Penyerahan Surat Keputusan Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial (IPHPS), 25 November 2018, di Taman Wisata Alam Punti Ayu, Kota Palembang, Sumatra Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 25 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.736 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat sore,
Salam sejahtera bagi kita semuanya.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja, Pak Kapolri, Pak Gubernur beserta Ibu, Bapak Bupati dan Wali Kota yang hadir, serta Ibu-Bapak semuanya para penerima keputusan menteri yang terkait dengan izin perhutanan sosial,

Hadirin dan undangan yang berbahagia.
Jadi sudah diterima ini semuanya? Bisa ditunjukkan? Sudah, sudah, sudah. Sudah semuanya, sudah, sudah, sudah, sudah, sudah, sudah, sudah. Ya, boleh diturunkan.

Tadi disampaikan oleh Pak Menko Ekonomi bahwa hari ini telah diserahkan kepada Bapak-Ibu semuanya sebanyak 56 ribu hektare. Hati-hati lho, 56 ribu hektare itu gede sekali, banyak sekali. Dan di seluruh Indonesia telah kita serahkan 2,1 juta hektare kepada masyarakat, sekali lagi kepada masyarakat, bukan kepada yang gede-gede. Yang dulu-dulu kayak begini diserahkan ke yang gede-gede. Bapak tahu semuanya Bapak-Ibu? Sudah 2,1 juta dan target kita 12,7 juta akan kita serahkan.

Ini hati-hati, pegang ini hak hukum Bapak-Ibu semuanya menjadi jelas. Hak hukum petani menjadi jelas. Ini adalah konsesi untuk 35 tahun. Cukup ndak? 35 tahun cukup ndak? Klo enggak cukup nanti habis tambah lagi. 35 tahun enggak cukup? Umur kita berapa? Ditambah 35 tahun sudah dimana kita. Ya ndak? Ya? Benar ndak? Nah, 35 tahun sudah banyak. Nanti kalau anak cucu kita mau lagi ya ini diperpanjang. Benar ndak? Ini jelas sekali Keputusan Menteri disini jelas sekali. Jadi kalau ada yang mengaku-ngaku bahwa itu adalah konsesi perusahaan-perusahaan besarbisa ditunjukin ini, sudah pasti pergi. Jelas ini, jelas sekali, ini jelas, jelas. Kita ingin memperjelas hak hukum Bapak-Ibu sekalian dalam mengelola hutan sosial yang telah kita berikan.

Tapi hati-hati, saya memberikan ini pasti saya cek digunakan benar atau enggak benar, ditanami atau tidak ditanami, produktif atau tidak produktif. Benar ndak?

Ini ditanami apa yang banyak? Karet? Ya coba Pak maju sini. Ya, dari tadi kok semangat sekali, semangat banget tho. Tadi menyanyi Indonesia Raya tadi begini-gini terus. Sudah sini dulu sebentar. Ini Bapak apa, karet? Karet, oke karet. Sebentar dulu, karet. Ada yang kopi ndak? Kopi, yang kopi. Sebentar, yang kopi jangan semangat dulu, saya tunjuk baru boleh maju.Sebentar, sebentar, kopi ini kopi. Kopi? Kopi? Kopi, boleh, maju. Ada lagi selain karet,kopi apa lagi? Madu. Yang madu mana? Benar madu, madu, madu. Madu, mana madu? Ya madu, sini madu.

Tapi hati-hati yang sudah maju seperti ini jangan minta sepeda kepada saya. Nanti mentang-mentang disuruh maju minta sepeda. Sudah sini, sebelah sini.

Ini, kembali lagi, jadi kita ingin lahan-lahan kita, tanah-tanah kita ini produktif. Kalau sudah diberikan betul-betul ini digunakan agar produktif dan bisa menyejahterakan.

Ini satu orang bisa pegang berapa hektare? Dua? Dua hektare. Ada yg lebih? Minimal dua ya. Oke, enggak apa-apa. Minimal dua itusudah gede banget. Kalau produktif itu gede banget, entah ditanami kopi, entah ditanami tanaman-tanaman yang lain.

Sekarang silakan dikenalkan dulu Pak namanya, dari mana.

(Dialog Presiden Republik Indonesia dengan Perwakilan Petani Penerima SK IPHPS)

Bambang Wahyudi (Petani Karet)
Terima kasih kepada Bapak Joko Widodo. Nama saya Bambang Wahyudi dari Kelurahan Veteran Jaya, Kecamatan Martapura, Kabupaten Oku Timur.

(Selanjutnya Bambang Wahyudi berterima kasih atas SK IPHPS seluas sekitar dua hektare yang telah diterimanya. Juga diceritakan mengenai harga komoditas karet yang hanya Rp6.000. )

Presiden Republik Indonesia
Begini, begini, supaya kita semuanya tahu, sekarang ini yang namanya komoditas karet, komoditas sawit, memang harga itu adalah harga global, harga internasional, turun semuanya. Tidak hanya Indonesia yang terkena masalah ini, semua negara penghasil kelapa sawit misalnya Indonesia, Malaysia, Thailand kena masalah itu, harga turun. Yang kedua, karet juga sudah berapa tahun belakang ini juga sama harganya turun. Itu adalah komoditas global, komoditas internasional. Harga kita tidak bisa ikut campur dalam perdagangan internasional, enggak mungkin bisa.

Tetapi sudah beberapa bulan ini kita kaji terus sehingga seminggu yang lalu kita memutuskan, untuk karet yang harganya jatuh jadi Rp6.000 tadi, saya sudah perintahkan kepada Pak Menteri PU. Pak Menteri PU ada di sini? Oh Pak Dirjen-nya ada. Tadi saya sudah sampaikan juga ke petani karet, tapi ditempat lain, saya sampaikan bahwa Kementerian PU nanti mulai awal Desember ini akan membeli langsung dari koperasi atau dari petani. Harganya kurang lebih, ini masih dihitung biar final, harganya kurang lebih Rp7.500-8.000. Sebentar. Ini harus alhamdulillah, disyukuri dulu. Nanti kita akan hitung-hitungan lagi, begitu lho.

Sekali lagi, ini kita ini ingin memperhatikan kesulitan-kesulitan  yang ada. Kita tahu, kita tahu, tapi sekali lagi harga itu adalah berasal dari perdagangan internasional, bukan perdagangan Indonesia, problemnya disitu. Jadi sebentar lagi akan, terutama di Sumatra Selatan nanti akan dibeli hasil karet oleh Kementerian PU. Kalau nanti misalnya ada peluang lagi untuk harga bisa lebih dari itu ya akan saya sampaikan. Tapi yang ini disyukuri dulu.Setuju ndak?

Basrun (Petani Kopi)
Perkenalkan nama saya Basrun, dari KTH Karya Makmur, Desa Danau Gerak, Kecamatan Semende Darat Ulu, dari Dataran Tinggi Semende Darat Ulu, Kabupaten Muara Enim, Sumatra Selatan.

Kalau di Semende dapat tiga (hektare per KK). Nantinya hak izin ini akan kami manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Dengan adanya waktu yang 35 tahun ini mudah-mudahan kami sebagai petani kopi di Dataran Tinggi Semende itu akan memanfaatkan hutan sosial ini, hutan kemasyarakatan ini untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi petani kopi yang khususnya ada di Dataran Tinggi Semende.

Di Semende itu ada khas Semende asli yaitu kopi arabika dan kopi robusta. Kami tambahkan Bapak Presiden, alhamdulillah kopi Semende, khususnya robusta itu sudah mendapat pengakuan secara nasional yaitu melalui Indikasi Geografis, Pak, itu. Namun kami selaku rakyat petani, masyarakat petani yang hampir seluruhnya itu, hampir 90 persen petani di Semende itu dengan bertani perkebunan kopi kami dengan harga yang sekarang ini tetap bersyukur Pak, namun untuk kualitas-kualitas kopi yang sekarang ini kami mengharapkan kepada pihak pemerintah juga untuk lebih dipublikasikan Pak, di dalam maupun ke luar negeri Pak.

Presiden Republik Indonesia
Nggih. Begini, jadi urusan kopi ini kita berharap ya jangan sampai petani itu jualnya masih hijauan, mentahan. Saya nanti akan bicara lebih banyak lah dengan kelompok-kelompok petani kopi agar yang kita jual itu sudah dalam bentuk paling tidak setengah jadi, syukur barang jadi. Sehingga apa? Harganya bisa melompat. Sampai kapan pun kalau kita jualan masih hijauan, masih mentahan sampai kapan pun harga enggak akan bisa naik, percaya saya. Oleh sebab itu, apa yang dibutuhkan untuk menuju ke setengah jadi, barang setengah jadi atau barang jadi. Apa perlu mesin roasting misalnya, nanti akan kita bicarakan tapi tidak disini karena waktunya yang sudah hampir Magrib. Ya saya nangkep, sudah nangkep. Oke, nangkep. Sudah nangkep, silakan.

Zainal Abidin (Petani Karet dan Madu)
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Perkenalkan nama saya Zainal Abidin, dari Kabupaten OKI, Dusun Sialang Barat, Desa Muara Burnai II, Leumping Jaya, OKI.

(Zainal Abidin menceritakan di daerahnya maksimal SK IPHPS yang didapatkan adalah untuk 10 hektare lahan, yang ditanami karet. Juga diceritakan mengenai pelatihan peternakan lebah madu yang diberikan oleh KTH Kabupaten OKI dan meminta agar pelatihan terus dilaksanakan.)

Presiden Republik Indonesia
Sepuluh hektare, bagus. Semakin banyak dapatnya kalau saya semakin senang. Kalau yang dapat masyarakat lho ya. Benar ndak? Setuju ndak? Kalau yang dapat petani semakin banyak saya semakin senang. Tapi juga hati-hati, jangan misalnya dapat sepuluh hektare, satu KK kemudian ditelantarkan, hati-hati. Saya juga bisa tegas, yang gede saya cabut, yang kecil pun juga saya cabut kalau enggak produktif. Hati-hati ini, masalah ini. Ya, setuju ya? Oke, baik.

Saya itu baru belajar bahasa wong kito, ini saya baru belajar.  Karena tadi pagi, tadi pagi saya diberikan gelar Adat Komering, gelarnya Raja Balaq Mangku Nagara. Sehingga saya sedikit-sedikit lah belajar.

Tabik tabik pun!
Ya sudah, terima kasih.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terimakasih.

Pak Bambang terima kasih. Pak Bambang minta sepeda. Nggih pun, mangke kulo kiri, mpun.

Zainal Abidin (Petani Karet)
Ini ada unek-unek sedikit iso, Pak. Ada unek-unek sedikit dari warga, pesan-pesanan dari warga tadi Pak, ada unek-unek. Kami ini Pak, warga kami ini sekitar 3.000-4.000 lebih lho Pak, tapi kelurahannya nginduk semua lho, Pak. Bagaimana itu Pak? Kelurahan itu menginduk, tidak punya kelurahan sendiri lho, Pak.

Presiden Republik Indonesia
Kelurahannya nginduk? Nggih.

Zainal Abidin (Petani Karet)
Iyo.3.000 lebih, 4.000 warga itu, sama anak-anak itu, tapi nginduk Pak, nginduk di dusun sebelah.

Presiden Republik Indonesia
Oke, nanti urusannya Pak Gubernur. Ya Pak Gubernur, diurus. Ya.

Makasih Pak Zainal. Mpun. Ya, mpun, bagus. Terus nanti dilaporkan ke saya kalau sudah desanya rampung ya! Nggih. Mpun.

Baiklah Bapak-Ibu sekalian, ini hari sudah menjelang Magrib, saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini.  Sekali lagi, pemerintah akan terus membagikan konsesi-konsesi seperti ini kepada para petani agar lahan-lahan yang ada betul-betul produktif dimanfaatkan untuk kesejahteraan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.
Terimakasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru