Peresmian Pembukaan Digital Startup Connect 2018, 7 Desember 2018, di Kartika Expo, Balai Kartini, Setiabudi, Jakarta Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 7 Desember 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 4.161 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Yang saya hormati para menteri Kabinet Kerja,
Serta Bapak, Ibu, dan Saudara-saudara para pelaku startup yang pada pagi hari ini.

Saya sangat bergembira sekali setiap bertemu dengan anak-anak muda. Meskipun saya pernah datang ke acara yang diadakan Plug and Play Indonesia ini beberapa bulan yang lalu, sekarang saya datang lagi.

Pesan yang ingin saya sampaikan sangat sederhana, bahwa dunia ini sekarang sedang menghadapi disrupsi (disruption) dan revolusi industri jilid ke-4, Revolusi Industri 4.0 membuka peluang terjadinya perubahan yang sangat besar, sangat tiba-tiba, dan selalu sangat tiba-tiba, mengejutkan. Dan perubahan ini adalah perubahan yang ultranormal, tidak normal, dan kita tahu dunia memang sekarang ini sedang mencari normal yang baru.

Siapa yang bisa merespons secara cepat perubahan-perubahan yang ada? Yang bisa cepat adaptasi, cepat merespons ya Saudara-saudara semuanya yang ada di hadapan saya saat ini.

Dalam situasi yang disruption, dalam situasi yang disrupsi, menurut saya justru membuka peluang bagi pendatang baru di ekonomi digital, di digital economy, membuka peluang baru bagi pendatang baru, bagi newcomers untuk berkompetisi dengan yang lainnya. Inilah terbukanya kesempatan bagi yang kecil untuk mencuri kesempatan dalam situasi seperti ini, membuka kesempatan bagi anak-anak muda yang kreatif, yang inovatif untuk menyalip di tikungan.

Ini saudara-saudara sekarang ini diberi kesempatan untuk menyalip di tikungan. Hanya mau menyalip ndak? Yang dibutuhkan menurut saya adalah sebuah kerja keras, kerja keras yang inovatif dan berani bermimpi besar. Saya kira kalau penguasaan teknologi anak-anak muda kita sudah enggak kalah. Dan orientasinya adalah sociopreneur, memecahkan masalah-masalah yang ada di masyarakat, mencarikan solusi-solusi yang ada di masyarakat.

Kita tahu ini McKinsey Global Institute di 2016 menyampaikan bahwa satu dekade terakhir ekonomi digital telah menyumbang 10 persen dari PDB dunia. Ini besar sekali. Dan yang saya terima Laporan Digital Spillover di 2017, ini riset kolaborasi antara Huawei dengan Oxford Economics, besaran ekonomi digital dunia mencapai USD11,5 triliun, setara dengan 15,5 persen PDB dunia.

Dan kita tahu ekonomi digital global tumbuh dua kali lipat dari kurun 2000-2016, tumbuh dua setengah kali lipat lebih cepat dibandingkan PDB dunia. Artinya peluang di sini besar, dengan asumsi diperkirakan di 2025 ekonomi digital akan mencapai USD23 triliun. Silakan hitung sendiri jumlahnya total berapa berarti. USD23 triliun dirupiahkan, coba saya diberi hitungannya. Dan itu akan setara dengan 24,3 persen PDB dunia, besar sekali.

Oleh sebab itu, saya minta ini, inkubator perlu, akselerator perlu. Institusi-institusi seperti ini harus diperbanyak karena startup-startup kita membutuhkan itu. Ekosistem tidak hanya di online, di offline-nya juga harus digarap. Dua-duanya ini harus berkolaborasi. Enggak bisa hanya urusan yang online saja, enggak bisa.

Saya berikan contoh, tadi Bro Wesley juga sudah menyampaikan. Tapi contohnya ini akan saya tunjukkan karena saya ini setiap hari masuk desa, masuk kampung, masuk gang. Apa sih contoh-contoh yang dibutuhkan?

Saya hari Minggu yang lalu bertemu dengan yang namanya usaha-usaha mikro dan usaha-usaha supermikro di kampung. Jualannya apa? Banyak sekali, ada gorengan, ada pisang goreng juga, jualan juga mereka. Ini saingannya anak saya ini, saya sudah lihat. Ibu-ibu yang jualan. Ada yang jualan makaroni, ada yang jualan nasi uduk. Apa problem yang saya lihat di sana? Pemasarannya hanya di rumah, pemasarannya di gerobak di depan rumah. Mereka tidak membangun brand, mereka tidak memiliki kemasan yang baik.

Hal-hal seperti ini, ini juga harus ada yang ngerjain, offline-nya ada yang ngerjain. Bagaimana membuat sebuah packaging yang baik, kemasan yang baik, kemudian ditempel dengan brand yang bagus juga, harus mulai kita giring ke sana. Jangan sampai membangun brand-nya masih ‘Pisang Suka Makmur’, yang banyak kan seperti itu,  ‘Nasi Uduk Sukamaju’. Ini harus mulai, yang muda-muda ini harus berani membangunkan brand untuk mereka, yang simpel, yang gampang diingat. Dan kalau masalah produknya, itu yang di rumah tangga, yang usaha-usaha kecil, usaha-usaha mikro sudah bagus, tinggal disentuh sedikit-sedikit.

Tapi siapa yang menyentuh mereka? Pemerintah enggak mungkin, enggak punya kemampuan untuk itu. Ini harus orang-orang yang memiliki jiwa entrepreneurship yang kuat, yang memiliki pengetahuan bagaimana membangun brand, yang memiliki pengetahuan bagaimana mengemas sebuah produk, sehingga ada value di situ, ada nilai yang lebih di situ.

Kalau ini rampung, kita memiliki sekarang ini, data yang saya terima, 62 juta mikro dan kecil yang ada di kampung-kampung tadi. Ini pekerjaan Saudara-saudara. Kerjain ini, gabungkan dengan yang online tadi. Ekosistem online memang harus sambung dengan ekosistem offline, disambung. Jadi saudara-saudara akan mendapat pahala besar, selain untungnya besar juga, karena meningkatkan taraf hidup usaha-usaha rumah tangga, meloncat, memiliki brand, memiliki kemasan dan bisa masuk, syukur-syukur bisa masuk ke global marketplace. Ini yang kita harapkan kesana. Jangan hanya bertumpu kepada online-nya saja. Hati-hati, di offline-nya ini ada persoalan yang juga harus dicarikan solusi, dicarikan jalan keluar.

Saya ingin, kita semuanya ingin agar banyak rintisan-rintisan eksportir kecil-kecil, yang mikro-mikro seperti ini yang bisa merambah global marketplace, banyak sekali. Industri rumah tangga misalnya, fashion muslim di rumah tangga ini banyak sekali, handicraft banyak sekali, kopi yang kemasannya masih seperti itu, seperti-seperti itu juga dari dulu. Ini perlu dibangun, perbaiki. Buah-buah lokal yang banyak sekali, siapa yang memasarkan? Siapa yang meng-QC itu, quality control-nya siapa? Siapa yang menyeleksi itu? Enggak bisa langsung Saudara-saudara tampilkan di online, enggak bisa. Ada persoalan-persoalan teknis dan non-teknis yang perlu diselesaikan. Kemudian juga usaha-usaha mikro, usaha-usaha kecil yang berkaitan dengan warung, bagaimana memperbaiki manajemen mereka, kemudian meng-connect-kan dengan yang ada di online. Petani, produk-produk petani sangat banyak sekali, tadi saya lihat.

Tapi, sekali lagi, ini sebuah pekerjaan besar yang harus kita kerjakan bersama- sama, harus kita kerjakan dengan berkolaborasi bareng-bareng.  Dan sekali lagi, yang hadir di sini jangan berkonsentrasi saja hanya di online-nya. Sekali lagi saya ingatkan, yang offline-nya juga harus ada yang mengerjakan. Ini harus diorganisir secara baik, dan saya kira Bekraf ini bisa, Menkominfo bisa memberikan wadah sehingga betul-betul kalau online dengan offline ini bisa sambung, ekosistem dua ini bisa sambung, saya kira ini akan mudah meloncatkan ekonomi kita, baik yang online maupun yang offline.

Dan ekonomi digital juga memberikan kontribusi yang signifikan kepada PDB Indonesia di 2017. Besarnya adalah sebesar 7,3 persen, ini gede sekali. Padahal pertumbuhan ekonomi kita hanya 5,1 persen, ini sebesar 7,3 persen. Artinya memang ekonomi digital memiliki pertumbuhan yang lebih besar dari pertumbuhan ekonomi kita. Dan di tahun ini, di 2018 diproyeksikan akan berkontribusi 8,5 persen terhadap PDB. Ini juga gede, besar.

Dan alhamdulillah, lompatan-lompatan kemajuan saya melihat di sociopreneur, Indonesia ini luar biasa capaiannya. Kita tahu semuanya di ASEAN sekarang ini ada tujuh unicorn. Di ASEAN, di sepuluh negara ASEAN itu ada tujuh unicorn dan empatnya ada di Indonesia. Semua tahu Go-Jek, Traveloka, Bukalapak, Tokopedia, itu. Dan saya yakin yang hadir di sini insyaallah ada lagi yang akan menyusul menjadi unicorn, sebagai tambahan yang empat tadi.

Saya juga ingin lebih banyak unicorn kita, yang lahir di Indonesia, itu mengekspor teknologinya ke negara-negara lain, intervensi ke negara-negara lain. Kemarin saya senang waktu buka di Vietnam Go-Viet. Saya dengar lagi katanya mau buka Go-Sing di Singapura, mungkin, namanya mungkin, saya hanya menebak-nebak saja. Sudah ngomong ke saya juga Nadiem, “Pak, saya juga mau buka di Filipina,” ya nanti Go-Fil, Go-Filipina.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Saya mengajak kita semuanya untuk hijrah dari yang konsumtif ke yang produktif, hijrah dari yang nyaman, comfort zone menuju inovasi dan terobosan, hijrah menjadi negara yang subur digital startup-nya.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru