Peresmian Pembukaan Kompas100 CEO Forum Tahun 2018, 27  November 2018, di Cendrawasih Room, Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 27 November 2018
Kategori: Sambutan
Dibaca: 2.786 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat pagi,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om Swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja,
Yang saya hormati CEO Kompas, Pimpinan Redaksi, serta seluruh keluarga besar Kompas Group,
Yang saya hormati para kepala daerah yang hadir; gubernur, bupati, wali kota,
Yang saya hormati para CEO, para perwakilan asosiasi,
Hadirin tamu undangan yang berbahagia.

Sepuluh hari yang lalu, setelah dari KTT ASEAN, saya hadir di Konferensi Tahunan APEC (Asia-Pacific Economic Cooperation) di Port Moresby, Papua Nugini. Saya menyaksikan, kami menyaksikan, pimpinan negara dari dua ekonomi nomor satu dan nomor dua di dunia bersitegang dan saya melihat sulit dipersatukan.

Indonesia saat itu mencoba dari pagi sampai siang untuk menjadi jembatan, menjembatani. Sana ngelompok sendiri, sini ngelompok sendiri, kita di tengah mencoba dibuat jembatan agar ini bisa sambung. Tapi, sampai jam setengah tiga, gagal, enggak sambung. Sini mengucapkan terima kasih kepada saya, terima kasih Indonesia sudah berusaha dengan baik. Sini mengucapkan, terima kasih Indonesia sudah menjembatani dengan baik. Terima kasih tapi gagal.

Mungkin Bapak-Ibu sekalian sudah membaca beritanya. Ini pertama kali dalam 29 tahun sejarah APEC, pertemuan tahunan APEC gagal menghasilkan pernyataan bersama, gagal menghasilkan komunike. Ya, tapi itulah faktanya, itulah faktanya.

Apa artinya? Dari situ, apa artinya? Artinya kondisi ekonomi dunia saat ini masih sangat berpotensi dilanda ketidakpastian. Masih sangat berpotensi dilanda ketidakpastian. APEC kemarin menunjukkan bahwa perang dagang antara Amerika dan Tiongkok, antara  Amerika Serikat dengan China, perdagangan antara ekonomi nomor satu dan ekonomi nomor dua di dunia kelihatannya, ini kelihatannya, masih terus berlanjut. Tapi moga-moga ada sebuah keajaiban, nanti sebentar lagi di pertemuan G20, di pertemuan G20 bisa sambung. Tapi feeling saya kok tidak. Feeling, feeling, perasaan saya mengatakan seperti itu. Dan ini terjadi di saat Bank Sentral Amerika/Federal Reserve masih terus menaikkan suku bunga dolar.

Bapak-Ibu sekalian yang saya hormati,
Para CEO yang saya hormati,
Bagaimana kita sebagai CEO-CEO menanggapi kondisi global seperti ini. Pertama, jangan lupa dan tidak perlu takut. Kita harus tetap optimis bahwa dalam kesempitan selalu ada kesempatan. Bahwa di dalam setiap kesulitan selalu ada peluang. Biasanya CEO-CEO seperti ini, biasanya. Saya juga paham cara berpikir para CEO, saya juga senang berpikir seperti itu.

Dalam suasana perang dagang seperti ini, di situ juga terbuka adanya peluang-peluang. Ini yang harus kita manfaatkan. Dan dugaan saya tersebut rupanya saat ini sedang terjadi. Peluangnya apa? Saya memperoleh banyak laporan dari para menteri dan dibisiki dari beberapa pengusaha, banyak minat beberapa pabrik/banyak pabrik yang mereka ingin pindah ke negara-negara ASEAN, termasuk di dalamnya tentu saja adalah negara kita, Indonesia, agar terhindar dari hantaman tarif impor dari mitra perang dagangnya. Dari China ada yang ingin berbondong-bondong industri-industri itu masuk ke ASEAN, ke Indonesia. Dari Amerika juga sama.

Ada juga peluang bagi kita untuk ekspor mengisi potensi pasar mereka. Dulu pasar itu diisi misalnya ekspor dari China ke Amerika. Karena pasar mereka tidak mau diisi oleh mitra perang dagangnya, nah ini peluang. Ini yang bisa kita isi. Ini semua adalah potensi, baik potensi untuk memperkuat industri kita maupun untuk meningkatkan ekspor kita. Inilah peluangnya. Tinggal kita bisa mengambil peluang ini atau tidak, tinggal kita bisa mengambil kesempatan ini atau tidak.

Jadi Bapak-Ibu sekalian, tolong juga ditelusuri peluang apa yang kira-kira semakin terbuka lebar untuk kita ambil, yang mungkin sebelum perang dagang enggak pernah kita pikirkan kemudian ini terbuka peluang ada. Pemerintah, kita akan dukung dalam pemanfaatan kesempatan-kesempatan ini dalam memanfaatkan peluang-peluang yang ada.

Hadirin yang  berbahagia,
Di tengah kisruh global dan kisruh regional saat ini, justru kita jangan lengah, jangan kehilangan fokus. Jangan lengah dan jangan kehilangan fokus. Kita harus fokus pada peluang, fokus pada peluang yang ada di depan kita.

Tahun lalu di Kompas CEO100, saya sudah menyampaikan tentang pergeseran pola konsumsi dari offline ke online yang membuka peluang luar biasa di e-commerce. Kemudian kita juga diskusi mengenai sektor pariwisata yang juga sudah menjadi sebuah motor pertumbuhan ekonomi baru. Kita harus ingat, pertumbuhan pariwisata dunia itu tujuh persen, sangat tinggi sekali dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya tiga setengah persen. Artinya pertumbuhan pariwisata dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Tren seperti ini harus kita lihat. Sehingga kita mau ke mana, itulah yang ingin kita hitung, ingin kita kalkulasi. Kenapa kita ingin membangun Sepuluh Bali Baru? Karena ada peluang ini, pertumbuhan pariwisata tujuh persen tadi. Ini pertumbuhan yang sangat tinggi sekali.

Dan terlepas dari perang dagang dan kenaikan suku bunga dolar, e-commerce boom, tourism boom di Indonesia saat ini masih terus berlanjut. Volume perdagangan e-commerce di Indonesia pertumbuhannya masih terus tinggi. Dan mungkin, ini masih mungkin, dalam minggu-minggu ini bakal ada berita lagi, beberapa unicorn kita akan menggalang dana lagi dalam jumlah puluhan triliun rupiah.

Dan kalau kita lihat di bidang pariwisata, jumlah wisman kita juga terus tumbuh. Mungkin tahun ini melambat sedikit karena berita-berita gempa bumi dan tsunami. Jadi turis, wisman melambat sedikit, sedikit, karena berita-berita gempa bumi dan tsunami, tapi fundamental trennya tetap masih kuat, masih jalan. Tidak usah khawatir mengenai ini.

Di samping itu, ini pada akhir tahun ini, mungkin di awal bulan depan, kita akan meresmikan infrastruktur-infrastruktur yang telah kita bangun selama empat tahun ini. Sebentar lagi, nanti di bulan Desember Tol Jakarta-Surabaya akan sambung. Sambung. Untuk Merak-Banyuwangi-nya masih akhir tahun 2019. Tapi Jakarta-Surabaya sudah akan sambung di Desember. Kemudian Tol Trans Sumatra, Bakauheni-Terbanggi Besar sepanjang 148 kilometer juga akan kita resmikan di Desember ini. Tapi untuk Bakauheni-Palembang sepanjang 350 kilometer insyaallah  nanti, saya tanya ke kontraktornya, katanya bulan Juni. Saya tawar, “mbok April” begitu, agak maju sedikit ke April lah biar ada manfaatnya. Manfaat untuk Lebaran. Jangan berpikir ke mana-mana. Manfaat untuk biar kita nanti bisa berlebaran dari Jakarta menuju Palembang kita naik mobil. Bukan untuk pemilu, mikirnya pemilu tadi pasti, tapi itu juga.

Kita juga akan lihat nanti di akhir 2018 ini, pelabuhan besar kita Kuala Tanjung itu juga akan selesai, di Sumatra Utara. Makassar New Port, ini juga pelabuhan besar kita, nanti di Januari 2019 insyaallah juga akan selesai. Ini sebetulnya yang saya tunggu akhir 2018 selesai itu runway ketiga di Bandara Soekarno-Hatta selesai, tapi karena pembebasan lahan yang agak sedikit terhambat mungkin masih mundur di pertengahan tahun di 2019, runway ketiga Soekarno-Hatta. Karena kita merasakan mau naik, pesawat mau naik saja ngantri setengah jam di Soekarno-Hatta itu. Mau turun juga muter-muter dulu di atas baru bisa turun, karena terlambat membangun runway yang ketiga. Termasuk east cross taxiway di sebelah timur yang juga kita terlambat dulunya membangun.

Sehingga permintaan-permintaan slot untuk pesawat datang ke Indonesia ini terlambat semuanya. Permintaan dari India banyak mau terbang langsung ke Jakarta, dari Qatar mau terbang langsung ke Jakarta, dari Uni Emirat Arab mau tambahan lagi ke Jakarta enggak bisa kita berikan. Dari China berapa, dari Tiongkok mau tambah lagi juga kita enggak bisa buka. Dari Singapura juga mau tambah lagi juga kita enggak bisa. Dari Thailand, minta ini, mereka minta, kita enggak bisa memberikan karena memang slotnya sudah tidak ada, sudah penuh. Sehingga keterlambatan-keterlambatan infrastruktur seperti inilah yang saya sampaikan kepada Menteri Perhubungan, Menteri PUPR, Menteri BUMN, kejar cepat, pagi siang malam selesaikan. Kita enggak bisa menunggu-nunggu dan bersaing, berkompetisi dengan negara-negara lain.

Yang kedua juga berkaitan dengan, ini menjadi kunci kita dalam mengurangi defisit, baik neraca perdagangan maupun neraca transaksi berjalan, karena kita masih kedodoran di sini. Sudah saya sampaikan kepada para menteri agar yang namanya hilirisasi dan industrialisasi itu betul-betul digenjot dan  digalakkan. Utamanya hasil-hasil tambang, enggak bisa lagi kita mengirim mentah-mentah, enggak. Mulai harus dibelokkan, entah itu yang namanya nikel, entah itu yang namanya timah. Kalau enggak bisa barang jadi, setengah jadi dulu, tapi sudah masuk ke hilirisasi, ke industrialisasi. Batu bara, batu bara sekarang ini bukan hanya dijual mentah-mentah jutaan-jutaan ton keluar. Sekarang ada teknologi untuk batu bara yang kelas rendah maupun kelas menengah bisa dijadikan gas, bisa dijadikan minyak. Karena teknologi baru sudah berkembang, kenapa kita tetap masih mengekspor dalam bentuk bahan mentah seperti yang kita lakukan sekarang ini. Ini harus mulai dihentikan dan mulai berani beralih ke setengah jadi atau barang jadi.

Yang kedua setelah tahapan besar infratruktur plus hilirisasi dan industrialisasi, apa sih yang harus kita siapkan? Tahapan besar yang kedua yang sudah berkali-kali saya sampaikan adalah pembangunan sumber daya manusia, penguatan  pembangunan sumber daya manusia. Kita sedang mendorong pendidikan vokasi, pelatihan keterampilan kerja. Tapi bukan hanya itu saja, saya ingin dimulai 2019 secara besar-besaran bagaimana kita mengubah mindset, mengubah mindset, mengubah pola pikir dari yang konsumtif ke yang produktif. Penguatan kapasitas pimpinan-pimpinan kita, pemimpin-pemimpin kita dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0. Dari tingkat desa, tingkat kecamatan, kabupaten/kota, provinsi, sampai di pusat, harus ada penguatan kapasitas di sini. Harus berubah cara melihat, cara pandang kita dari yang biasanya sektoral menjadi sebuah keutuhan. Kita harus bersama-sama melihat ini sebagai sebuah keutuhan, enggak bisa kita berpikir sektor-sektor, sektor-sektor. Enggak akan, sampai kapanpun kita enggak akan bisa melompat maju kalau cara berpikir kita masih sektoral seperti sekarang yang kita lihat. Kita harus banyak membangun agen-agen transformasi karena perubahan ini begitu sangat cepatnya.

Setiap kita bertemu baik di ASEAN, baik di APEC, apa sih yang kita bicarakan? Semua negara ini gugup, tergopoh-gopoh karena muncul teknologi-teknologi baru yang regulasinya belum ada, bagaimana mengantisipasinya, bagaimana meresponsnya, semuanya. Kepala negara ini jangan dipikir… Gugup semuanya. Baru belajar artificial intelligence, muncul internet of things, muncul big data, muncul bitcoin, muncul cryptocurrency, muncul virtual reality. Muncul-muncul yang baru-baru semuanya. Regulasinya belum ada. Tidak hanya kita, jadi kita enggak usah khawatir. Negara-negara lain juga gugup, tergopoh-gopoh menyiapkan regulasi, menyiapkan peraturan-peraturan dalam hal itu.

Sekali lagi, kita harus melatih pekerja kita supaya keterampilan-keterampilan baru, skill baru ini bisa kita ambil dan pekerja kita bisa naik kelas. Hal ini juga penting untuk para CEO karena melatih pekerja kita juga menjadi strategi penting dalam meningkatkan daya saing kita di perusahaan-perusahaan, di BUMN-BUMN, semuanya harus besar-besaran melakukan pelatihan-pelatihan.

Dalam dua minggu ini saya sudah berbicara dengan Menteri Keuangan dan seluruh menteri yang terkait dengan ekonomi, untuk bisa memberikan super deduction tax  untuk perusahaan-perusahaan, untuk BUMN-BUMN yang memberikan training/melatih para karyawannya, melatih para pekerjanya untuk menaikkan kapasitas-kapasitas mereka.

Kembali ke Revolusi Industri 4.0 yang membawa disrupsi, membawa perubahan yang radikal, yang tidak terduga, yang memporak-porandakan standar-standar yang ada. Pertanyaannya, pemimpin atau SDM seperti apa ke depan yang ingin kita siapkan? Menurut saya, kita butuh orang-orang/pemimpin-pemimpin, baik di pemerintahan, baik di perusahaan-perusahaan, baik di BUMN,  baik di koperasi, kita butuh pemimpin-pemimpin orang-orang yang open mind, yang terbuka, karena memang zamannya sekarang adalah zaman keterbukaan bukan ketertutupan. Yang kedua, siap menghadapi ketidakterdugaaan. Ini zaman normal baru. Ini transisi menuju normal baru. Semuanya berbeda. Sehingga pemimpin harus siap menghadapi ketidakterdugaan. Pemimpin yang kita siapkan harus bisa bereaksi cepat terhadap perubahan-perubahan. Pemimpin sekarang harus goal oriented, bukan procedure oriented. Goal oriented dan result oriented. Dan harus mampu berkolaborasi.

Dan saya berharap, nantinya dari training-training tadi yang saya sampaikan, muncul para reformis, lahir para reformis, pembawa perubahan-perubahan yang kita harapkan. Sistem kerja dan regulasi akan terus kita sederhanakan. Dan saya ingin semacam, yang ini sering saya lihat di YouTube, company almost without rule. Juga sama, government almost without rule. Semakin sedikit aturan, semakin sedikit regulasi, perusahaan itu akan semakin lincah. Semakin sedikit regulasi, semakin sedikit itu peraturan, negara pun juga akan semakin lincah memutuskan setiap perubahan-perubahan yang ada di dunia ini. Jangan malah memperbanyak aturan-aturan yang menjerat kita sendiri. Itu yang sering sudah saya sampaikan. Karena sekali lagi, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lamban.

Terima kasih,
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru