilpres, ini sudah tahun politik, biasanya lalu lalang banyak sekali yang namanya fitnah, kabar bohong, hoaks, ada di mana-mana. Saya sebetulnya sudah diam, empat tahun ini saya diam, enggak jawab, diam, kemarin banyak kabar di medsos Presiden Jokowi itu PKI, banyak seperti itu. Kenapa dulu enggak saya jawab, saya pikir enggak ada yang percaya itu. Ternyata setelah disurvei ada yang sembilan juta orang lebih itu percaya. Lho sembilan juta itu banyak lho. Kita survei, percaya. Karena apa? Enggak memakai logika. Logikanya sebetulnya mudah logikanya, saya itu lahir tahun ’61, 1961, PKI dibubarkan tahun ’65-’66, berarti umur saya masih empat tahun? Nggih mboten? Nah sudah, umur saya masih empat tahun, masa ada PKI balita. Mpun, jawaban saya begitu saja.

Nanti lari, berbeda lagi, belok ke yang lain, bukan Pak Jokowi, orang tuanya, bapak-ibunya, kakek-neneknya. Gampang banget sekarang, di Solo itu kan ada, NU ada Solo, nggih mboten? Muhammadiyah ada di Solo, Persis ada di Solo, Parmusi ada di Solo, dan ormas yang lain banyak sekali di Solo. Ya tanya saja masjid di dekat rumah saya, tanya saja masjid di dekat orang tua saya, tanya masjid di dekat kakek-nenek saya. Tanya saja, wong sekarang ini zaman terbuka. Saya empat tahun itu diam lho, sabar, ya Allah sabar, sabar, tapi setelah keluar angka sembilan juta, waduh harus saya jawab ini. Kalau tidak saya jawab nanti menjadi merembet jadi 12 juta, jadi 15 juta percaya, bahaya itu.

Jangan sampailah mengembangkan hal-hal seperti itu untuk politik. Kita itu kan punya tatakrama berpolitik, punya etika dalam berpolitik, ada nilai-nilai agama kita dalam berpolitik. Kalau cara-cara berpolitik dengan menyebarkan fitnah-fitnah seperti itu ya… Memang nanti makin lama ini akan makin mendewasakan masyarakat, akan semakin mematangkan masyarakat dalam berpolitik. Oh ini bohong, oh ini hoaks, oh ini fitnah, sudah langsung bisa begitu tapi sekarang saya perlu menjawab karena tadi, yang percaya lebih dari sembilan juta. Pripun? Ya saya jawab sekarang, sudah.

Saya kira itu yang bisa saya sampaikan dalam kesempatan yang baik ini.

Terima kasih.
Saya tutup.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru