Peresmian Pembukaan Konferensi Hukum Tata Negara ke-6 Tahun 2019, 2 September 2019, di Istana Negara, Provinsi DKI Jakarta

Oleh Humas     Dipublikasikan pada 2 September 2019
Kategori: Sambutan
Dibaca: 585 Kali

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Selamat siang,
Salam sejahtera bagi kita semuanya,
Om swastiastu,
Namo Buddhaya,
Salam kebajikan.

Yang saya hormati Ketua dan Pimpinan Lembaga-Lembaga Negara, hadir di sini Bapak Ketua DPR RI, Bapak Ketua Mahkamah Konstitusi,
Yang saya hormati para Menteri Kabinet Kerja yang hadir,
Yang saya hormati Ketua Umum beserta seluruh jajaran Pengurus Pusat Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara,
Dan yang saya hormati seluruh Pengurus Wilayah APHTN-HAN yang hadir, serta para peserta konferensi dari seluruh Indonesia,
Hadirin yang berbahagia.

Tadi yang disampaikan oleh Prof. Mahfud MD yang terakhir mau saya jawab dulu, urusan foto-foto. Ya nanti setelah selesai ini kita foto-foto. Asal jangan minta satu-satu. Sekarang ini kalau ketemu saya mintanya sekarang fotonya satu-satu. Ini 250, satu-satu, malam baru selesai.

Bapak-Ibu hadirin yang berbahagia,
Setiap hari sekarang ini, menuju ke tanggal 20 Oktober, ada saja yang menanyakan kepada saya, yang ditanyakan itu-itu saja, “Pak, siapa sih nanti menteri-menterinya?” Kemana-mana ditanya ini terus. “Pak, Bapak ‘A’ masuk enggak, Pak?” Nanti ke tempat lain, “Pak, Ibu ‘B’ masuk ndak Pak ke Kabinet?”

Yang pertama, ya kita sabar. tunggu waktunya pasti akan kita umumkan. Dan yang sering saya sampaikan, setiap saat ada pertanyaan itu saya sampaikan, konstitusi kita mengatakan bahwa itu adalah hak prerogatif presiden. Jadi jangan ada yang ikut campur. Usul boleh, usul boleh, bisik-bisik juga boleh tapi seperti tadi yang disampaikan Prof. Mahfud, kewenangan presiden, hak prerogarif presiden.

Yang kedua, konferensi ini sangat bagus, mengajak kita membahas untuk yang lebih mendasar. Bagaimana memperkuat sistem kabinet presidensial yang efektif. Dan saya melihat ini APHTN-HAN ini luar biasa, membantu saya pada saat-saat yang sangat tepat. Waktunya pas, gitu. Dan perihal apa perintah konstitusi dalam pembentukan kabinet pasti Bapak-Ibu itu sudah superahlinya, sudah tahu semuanya, superahlinya.

Dan pada kesempatan ini saya titip, tolong dipikirkan dan tolong dirancang bagaimana respons hukum tata negara dan hukum administrasi negara kita terhadap dunia yang sekarang ini sudah sangat berubah. Itulah pertanyaan saya kepada Bapak-Ibu sekalian yang mungkin bukan hanya terkait dengan format kabinet presidensial saja tetapi terkait dengan kerangka pikir hukum tata negara dan hukum administrasi negara secara keseluruhan.

Kita tahu semuanya karena saat ini dunia berubah sangat cepat, sangat cepat sekali. Barangnya sudah keluar, sudah berjalan, regulasinya belum ada. Ini kecepatannya sangat ini sekali. Contoh, misalnya kita kemarin di Osaka, di G20, berbicara satu saja belum bisa ada yang memberi contoh mengenai hukum untuk pajak digital. Ini baru satu, belum nanti yang lain-lain. Ini pun masih perdebatan semua negara, bagaimana memajaki sistem online.  Karena barangnya itu tiap detik ganti-ganti terus, enggak jelas. Gimana cara memajakinya?

Inilah perubahan-perubahan yang harus kita respons dan kita sadari bersama. Dunia tidak semata-mata sedang berubah sangat cepat tetapi juga sedang terdisrupsi. Betul-betul kita harus merespons ini. Dan di era disrupsi ini, kemapanan langsung bisa runtuh, ketidakmungkinan bisa terjadi. Apa sekarang ini yang tidak mungkin? Inilah yang perlu kita respons.

Dan hukum kita, termasuk hukum tata negara harus responsif, harus fleksibel terhadap perubahan-perubahan ini. Hukum tata negara kita harus membuka ruang-ruang terobosan dan mendorong lompatan-lompatan. Karena dalam praktik, saya sering…, terus terang ini yang membuat hukumkan kita, membuat undang-undang juga kita tetapi kita sering terjerat sendiri oleh yang kita buat. Kita ingin memutuskan cepat, tidak bisa cepat karena terhalang oleh undang-undang. Perubahan yang sangat cepat ingin kita respons dengan pelaksanaan di lapangan yang cepat, tidak bisa juga karena hukum kita yang mengatur yang itu tidak memungkinkan saya jalankan.

Inilah saya kira hal-hal yang seperti ini yang perlu kita pikirkan bersama. Sehingga hukum itu memberikan fleksibilitas yang lincah dalam kita menghadapi perubahan-perubahan yang sangat cepat ini. Kita membutuhkan hukum tata negara yang memandu kita untuk berjalan cepat dan berjalan selamat. Cepat tapi selamat. Enggak bisa hanya dapat selamatnya tapi enggak cepat, ditinggal kita. Sering saya sampaikan di mana-mana. Karena ke depan itu tidak negara kaya mengalahkan negara miskin, negara adidaya mengalahkan negara yang kecil, ndak. Negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat, sudah. Dalam segala hal pasti negara yang cepat akan mengalahkan negara yang lambat. Inilah yang harus direspons dalam hukum ketatanegaraan kita.

Kita butuh hukum tata negara yang memberikan ruang fleksibilitas yang lincah agar bangsa ini cepat, responsif terhadap perubahan-perubahan zaman yang sekarang ini terjadi. Oleh karena itu, saya titip kepada para peserta konferensi untuk menelaah ulang apakah sistem hukum tata negara dan sistem hukum administrasi pemerintahan kita saat ini telah memberikan ruang fleksibilitas tersebut. Yang saya rasakan dalam lima tahun ini, tidak atau belum. Apakah hubungan antarlembaga telah memberikan kecepatan kita untuk bergerak? Saya jawab, sekarang juga tidak dan belum. Apakah semua tata hukum kita memberikan keberanian kita untuk melakukan terobosan-terobosan inovasi? Tidak dan juga belum. Mau berinovasi, prosedurnya  ruwet sekali. Sehingga kita kecapean di muter-muter-nya, inovasinya sudah hilang.

Sekali lagi, apakah hukum kita memberikan dukungan agar pemerintah bergerak cepat dan efisien dan result orientedgoal oriented? Pemerintah yang akuntabel tapi juga sekaligus berani membuat terobosan-terobosan inovasi. Apakah memberikan dukungan ke sana? Apakah juga memberikan dukungan dalam memberikan ruang bagi kita untuk selalu adaptasi dengan perubahan-perubahan zaman yang ada?

Inilah saya kira pemikiran besar yang kami perlukan dari Bapak-Ibu sekalian sehingga rumusan-rumusan itu akan memberikan sebuah kebaharuan di dalam kita bernegara. Ketika para founding fathers memilih sistem presidensial, mungkin kerangka pikirnya adalah untuk membuat pemerintahan yang lebih trengginas. Oleh karena itu, saya harap banyak dari konferensi ini dan saya ingin, sekali lagi, menunggu hasilnya.

Perlu pula dikaji bagaimana mengatur hubungan antarlembaga pemerintahan secara vertikal maupun secara horizontal yang bisa cepat mengambil kebijakan, yang bisa kerja cepat mengeksekusi kebijakan-kebijakan seperti tadi yang saya sampaikan, yang tidak lagi terkotak-kotak, dibatasi oleh egosektoral. Ini kejadian sekarang ini seperti itu, egosektoral sendiri-sendiri. Mestinya, kita bisa bekerja sebagai sebuah satuan yang besar, sebagai sebuah satu kesatuan yang besar, yang sistemnya bisa berkelanjutan, tidak bergantung pada satu atau dua individu pimpinannya saja. Enggak bisa kita seperti itu lagi.

Saya berharap konferensi ini benar-benar melihat jauh ke depan. Kita membutuhkan inovasi-inovasi gagasan dari Bapak-Ibu para pakar sehingga tata negara dan  administrasi negara kita tetap membuat bangsa kita cepat bergerak dalam membangun Indonesia maju ke depan.

Saya rasa itu yang bisa saya sampaikan pada kesempatan yang baik ini. Dan dengan mengucap bismillahirrahmanirrahim, saya resmi membuka Konferensi Nasional Hukum Tata Negara ke-6.

Terima kasih.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Sambutan Terbaru